71 Tokoh Berpengaruh 2016

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 12 August 2016

Memimpin organisasi massa berusia lebih dari satu abad dengan 50 juta anggota dengan belasan lembaga dan organisasi otonom, menempatkan Haedar Nashir pada posisi sangat berpengaruh.

 

Para aktivis Muhammadiyah memberi predikat “Ensiklopedia Muhammadiyah Berjalan” padanya. Julukan tersebut tak lain karena dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu paham betul sejarah dan arah organisasi bentukan KH Ahmad Dahlan tersebut.


Hampir setahun menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2015-2020, Haedar Nashir telah meretas jalan cerah. Di awal kepemimpinannya, Haedar meletakkan garis tegas Muhammadiyah sebagai organisasi massa Islam yang tak ingin terjebak dalam kepentingan proyek.


Haedar berpendapat, Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan sudah seharusnya tidak terjebak dengan hal-hal yang kelihatannya menguntungkan. Pasalnya, boleh jadi proyek yang menguntungkan itu sejatinya hanya berdampak merugikan bangsa dan Negara sendiri.


Untuk itulah, Haedar tetap ingin meneruskan perjuangan Muhammadiyah sebelumnya, yakni meneruskan jihad kebangsaan dan jihad konstitusi. Hal itu sesuai dengan misi Muhammadiyah lima tahun ke depan, yakni menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang membawa pencerahan, serta mengelola Muhammadiyah dengan menggunakan sistem dinamis dan dapat mensinergikan dengan program-program pemerintah.


Sejumlah program berkaitan kemasyarakatan memang lebih tampak pada Muhammadiyah di era Haedar ini. Maklum saja, Haedar merupakan doktor di bidang sosiologi sehingga tampak mempengaruhi program dan kebijakannya ke depan. Salah satu programnya adalah mensinergikan kekuatan amal usaha dan ekonomi Muhammadiyah. Program unggulan tersebut diyakini mampu memberdayakan masyarakat akar rumput sekaligus melahirkan kekuatan produktif.


Pada tataran yang lebih luas, Haedar meletakkan tiga prioritas program. Pertama, dalam konteks keumatan, Muhammadiyah ingin mendorong umat beragama agar semakin mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai toleransi, kemajuan, dan perdamaian.


Kedua, dalam konteks kebangsaan, Muhammadiyah mendorong pemerintah agar menyediakan program sesuai kebutuhan mendasar dan segera mengentaskan kemiskinan, marginalisasi, dan juga Muhammadiyah akan melakukan gerakan keilmuan sehingga bisa bersaing dengan bangsa lain. Ketiga, dalam konteks universal, Muhammadiyah akan menyinergikan peran perdamaian sehingga bisa meningkatkan etika global.