71 Tokoh Berpengaruh 2016

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 12 August 2016

Ia mendirikan dan memimpin grup konglomerasi terbesar di Indonesia. Tahun lalu, ia diposisikan sebagai orang terkaya ke-4 di Indonesia, dengan kekayaan ditaksir sebesar Rp 74,7 triliun.

 

Kelahiran Tiongkok, 3 Oktober 1923, Eka Tjipta adalah pendiri sekaligus pemilik Sinarmas Group. Lewat perusahaan ini, lini bisnisnya menyasar bidang properti, tekstil, agribisnis, dan keuangan.


Berkat kepiawaiannya, kerajaan bisnis Eka Tjipta semakin berkembang seperti sekarang ini. Mulai dari Sinar Mas Multiartha Tbk dengan puluhan anak dan ‘cicit’ usaha, Sinar Mas Land, Golden Energy Mines, Smartfren Telecom, SMART, Tjiwi Kimia, Sinar Mas Agro Resources and Technology, dan lain sebagainya.


Belakangan santer dikabarkan, Sinarmas Group juga mengakuisisi PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA) dari Grup Bakrie. Meski kabar ini dibantah, Eka Tjipta dikenal rajin mengoleksi aset-aset Grup Bakrie sejak 2013. Melalui PT Bumi Serpong Damai Tbk, misalnya, Sinarmas membeli lahan seluas 3 Hektare di kawasan Rasuna Epicentrum Kuningan Jakarta milik PT Bakrieland Development Tbk.


Pada bisnis perkebunan, Golden Agri Resources Ltd., membeli lahan sawit seluas 16.000 Ha milik PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk. Pada akhir 2014, perusahaan telekomunikasi milik Sinarmas, Smartfren Telecom juga merangsek ke dalam Grup Bakrie dengan menjalin kerjasama pemakaian jaringan dengan PT Bakrie Telecom Tbk. Terakhir, konglomerasi ini menguasai bisnis batu bara yang sebelumnya digenggam oleh Grup Bakrie melalui PT Berau Coal Energy Tbk.


Sinar Mas Group juga membeli gedung ikonik di London, Alphabeta Building, dengan nilai transaksi hampir USD 400 juta pada bulan Oktober 2015. Tak hanya itu, dilansir dari situs orangterkayaindonesia.com, Sinarmas Land juga merambah Asia Timur dengan membangun proyek perumahan di Shenyang, Chengdu, di China. Selain itu Sinarmas Land juga membangun proyek komersial dan bisnis yakni Orchard Tower di Singapura.


Eka Tjipta dilahirkan dari keluarga miskin di Coan Ciu, Hokian. Pada 1931 dia migrasi ke Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam wawancara dengan tim Eka Tjipta Foundation, dia mengaku hidup dari keluarga susah. Setiap hari hanya bisa makam bubur dan ubi. Karena keadaan sulit, ia tidak bisa menyelesaikan pendidikan sekolah dasar.


 Ia harus membantu ayahnya berdagang kelontong. Sejak usia sembilan tahun, berbekal sepeda dan barang eceran dari toko milik ayahnya, ia menjual barang-barang makanan dari pintu ke pintu. Ia juga mengaku berbagai pekerjaan pernak dilakoni, termasuk kerja non-stop selama 24 jam tanpa tidur.