Obsession Award 2016

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 25 February 2016

 

Mendapat tugas berat memberantas mafia migas di perusahaan dan menjabat di tengah anjloknya harga minyak dunia, tak lantas membuat kinerjanya anjlok. Berkat sejumlah inisiatif dan terobosan cerdas, perseroan malah meraup laba bersih Rp 19,32 triliun.


Laba bersih US$ 1,39 miliar atau sekitar Rp 19,32 triliun hingga Oktober 2015 tersebut dicapai melalui kinerja dan efisiensi perusahaan selama sepuluh bulan pertama 2015. Efisiensi itu dilakukan, antara lain, pada belanja operasional (opex) mencapai US$ 1 miliar dan margin laba kotor sebelum pajak (EBITDA) sampai pertengahan 2015 sebesar 10,76 persen. “Itu margin tertinggi dalam tiga tahun terakhir ini dan sangat membanggakan di tengah harga minyak turun hampir 60 persen,” ungkap Dwi.


Berkat capaian itu, Pertamina bisa menjadi role model bagi badan usaha milik negara (BUMN) di Indonesia karena telah melakukan aktivitas lindung nilai (hedging) valuta asing. Pertamina pertama kali melakukan hedging valas dengan transaksi US$ 400 juta.


Laba yang diperoleh dari aktivitas hulu dan hilir, juga didukung pengelolaan keuangan yang lebih prudent. Dari sisi pelaporan keuangan, transparansi dan pelaporan Pertamina telah diakui masyarakat dengan memperoleh penghargaan Annual Report Award OJK sebagai BUMN non-keuangan non-listed terbaik di Indonesia.


Tantangan besar  akibat penurunan harga minyak dunia berhasil diatasi melalui lima strategi prioritas, yaitu (1) Pengembangan sektor hulu; (2) Efisiensi di semua lini; (3) Peningkatan kapasitas kilang dan petrokimia; (4) Pengembangan infrastruktur dan marketing; dan (5) Perbaikan struktur keuangan. Hasilnya, beragam proyek mulai beroperasi komersial dan berkontribusi besar bagi kemandirian dan ketahanan energi nasional.