Obsession Awards 2017

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 31 March 2017

Naskah: Purnomo, Foto: Istimewa

Integritas dan kompetensi yang tinggi adalah modal bagi M. Hatta Ali hingga dipercaya menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia selama dua periode. Dengan modal itulah ia membenahi lembaga yang menjadi garda terakhir para pencari keadilan. Selaksa prestasi pun ditorehkan dalam dua kali kepemimpinannya tersebut.

 

Publik tentu tak lupa ketika saat pertama ia menjadi Ketua MA di tahun 2012, Hatta melakukan pembenahan atas hambatan-hambatan dalam menata lembaga peradilan. Keinginannya mewujudkan MA sebagai badan peradilan Indonesia yang agung memotivasi dirinya untuk terus bekerja dan bekerja. Tak berbilang lama, ia mampu mengurai sejumlah persoalan yang selama ini membelit lembaganya, mulai dari penanganan perkara yang semula begitu lamban menjadi lancar dengan tingkat integritas yang tinggi.


Dalam soal memutus perkara, misalnya, ia menerbitkan SK KMA Nomor 119 Tahun 2013 tanggal 19 Juli 2013 yang menegaskan bahwa jangka waktu memutus perkara kasasi dan peninjauan kembali paling lama 3 (tiga) bulan sejak berkas diterima oleh Ketua Majelis. Hasilnya, kebijakan ini secara signifikan mampu menurunkan tunggakan perkara pada akhir 2013 menjadi 6.415 perkara. Kebijakan ini diikuti kebijakan lainnya yaitu diterbitkannya SK KMA Nomor 213/SK/ KMA/XII/2014 tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan SK KMA Nomor 214/SK/KMA/XII/2014 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.


Kebijakan-kebijakan ini terbukti mendorong poduktivitas penyelesaian perkara di Mahkamah Agung. Kalau pada tahun 2014 sisa akhir perkaranya 4.425 perkara maka di tahun 2015 bisa turun menjadi 3.950 perkara. Beban perkara pada Mahkamah Agung pada tahun 2016 berjumlah 18.580 yang terdiri atas 14.630 perkara yang diterima tahun 2016 dan 3.950 perkara sisa tahun 2015. Jumlah perkara yang diputus di Mahkamah Agung pada tahun 2016 adalah 16.223 perkara atau meningkat 12,25 % dari jumlah perkara yang diputus tahun 2015 sebanyak 14.452 perkara, dan rasio produktivitas memutus pada tahun 2016 sebesar 87,31% atau meningkat 8,78% dibandingkan rasio pada tahun 2015 sebesar 78,53%.


“Saya selalu tegaskan agar proses penyelesaian perkara di Mahkamah Agung tidak melebihi jangka waktu 250 hari,” ucapnya suatu ketika. Dan hasilnya, 80,75 % atau 13.100 perkara mampu diputus kurang dari 3 bulan. Sedangkan selebihnya yaitu 3.123 perkara (19,25%) diputus dalam tenggang waktu lebih dari 3 bulan. Indikator kinerja penanganan perkara Mahkamah Agung pada tahun 2016 tersebut, mulai dari jumlah perkara yang diputus, rasio produktivitas memutus, dan jumlah sisa perkara bernilai positif dan melampaui target.