Obsession Awards 2017

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 31 March 2017

Naskah: Arif Rahman Hakim, Foto: Istimewa

Tak ada kesuksesan yang turun begitu saja dari langit. Kesuksesan harus diraih dengan kerja keras dan kerja cerdas. Ungkapan tersebut tampaknya pas menggambarkan perjalanan karier Andreas Diantoro yang penuh warna hingga menduduki posisi Presiden Director Microsoft Indonesia.

 

Sebelum bekerja di salah satu perusahaan teknologi informasi (TI) terbesar di dunia yang berkantor pusat di Redmond, Washington, Amerika Serikat, tersebut, Andreas malang-melintang bekerja di beberapa perusahaan.
Setelah tamat SMA Bopkri 1 Yogyakarta, Andreas melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Pada 1987, setelah dua tahun kuliah di UGM, dia memperoleh kesempatan untuk pindah ke AS, pindah jurusan ke bidang pemasaran di University of Iowa.


Perkenalan pertamanya dengan dunia IT adalah ketika Andreas mendapat tawaran kerja sebelum lulus kuliah dari perusahaan perangkat lunak Babbage’s. Perusahaan ini kemudian menjadi jaringan ritel permainan video GameStop. Di Babbage’s Andreas berurusan dengan berbagai perangkat lunak, seperti MS DOS 4.0, Lotus 1-2-3, hingga mesin game PC TurboGrafx dan arcade NeoGeo.


Setelah meraih gelar sarjana, Andreas melanjutkan studi ke program Master of Business Administration di Western Illinois University. Pada 1993 ia memutuskan pulang ke Indonesia.


Gelar sarjana dan master luar negeri ternyata bukan jaminan untuk langsung mendapatkan jabatan, ia harus memulai dari bawah dengan menjadi penjual jasa asuransi dari Panin Life Insurance. Kemudian pindah ke anak perusahaan Singapore Airlines, dan berlanjut ke perusahaan komputer Hewlett Packard (HP). Pada periode 1999-2005 ia menjabat sebagai Managing Director HP Indonesia. Setelah 11 tahun lamanya mencari nafkah di HP Andreas pindah ke perusahaan komputer Dell, dan menduduki posisi sebagai Managing Director Dell Asia pada tahun 2005-2012.  Di Dell ia memimpin 23 negara di Asia.


Suka tantangan baru pada 15 Februari 2012 Andreas meninggalkan Dell, dan bergabung dengan Microsoft Indonesia sebagai Presiden Director. Andreas memegang posisi sebagai orang nomor satu di Microsoft Indonesia hingga kini.
Di tengah persaingan super ketat industri teknologi informasi di Indonesia, ia mampu membawa Microsoft Indonesia menjadi salah satu perusahaan paling dikenal di Tanah Air.


Andreas memaparkan empat pilar utama dalam transformasi digital. Pilar yang pertama adalah memprioritaskan pelanggan. Teknologi memungkinkan organisasi untuk menganalisis dan memahami karakter konsumen dengan lebih baik.


“Teknologi dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisis kebiasaan pelanggan. Namun tidak hanya sampai di situ saja, data ini juga harus bisa digunakan untu memprediksi behavior pelanggan. Kalau belum bisa untuk prediksi belum transformasi namanya,” kata Andreas.