Oleh: -

Naskah: Subhan Husaen Albari Foto: Istimewa

Menduduki posisi tertinggi sebagai Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI M. Syaugi memegang peran penting dalam memberikan pertolongan dan pencarian terhadap para korban kecelakaan atau bencana alam yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Tugas ini tentu tidak mudah, karena beberapa wilayah Indonesia masih dikategorikan rawan terhadap bencana. Bahkan akhir-akhir ini, Basarnas cukup kewalahan menangani kecelakaan kapal laut yang tenggelam di sejumlah daerah.

 

Sebagian orang mungkin memandang kinerja Basarnas tidak semenonjol dengan lembaga yang lain. Padahal keberadaan Basarnas sangat dibutuhkan masyarakat untuk menyelamatkan nyawa orang dengan waktu yang cepat. Bisa dibayangkan, jika Basarnas tidak dilengkapi dengan peralatan canggih serta kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, maka sulit bagi Basarnas melakukan kerja maksimal untuk mencari dan menyelamatkan para korban kecelakaan atau bencana alam.  Basarnas kini menjadi lembaga pemerintah yang berdiri di garis terdepan saat bencana alam dan kondisi yang membahayakan jiwa manusia menerjang untuk menyelamatkan para korban meminimalisir jatuhnya lebih banyak korban. Dalam beberapa kasus kecelakaan yang terjadi, upaya penanganan yang dilakukan Basarnas banyak mendapatkan apresiasi.

 

Syaugi menyadari tugas yang dia emban sangat berat. Ia memaparkan saat ini Basarnas sudah banyak dilengkapi teknologi canggih untuk mendukung kinerja SAR. Misalnya dalam pencarian KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba, Sumatera Utara pada Juni 2018, Basarnas sudah menggunakan alat yang bernama scan sonar. Alat ini memiliki fungsi mendeteksi benda-benda di bawah permukaan air untuk kedalaman 1000 meter dengan kecepatan tidak lebih dari 5 knot.  Basarnas juga sudah memiliki alat Remotely Operated Vehicle (ROV), yaitu kendaraan bawah air tanpa awak yang dioperasikan dengan remote kontrol atau diseret menggunakan kapal. Kemudian Syaugi telah mengupayakan Basarnas untuk memiliki alat pendeteksi kecelakaan Meolut 2017.

 

Alat ini dapat mendeteksi titik kecelakaan baik di darat maupun di laut. Jika terjadi kecelakaan di laut, Efod alat itu mengirim sinyal ke satelit di ketinggian 24.000 km. Di samping itu, Meolut juga memiliki cakupan wilayah pendeteksian lebih luas serta hasil yang lebih cepat dan akurat dibandingkan LeoSAR yang sebelumnya pernah dimiliki Basarnas. Terbaru Basarnas mendapatkan tambahan kapal operasional baru. Kapal KN SAR Laksmana. Rawannya kecelakaan di perairan di Indonesia menjadi salah satu dasar Basarnas melengkapi alat utama SAR di laut. Kapal baru itu memiliki tiga kekuatan mesin penggerak. Selain itu, kapal tersebut memiliki kemampuan deteksi permukaan serta dilengkapi forward infra red untuk mempermudah pencarian pada malam hari. Kemampuan deteksi kapal kelas II ini mencapai kedalaman 30 meter dari permukaan laut. Untuk urusan penyelamatan, kapal ini juga memiliki alat untuk deteksi korban yang mengapung hingga jarak 5 mil Laut (nautical mile).  

 

Bahkan Basarnas saat ini sudah memiliki 10 pesawat tanpa awak. Syaugi mengupayakan modernisasi peralatan Basarnas menjadi keharusan dalam penanganan bencana. Selain peralatan teknologi yang canggih, Basarnas menjadi satu dari sepuluh satuan kerja yang meraih Penghargaan Penilaian Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Tahun 2017 dari Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta. Artinya kinerja keuangan Basarnas juga diakui pemerintah dengan nilai positif.