Oleh: -

Naskah: Subchan H. Albari Foto: Edwin B.

Ia berperan besar dalam tumbuh besarnya PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Di tengah usianya yang masih relatif muda, semangat Iwan dan kecintaannya dalam menekuni dunia usaha mampu menjaga reputasi Sritek sebagai perusahan tekstil yang tersohor baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

 

Di bawah nakhodanya, emiten bersandi saham SRIL itu berhasil mencatatkan kinerja positif dengan perolehan laba bersih senilai USD56,3 juta pada Semester I 2018, angka itu naik sebesar 67,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. Penjualan perseroan juga mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan. Selama semester pertama tahun ini, total penjualan kotor SRIL mencapai USD544 juta, naik sebesar 35,6% dibandingkan semester pertama tahun lalu. Pertumbuhan kinerja itu disebabkan oleh penerapan strategi perseroan, di antaranya mengakuisisi dua perusahaan tekstil, yakni PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries. Perusahaan juga meningkatkan kapasitas produksi, peningkatan utilisasi produksi, penghematan biaya, meningkatkan efisiensi produksi, memperluas diversifikasi produk, serta perluasan pelanggan.

 

Kapasitas produksi Sritex saat ini untuk benang (spinning) adalah 1,15 juta bales/ tahun, penenunan (weaving) 180 juta meter/ tahun, kain jadi (finishing) 240 juta yard/ tahun, dan apparel (garment) sebanyak 30 juta potong/tahun. Saat ini tingkat utilisasi produksi masing-masing segmen adalah spinning 92%, weaving 86%, finishing 82% dan garment 95%. Tahun ini, emiten bersandi saham SRIL itu optimistis dapat mencapai target penjualan maupun target laba bersih yang dipatok, sejalan dengan terus diterapkannya teknologi industri 4.0 agar proses bisa terus dikompres dan dipercepat. Iwan mengatakan, pihaknya menargetkan, penjualan kotor tumbuh sekitar 35% sehingga total penjualan kami pada 2018 akan melebihi angka USD1 miliar. Adapun, belanja modal yang ditetapkan oleh perseroan pada tahun ini senilai USD30 juta hingga USD40 juta yang akan digunakan untuk pemeliharaan mesin dan bangunan serta penambahan kapasitas di segmen garmen dari 27 juta potong per tahun menjadi 30 juta potong per tahun pada 2018. 

 

Angka tersebut diluar biaya akuisisi dua perusahaan yang mencapai USD85 juta dolar. Akuisisi ini membuat prospek bisnis SRIL menguat karena adanya peningkatan pasar ekspor terutama di Jepang dan negara-negara lainnya di Amerika Selatan.Untuk pasar ekspor perseroan membidik kontribusi sebesar 56%-58% dari total penjualan pada tahun ini. Sejauh ini, negara-negara di kawasan Asia Tenggarta berkontribusi sebeSar 9% pada pangsa pasar
tekstil global. Iwan menuturkan, perusahaan juga yakin bahwa tingkat daya saing perusahaan tekstil di Indonesia masih baik dibandingkan negara-negara lain seperti Vietnam dan Bangladesh. Tentunya, masih terus bisa ditingkatkan dengan sinergi antara para pelaku usaha dan pemerintah dari hulu hingga hilir.

 

Sukses memasarkan produknya hingga lebih dari 100 negara. Sritex bahkan dikenal sebagai perusahaan penyokong seragam industri militer ke 30 negara dan North Atlantic Treaty Organization (NATO).  Ekspor perusahan  terus meningkat karena sistem manufacturing tetap terjaga, Sritek memiliki integration system, di mana membuat bahan baku sampai bahan jadi, menjahit sampai ekspor dikelola sendiri. Produksi yang dihasilkan pun terus dilakukan modifikasi lebih sempurna dengan biaya murah, dan berkualitas.  Selain sukses sebagai pemasok seragam militer di 30 negara, inovasi terus dilakukan Iwan dengan mencoba membuat pakaian pemadam kebakaran.

 

Diakui produk ini tidak mudah dibuat, juga memiliki value added tinggi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) rupiah tak melulu menjadi kabar buruk di mata pelaku usaha. Sebab, Sritek justru berencana memanfaatkan kondisi tersebut dengan meningkatkan kontribusi ekspor. Sritex ingin kontribusi penjualan ekspor tahun ini bertambah 5%. Sementara sasaran pasar mancanegara mereka ke negara-negara di kawasan Asia, Eropa, Australia, Timur Tengah dan Afrika