Kiprah Kabinet Kerja Di 73 Tahun kemerdekaan Sebuah Pencapaian

Oleh: Andi Nursaiful (Administrator) - 31 October 2014

Naskah: Subhan Husaen Albari Foto: Istimewa

Tiga tahun memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepak terjang Agus Rahardjo tak perlu diragukan lagi. Meski tidak memiliki latar belakang di dunia hukum, mantan Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ) ini tidak kalah pintar dengan para pendahulunya.

 

Segenap pengalaman dan integritas yang dimilikinya membuat Agus tetap mampu membawa KPK sebagai lembaga Anti Rasuah yang ditakuti oleh para koruptor. Ia layaknya pendekar hukum yang siap menyerahkan jiwa raganya untuk memberantas tikus-tikus kantor yang bersarang di negeri ini.  Sempat diragukan karena tidak memiliki latar belakang hukum, Agus seolah cuek, ia lebih memilih fokus bekerja melakukan penataan organisasi di KPK sehingga lembaga penegakan hukum ini tetap kuat, independen, dan bebas dari konflik kepentingan. Di bidang penindakan, pencegahan, pengawasan, dan informasi data, kinerja KPK di bawah kepemimpinannya cukup membanggakan. 2017 menjadi tahun yang sibuk bagi KPK, pasalnya KPK mampu membongkar mega korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menelan kerugian negara Rp3,2 triliun dengan menjerat Ketua DPR RI Setya Novanto dan beberapa anggota DPR RI lain.

 

Agus menyadari permasalahan korupsi masih menjadi rapor merah di negeri ini. Tak hanya di ibukota, tindak pidana korupsi juga tersebar luas di pelosok negeri. Ini terbukti banyaknya kepala daerah yang ditangkap KPK. Berbicara tentang birokrasi di daerah, terdapat tiga  area yang paling rawan korupsi yaitu perencanaan APBD, pengadaan barang/ jasa, dan perijinan. KPK terus melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di berbagai daerah. Sejauh ini KPK sudah  mendampingi 22 provinsi termasuk di dalamnya 380 kabupaten/kota. 

 

Banyak program yang sudah dijalankan KPK dalam bidang pencegahan, baik dengan jajaran pemerintah daerah, lembaga negara, kementerian, BUMN, ormas, tokoh masyarakat, dan partai politik. Misalnya, menyambut tahun politik, pada tahun 2017 dan 2018 KPK membuat data pemetaan potensi benturan kepentingan terkait pendanaan pilkada demi mengetahui profil, potensi benturan kepentingan serta besaran biaya, hingga potensi penyalahgunaan dana anggaran daerah di tangan kepala daerah terpilih. Secara reguler KPK juga terus berupaya meningkatkan kesadaran Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaan melalui LHKPN. Banyak program yang sudah dijalankan KPK dalam bidang pencegahan, baik dengan jajaran pemerintah daerah, lembaga negara, kementerian, BUMN, ormas, tokoh masyarakat, dan partai politik. Misalnya, menyambut tahun politik, pada tahun 2017 dan 2018 KPK membuat data pemetaan potensi benturan kepentingan terkait pendanaan pilkada demi mengetahui profil, potensi benturan kepentingan serta besaran biaya, hingga potensi penyalahgunaan dana anggaran daerah di tangan kepala daerah terpilih. Secara reguler KPK juga terus berupaya meningkatkan kesadaran Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaan melalui LHKPN. 

 

Dari sisi penindakan, secara total, pada tahun 2017 KPK melakukan 114 kegiatan penyelidikan, 118 penyidikan, dan 94 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan perkara pada tahun sebelumnya. Selain itu juga melakukan eksekusi terhadap 76 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Lebih dari 188 miliar rupiah telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dari penanganan perkara.Termasuk di dalamnya dari mendapatan hasil lelang barang sitaan dan rampasan dari perkara tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang sebesar Rp82 miliar. 

 

Pada tahun 2017 KPK di bawah komando Agus sudah menangkap 59 kepala daerah. Bahkan Per 31 Mei 2018, di tahun 2018 KPK melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan rincian: penyelidikan 76 perkara, penyidikan 85 perkara, penuntutan 50 perkara, inkracht 47 perkara, dan eksekusi 48 perkara. Lalu aset milik negara yang berhasil dikembalikan KPK mencapai sekitar Rp 1.917 triliun. Jumlah tersebut didapat dari denda, uang pengganti dan rampasan. Rinciannya, denda sekitar Rp66,3 miliar, uang pengganti sekitar Rp908,724 miliar dan uang rampasan sekitar Rp942,478 miliar. Jumlah tersebut merupakan akumulasi sejak 2005 hingga 2017.