Kiprah Kabinet Kerja Di 73 Tahun kemerdekaan Sebuah Pencapaian

Oleh: Andi Nursaiful (Administrator) - 31 October 2014

Naskah: Imam Fathurrohman Foto: Astrid/Istimewa

Menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia (Dubes LBBP RI) untuk Azerbaijan adalah kebanggaan. Demikian Prof. Dr. KH. Husnan Bey Fananie, MA memaknai tugas yang diampunya sejak ditetapkan Presiden RI Joko Widodo pada 13 Januari 2016 silam.

 

Bukan soal prestisius, tapi tentang pengabdian seorang ‘santri’ kepada bangsa dan negaranya. Kepercayaan yang dinilainya sebagai ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla karena membawa misi sebuah negara dengan mayoritas Muslim dan terbesar di dunia. Karier politik alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo ini terbilang spesial. Usai menamatkan studi S2 di Rijks Universiteit Leiden, Belanda, lelaki kelahiran Jakarta, 13 November 1967 ini bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di partai berlambang Ka’bah Husnan menapaki karier spesialnya sebagai Asisten Pribadi Ketua Umum PPP dan Majelis Pakar. Tak lama, ia pun ‘dibajak’ sebagai Asisten Pribadi Wakil Presiden RI Hamzah Haz untuk bidang pendidikan, sosial, politik, budaya, agama dan hubungan internasional (2001–2004).

 

Panggung parlemen sempat dicicipi Husnan melalui proses Pergantian Antar Waktu di pertengahan periode 2009-2014. Gagal di putaran Pileg berikutnya, tak menjadi soal bagi salah seorang generasi ketiga keluarga kiai Pondok Modern Gontor ini. Ia pahami politik sebagai sebuah proses, strategi, metode, sekaligus media baginya untuk berdakwah dan beribadah secara ikhlas. Toh, di fase berikutnya, usai melalui fit and proper test, Husnan dilantik menjadi Duta Besar RI untuk Azerbaijan. Mengetahui Azerbaijan sebagai destinasi pengabdiannya, disambut sumringah ayah dua anak ini. Politikus PPP ini mengaku tertantang ditunjuk menjadi representasi Indonesia di negeri tepian Laut Kaspia itu. Menurutnya, salah satu negara Eropa ini punya nilai lebih dan bisa memberi keuntungan bagi Indonesia jika hubungan bilateral terjalin baik. 

 

“Azerbaijan, sebuah negara di Asia Barat Daya. Seperti Indonesia, mayoritas masyarakat Azerbaijan adalah muslim. Untuk itu, kita seperti saudara yang jauh secara geografis tapi dekat secara kultur,” terang ayah dua anak tersebut. Kedekatan secara kultur inilah yang menjadi salah satu modal utama Husnan dalam memainkan perannya sebagai duta besar. Secara perlahan, kultur Islam khas Indonesia dikenalkannya kepada masyarakat Azerbaijan yang mayoritas adalah Muslim Syiah. Perkenalan budaya dan produk asli Indonesia yang dilakukannya mendapat sambutan hangat. Terlebih lagi Husnan memiliki cara ampuh untuk menarik minat masyarakat Azerbaijan, di antaranya dengan menggelar Indonesia Culture Festival (ICF) setiap tahunnya. Gelaran ini menampilkan berbagai produk, seni, dan budaya tanah air yang dilangsungkan dengan melibatkan masyarakat setempat.

 

Cara lainnya, Husnan rajin menyambangi perguruan-perguruan tinggi untuk memberikan kuliah umum tentang Indonesia. Termasuk juga menyambangi 35 perguruan pencak silat yang rupanya sudah menjamur di Negeri Api tersebut. Singkatnya, kontribusi Husnan sudah sangat terasa betul di Azerbaijan. Testimoni original pun langsung diutarakan Rektor AUL, Prof. Kamal Abdullayev, saat menyematkan gelar Profesor Kehormatan kepada Husnan pada Rabu, 4 Juli 2018. “Bapak Husnan Bey Fananie adalah seorang Duta Besar yang memiliki kepedulian tinggi dan terus berkontribusi khususnya pada bidang pendidikan. Ia juga telah menulis banyak judul buku dan selama masa tugasnya, Duta Besar Indonesia di Baku ini telah berperan aktif dalam mendorong peningkatan kerja sama di bidang pendidikan antar dua negara,” tutur Prof. Kamal Abdullayev.

 

Tak lama berselang, cucu KH. Zainuddin Fananie ini kembali meraih penghargaan. Bertepatan dengan resepsi penghargaan di Hari Pers Nasional ke-143 tahun di Baku, Sabtu (21/7/2018). Husnan menerima award “Duta Besar Sahabat Utama Pers Azerbaijan 2018” dari Mehdud Mesuliyyetli Cemiyyet (MMC) atau Asosiasi Pers Nasional Azerbaijan.