Obsession Awards 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 11 March 2019

Naskah: Sahrudi Foto: Edwin

Sebagai unsur pelaksana Kementerian Dalam Negeri di bidang pembinaan pemerintahan desa, peran Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Dirjen Bina Pemdes) tentu cukup berat mengingat harus mengurusi desa se Indonesia yang saat ini jumlahnya 74.957 desa, dengan 8.479 kelurahan dan 7.201 kecamatan. Oleh karena itu, tak salah kalau kemudian pemerintah menunjuk Nata Irawan sebagai Dirjen Bina Pemdes.

 

Nata, selain memiliki pemahaman yang tinggi tentang birokrasi dan tata pemerintahan desa, ia juga mampu mengimplementasikan amanah dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa yang menjadi ruh dari tugas-tugasnya. Pria yang dilantik sebagai Dirjen Bina Pemdes pada 1 Juli 2015 ini paham betul bagaimana merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pembinaan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Yang terpenting adalah mewujudkan pemerintahan desa yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat,” tekadnya. Karena itulah, di awal kepemimpinannya ia serius dalam merumuskan kebijakan di bidang fasilitasi penataan desa, penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa, pengelolaan keuangan dan aset desa, produk hukum desa serta pelaksanaan penugasan urusan pemerintahan, kelembagaan desa, kerja sama pemerintahan, serta evaluasi perkembangan desa.

 

Bersama jajarannya, Nata terus mendongkrak kapasitas intelektual para kepala desa. Misalnya, dengan mendorong tingkat pendidikan para kepala desa dan melakukan pelbagai pelatihan. “Saat ini, jumlah kepala desa yang berpendidikan sarjana mencapai 14.090,” terangnya. Sementara, jumlah aparatur kepala desa yang telah menjalani pelatihan pengembangan kapasitas aparatur desa untuk tahun anggaran 2015 saja sudah mencapai 147.325 orang. Sedangkan, pelatihan bagi pelatih tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan kota serta kecamatan selama tahun 2014-2017 mencapai 13.893 orang. “Mereka mengikuti berbagai pelatihan mulai dari pelatihan pembina teknis pemerintahan desa hingga pelatihan tata kelola pemerintahan lingkup regional bagi pengurus lembaga kemasyarakatan desa dan kelurahan,” jelas Nata. Dalam melaksanakan tugasnya, ia juga menggandeng banyak pihak, salah satunya dengan kalangan perguruan tinggi. “Sesuai dengan semangat Nawacita Presiden Joko Widodo dalam arah kebijakan pembangunan perdesaan, perlu pemenuhan standar pelayanan minimum dan pengawalan implementasi Undang-Undang Desa secara sistematis. Oleh sebab itu, kami menggandeng dan melibatkan seluruh perguruan tinggi untuk mengimplementasikan Tri Darma perguruan tinggi dalam mengawasi penggunaan dana desa,” ujarnya. 

 

Saat ini, diakuinya, kebijakan afirmatif UU 6/2014 tentang desa berpengaruh positif terhadap efektivitas Pemerintah Desa dengan pengaruh positif yang sudah tercipta. “Kepuasan itu terinci atas pelayanan publik, musyawarah dan pembangunan desa. Masyarakat sudah mendapatkan kepuasan atas pelayanan publik, musyawarah, dan pembangunan desa. Saat ini Pemerintah Desa sudah sangat efektif dalam menyediakan layanan publik bagi masyarakat. Hal tersebut diakibatkan karena terjalinnya komunikasi antara aparat pemerintah desa dengan pelatih perencanaan pembangunan desa,” paparnya. Nata sendiri juga dikenal sebagai figur yang banyak berinteraksi dengan kalangan kepala desa di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, ia selalu memberikan batasan-batasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang kepala desa. Semisal, menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2019 ini, ia wanti-wanti kepada seluruh aparatur desa untuk bersikap netral dalam pelaksanaan pesta demokrasi ini. Menurutnya, keberpihakan pada salah satu partai politik maupun calon presiden, rawan mengakibatkan gesekan di tengah masyarakat desa.

 

“Mereka (kepala desa) kan juga aparatur pemerintahan. Jadi, yang namanya kepala desa dan perangkatnya, sebaiknya tetap bersifat netral. Kalau memihak, akhirnya nanti menimbulkan kesenjangan termasuk dengan masyarakat. Imbauan kami, tetap bersifat netral. Jangan memihak demi stabilitas desa,” ujarnya. Nata menyampaikan imbauan karena menilai, tugas kepala desa jauh lebih berat dari seorang bupati maupun wali kota. Kepala desa bahkan ikut mengurus hajat hidup warga secara langsung. Sementara, bupati maupun wali kota hanya melaksanakan urusan yang sudah diamanatkan peraturan perundangundangan. “Saya kira, yang dilakukan oleh desa jauh lebih berat daripada level kabupaten. Kabupaten hanya melakukan tugas sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Sementara desa, urusan yang bersifat absolut pun ditangani,” ucapnya. Kepala desa, kata Nata lagi, bahkan juga harus rela bekerja 24 jam dalam sehari, demi masyarakatnya.  

 

Kedekatannya dengan perangkat desa membuatnya hapal betul persoalan yang dihadapi aparatur di desa saat ini. Misalnya, soal pengadaan kantor kepala desa, ia mencatat sebanyak 10.000 dari total 74.000 desa di Indonesia, belum memiliki kantor sekretariat. Hal itu tentunya menghambat kinerja kepala desa dan perangkatnya dalam melakukan pelayanan bagi masyarakat. Kemendagri sendiri berupaya memberikan stimulan bantuan hanya untuk renovasi kantor desa bukan untuk pembangunan. Pada tahun 2018, kementerian yang dinakhodai Tjahjo Kumolo ini menggunakan pagu anggaran tersebut untuk membantu kurang lebih 200 kantor desa. Nata menilai banyaknya desa yang tak punya kantor menunjukkan masih ada pemerintah kabupaten dan kota yang tidak peduli dengan desanya sendiri.