Obsession Awards 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 11 March 2019

Naskah: Arif Rahman Hakim Foto: Istimewa

Lebih baik bekerja daripada banyak bicara. Itulah prinsip yang dianut Ma’ruf Cahyono. Penampilannya dingin dan berbicaranya tertata dengan baik. Ditempatkan di MPR RI sejak 1994, Aparatur Sipil Negara (ASN) ini memiliki etos kerja yang tinggi.

 

Kerja kerasnya berbuah manis. Ia pernah mendapat amanah menjabat Kepala Biro Pusat Pengkajian MPR. Kemudian pada 2015, Ma’ruf menduduki jabatan Kepala Biro Humas MPR. Kariernya terus menanjak. Pada 2016 lalu, ia dilantik menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR, menggantikan Edi Siregar yang memasuki masa pensiun sejak Desember 2015. Ma’ruf terpilih sebagai Sekjen MPR setelah menyisihkan dua kandidat lainnya, Muhammad Rizal dan Selfi Zaini. Sekjen MPR merupakan jabatan strategis dan memiliki tanggung jawab yang besar, baik moral maupun konstitusional. Oleh karena itu, Ma’ruf berjanji akan menjalankan amanah yang diterimanya dengan baik. Setahun setelah menjabat Sekjen MPR, Ma’ruf dianugerahi tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penganugerahan ini diberikan atas jasa Ma’ruf yang telah memberikan ide dan membuat gagasan pembentukan Lembaga Pengkajian MPR sebagai laboratorium konstitusi yang bertugas memberikan pertimbangan terkait pengkajian sistem ketatanegaraan.

 

Penganugerahan tersebut disampaikan saat upacara bendera HUT ke-72 DPR/ MPR di Kompleks DPR, MPR, dan DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8), di mana Ma’ruf menjadi pembina upacara.  Ma’ruf bersyukur terhadap kerja yang telah dilakukan oleh para ASN yang memberikan dedikasinya pada bangsa dan negara. Ia mengatakan, selama 72 tahun MPR dan DPR sebagai ASN telah menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang baik sehingga memunculkan citra baik di hadapan masyarakat. “Kami mengawal pelaksanaan tugas wewenang MPR yang berurusan dengan politik dan berhubungan dengan ketatanegaraan. Tantangannya ke depan semakin besar seiring dengan perkembangan demokrasi, politik dan dinamika masyarakat sendiri,” katanya. 

 

Di bawah kendali kepemimpinannya kinerja Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR mendapat banyak penghargaan, antara lain nilai maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) MPR sudah mencapai 3 dari awalnya 2,028 telah memenuhi tuntutan nasional dalam pencapaian tingkat maturitas, reformasi birokrasi berjalan bagus, serta pengelolaan anggaran yang juga bagus. “Hal tersebut merupakan pencapaian luar biasa berkat kerja keras dan berat di lingkungan Setjen MPR RI,” katanya dalam rapat koordinasi awal tahun 2019 Biro Humas Setjen MPR di Bogor, belum lama ini. Ma’ruf aktif mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Ia mengatakan, sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan perlu dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya, mengajak para blogger dan netizen untuk ikut memasyarakatkannya.

 

Ma’ruf mengaku sering berkunjung ke berbagai kota untuk bertemu dengan blogger dan netizen. Menurutnya, komunitas ini adalah generasi yang asyik dengan dengan dunianya. “Mereka menuangkan segala gagasan dalam blog dan media sosial. Mereka menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, lucuan, dan bentuk kreatif lainnya. Mereka orang yang cerdas yang menuangkan ide dan gagasannya sesuai dengan hal-hal yang disukai,” tutur Ma'ruf saat menjadi pembicara dalam Seminar Kebangsaan dengan tema "Tantangan Demokrasi Pancasila di Era Milineal" di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kemarin. Menurutnya pengaruh teknologi informasi lewat media sosial bisa berpengaruh terhadap generasi milenial Untuk itu, ia berharap agar pengaruh negatif dari perkembangan teknologi informasi tak merusak generasi milenal.  

 

Guna mencegah agar generasi ini tak teracuni pengaruh buruk media sosial, mereka pun perlu mendapat sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan. Ma’ruf meraih gelar doktor dari Universitas Jayabaya, Jakarta, 2018 lalu. Disertasinya berjudul "Haluan Negara Sebagai Dasar Pertanggung jawaban Presiden dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan Berdasar Prinsip Negara Demokrasi Konstitusional". Pada disertasinya tersebut Ma’ruf mengungkapkan, dalam upaya mewujudkan sistem pemerintahan negara yang demokratis konstitusional memerlukan haluan negara yang sesuai dengan tujuan bangsa. Indonesia sebelum perubahan UUD 1945 memiliki Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai haluan negara. GBHN merupakan konsep ketatanegaraan yang mengandung arah dan strategi penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara khususnya MPR dengan Presiden terkait pola pembangunan nasional yang menyeluruh dan berkelanjutan. Namun, pasca perubahan UUD 1945, GBHN tidak menjadi haluan negara dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.

 

Hilangnya GBHN berdampak pada hilangnya pernyataan kehendak rakyat sebagai haluan negara yang memberikan arah bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Hal ini berdampak juga pada penyebab hilangnya mekanisme pertanggung jawaban yang merupakan bagian esensial dari asas kedaulatan rakyat. GBHN sendiri merupakan produk hukum yang dibuat oleh lembaga penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, berarti GBHN pada hakikatnya merupakan produk kedaulatan rakyat itu sendiri. MPR sebagai lembaga permusyawaratan tertinggi merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. Semua aspirasi rakyat pun ditampung dalam lembaga ini. Maka dari itu, katanya, sudah semestinya GBHN sebagai haluan negara kembali ditetapkan oleh MPR.