Obsession Awards 2018 'Apresiasi Bagi Pemberi Inspirasi'

Oleh: Iqbal Ramdani () - 22 March 2018

Best State Institution

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

Naskah: Popi, Foto: Istimewa

Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai hasil yang memuaskan, antara lain keberhasilan BPK dalam menyelamatkan keuangan negara senilai Rp13,70 triliun pada semester I 2017 bahkan lembaga ini juga menjadi auditor eksternal bagi Badan Energi Atom Internasional periode 20162020. Dengan demikian, tak berlebihan jika Presiden RI Joko Widodo mengapresiasi kinerja BPK tersebut.

 

Selain itu, BPK juga telah melaporkan sekitar 447 temuan berindikasi pidana senilai Rp44,74 triliun kepada Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan KPK sebagai aparat penegak hukum, juga telah menerbitkan laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara sebanyak 120 kasus senilai Rp10,37 triliun dan US$2,71 miliar atau ekuivalen dengan Rp46,56 triliun. Menurut Jokowi, terpilihnya BPK menjadi auditor eksternal bagi Badan Energi Atom Internasional periode 2016-2020, merupakan wujud pengakuan internasional atas kinerjanya selama ini yang dipandang mampu bekerja secara maksimal. Predikat itu diraih setelah BPK bersinergi dengan aparat pengawasan internal pemerintah. Melalui sinergi itu, dapat diatasi kondisi pemeriksaan yang tumpang tindih yang terjadi beberapa tahun terakhir. Dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mencatat adanya peningkatan capaian opini WTP, hampir sekitar 70 persen pada tahun 2016. “Capaian opini pada LKPD telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah atau program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019,” kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara. 

 

Sebelumnya, BPK juga dipercaya sebagai auditor badan anti korupsi internasional (International Anti Corruption Academy/ IACA) bersama dengan Austria dan Rusia di mana secara khusus IACA memberikan kepercayaan kepada BPK sebagai ketua tim pemeriksa. Sementara BPK mencatat telah memberikan 463.715 rekomendasi yang membuat pemerintah, BUMN/BUMD dan Badan lainnya bekerja lebih tertib, hemat, efisien, serta efektif. “Dari seluruh rekomendasi tersebut, sebanyak 320.136 rekomendasi (69 persen) telah ditindak lanjuti sesuai dengan rekomendasi,” beber Moermahadi. Selama periode 2003 sampai dengan 30 Juni 2017, BPK juga telah melaporkan 447 temuan berindikasi pidana senilai Rp44,74 triliun kepada Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan KPK sebagai aparat penegak hukum. Dari jumlah temuan itu, 425 temuan senilai Rp43,22triliun (97 persen) telah ditindaklanjuti. Lebih lanjut, selama periode 2013 sampai dengan 30 Juni 2017, BPK telah menerbitkan laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara sebanyak 120 kasus senilai Rp10,37 triliun dan US$2,71 miliar atau ekuivalen dengan Rp46,56 triliun. 

 

Dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017 telah memuat 687 LHP, mengungkapkan 9.729 temuan yang memuat 14.997 permasalahan yang meliputi 7.284 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern, 7.549 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Ro 25,14 triliun, serta 164 permasalahan ketidakhematan, ketidakefesienan dan ketidakefektifan. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian berdasarkan hasil pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan, yaitu hilangnya potensi PNBP yang diterima pada periode 2009-2015 sebesar US$445,96 juta sebagai akibat dari pembayaran iuran tetap, royalti, dan royalti tambahan PT Freeport Indonesia yang menggunakan tarif dalam kontrak karya. Di antaranya sebanyak 17 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau pemegang working interest (partner) belum menyelesaikan kewajiban pajaknya sampai dengan Tahun Pajak 2015 senilai US$209,25 juta atau ekuivalen Rp2,78 triliun.

 

Sumbangan BPK pada peningkatan kerja ini telah memberikan 463.715 rekomendasi yang membuat pemerintah, BUMN dan BUMD dan badan lainnya bekerja lebih tertib, hemat, efisien, serta efektif. Dari seluruh rekomendasi tersebut sebanyak 320.136 rekomendasi atau 69 persen telah ditindaklanjuti. Data BPK menyebutkan sebanyak 74 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) memperoleh opini WTP alias 84 persen. Menurutnya, capaian tersebut mendekati target sasaran pokok pembangunan tata kelola dan birokrasi hingga 2019 sebesar 95 persen. Sedangkan, 8 LKKL memperoleh opini Wajar dengan Pengecualian sebanyak 9 persen. Serta, 6 LKKL memperoleh opini tidak menyatakan pendapat sebesar 7 persen. “Indeks opini atas capaian tingkat perolehan opini WTP pada pemeriksaan tahun 2017 adalah 3,70 masih di bawah target bidang reformasi keuangan negara yang ditetapkan dalam RPJMN 20152019 sebesar 3,88,” ujarnya.

 

Berbeda dengan laporan keuangan daerah, capaian LKPD telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah. Menurutnya, pemerintah provinsi dengan opini WTP sejumlah 91 persen dari target sebesar 85 persen. Kemudian pemerintah kabupaten sebesar 66 persen dari target 60 persen. Serta pemerintah kota sebesar 77 persen dari target 65 persen. Dari hasil evaluasi reformasi birokrasi yang dilakukan terhadap 82 kementerian atau lembaga (K/L) baru ada dua yang meraih predikat A, yakni Kementerian Keuangan dan satu lagi adalah BPK. BPK pun, kata Moermahadi, setidaknya telah melakukan pemantauan terhadap 463,715 rekomendasi hasil pemeriksaan senilai Rp285,23 triliun. Namun, sebanyak 320.136 rekomendasi yang sesuai dengan rekomendasi senilai Rp132,16 triliun.

 

Menurutnya, dari sejumlah entitas yang diperiksa BPK sepanjang semester I di periode 2017 beberapa lembaga telah menindaklanjuti rekomendasi BPK. Di antaranya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Arsip Nasional. Pada awal 2017, saat BPK genap berusia 70 tahun, BPK juga berhasil menyelesaikan penyempurnaan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) 2007 yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017. Peraturan BPK ini, SPKN mengikat BPK maupun pihak lain yang melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Tentu ini akan bermanfaat bagi pengelolaan keuangan negara yang lebih baik, akuntabel, transparan, ekonomis, efisien, dan efektif. Dengan demikian akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.