Figur Unggulan di 74 Tahun Indonesia Merdeka

Oleh: Syulianita (Editor) - 09 August 2019

Naskah: Subhan Husaen Albari Foto: Sutanto/Istimewa

 

“Saya berprinsip bahwa prajurit tidak ada yang salah, kesalahan itu selalu ada pada jenderal. Dengan begitu, anak buah tidak akan takut untuk berkreasi, tidak takut mengambil keputusan. Jadi, teruslah berbuat baik maka hasilnya akan baik.”

 

Ucapan ini bisa menggambarkan bagaimana seorang Budi Noviantoro memimpin PT Industri Kereta Api atau PT INKA (Persero). Melambungnya nama INKA dalam industri perkretaapian di Asia tak lepas dari gebrakan pria kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, 17 November 1960 itu. Meski belum ada dua tahun memimpin, nyatanya potret kesuksesan INKA sudah bisa dilihat dan dirasakan oleh negara-negara tetangga. Tidak mau berhenti di situ, ia pun bertekad bisa memberikan hasil lebih untuk terus mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.

 

Sepak terjang Budi dalam membangun karier di industri perkretaapian tidak lepas dari pengalamannya bekerja di PT Kereta Api Indonesia (KAI) sejak 1986 atau 32 tahun. Namun, basic Budi sebenarnya dibidang infrastruktur. Selama 12 tahun, ia pernah memimpin proyek untuk membangun jalan kereta api lintas utara. Pernah juga menjadi Kepala Divisi III Palembang, Direktur Perencanaan, Direktur Utama KAI Logistik, sampai akhirnya ia dipercaya oleh Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai Direktur Utama INKA. Dengan segudang pengalaman itu, ia merasa ilmunya komplit karena pernah merasakan bekerja di infrastruktur, operasional, dan saat ini di perencanaan. 

 

Di awal kepemimpinanya di INKA, kebijakan yang diterapkan adalah mendorong produksi kereta api Indonesia go public ke negeri luar. Budi berfikir tidak mungkin selamanya Indonesia beli kereta api dari luar. Sebagai pabrik, berusaha membuat kereta api adalah keniscayaan yang wajib dilakukan agar industri kereta api Indonesia tetap maju. Adapun mempromosikannya bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti mengirim pesan ke operator kereta api di luar negeri atau ikut lelang. Bahkan, bila perlu mendatangi langsung ke negara tujuan yang akan di sasar, seperti Banglades, Filipina, dan negara-negara Afrika.

 

“Waktu itu saya berfikir kalau kereta api sudah kami beli, baru semua, pertanyaanya terus kita mau apa? Untuk menunggu kereta api itu rusak kan butuh waktu lama bertahun-tahun, tidak mungkin selama itu kami menganggur maka satu-satunya jalan adalah kami harus buat kereta api, berani keluar dan produksi karena tidak mungkin selamanya kereta api harus beli, padahal Indonesia punya pabriknya. Potensi ini yang harus dimaksimalkan,” ujar Budi saat ditemui Men’s Obsession di ruang kerjanya. 

 

Untuk negara-negara berkembang, Budi cukup yakin produksi kereta api Indonesia atau INKA bisa diterima. Sebab, kereta api masih menjadi moda transportasi yang paling banyak diminati masyarakat di negara-negara dunia. Selain harganya murah, kereta api juga lebih terasa aman, nyaman, dan jauh dari kata macet. Mengingat kebutuhan kereta api ke depan sangat besar maka INKA dengan segala kemampuan dan potensinya sudah sangat siap menyambut persaingan bisnis kereta api di kancah dunia. Ia juga sudah berkeliling ke negara-negara Afrika dan Asia, bersyukur banyak negara yang tertarik dengan produksi INKA. “Yang terpenting adalah kemauan!” tegasnya. 

 

Saat ini INKA sudah mengerjakan produksi 438 kereta pesanan PT KAI yang akan dioperasikan di Tanah Air, salah satunya 31 trainset LRT (Light Rail Transit) untuk Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek). LRT Jabodebek merupakan salah satu proyek strategis pemerintah dalam rangka memberikan kemudahan dan kecepatan transportasi kepada masyarakat, yang nilai kontrak proyeknya mencapai Rp3,9 triliun dengan jumlah mencapai 31 rangkaian atau 186 kereta. INKA juga sukses membangun LRT Palembang. Kemudian, menggarap 50 pesanan kereta api untuk Banglades, lalu empat trainset KRD (Kereta Rel Diesel), tiga kereta lokomotif, dan 15 unit kereta penumpang untuk Filipina dengan nilai kontrak Rp800 miliar. 

 

Dengan banyaknya pesanan dari luar, Budi percaya diri Indonesia ke depan mampu bersaing dengan negara-negara maju. Saat ini kualitas persaingan bisnis KAI masih mendapat nilai 7. Artinya, kata Budi, Indonesia masih lolos bersaing di tingkat global. Namun, ia tidak mau berhenti di situ, ia mau produksi INKA naik kelas ke nilai 9 bahkan sampai 10. Untuk itu, ia butuh peningkatan kapasitas baik dari infrastruktur dan kualitas SDM. Salah satunya, pembuatan pabrik besar di Banyuwangi. Kemudian, kerja sama dengan dunia akademik, seperti Poltek Madiun, UGM, ITB, ITS, UI, dan lainnya dalam hal penguatan SDM. “Yang patut kita syukuri Alhamdulillah, INKA betul-betul dari nol, dari desain, pembelian komponen, merakit sampai ngunci, dan segala macam. Pokoknya dari A sampai Z, kami yang buat,” ungkapnya.

 

Potensi lain yang bisa menjadi nilai tambah adalah INKA satu-satunya pabrik kereta api yang ada di ASEAN. Sehingga, pangsa pasar terbuka lebar. Anak-anak perusahaan INKA bisa jadi operator untuk negara-negara ASEAN dan mereka bisa membeli sarana-prasarana di INKA. Tidak hanya itu, INKA kini semakin dikenal dan diminati anak-anak muda, ditandai dengan jumlah pelamar kerja yang begitu besar. “INKA memang membutuhkan anak-anak muda atau milenial yang punya gagasan inovasi yang tinggi. Disadari untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 diperlukan pemikiran anak muda,” urainya.

 

Setiap Minggu, Budi rutin melalukan pertemuan dengan anak-anak muda, mengajak mereka berfikir out of the box, berani mengambil keputusan. Selain menjunjung integritas, kerja keras, dan cerdas, itulah filososi yang selalu dipegang Budi. Hal yang ingin diwariskannya kepada generasi selanjutnya adalah bisa menjadi contoh yang baik dan berani berinovasi. Beberapa inovasi yang tengah digarap INKA dari anak-anak muda ini adalah membuat kereta dengan sistem trem baterai. Terakhir ambisinya dalam memimpin INKA adalah Indonesia bisa membuat kereta api cepat pada 2025 dengan prototype dan teruji.