Figur Unggulan di 74 Tahun Indonesia Merdeka

Oleh: Syulianita (Editor) - 09 August 2019

Naskah: Giattri F.P. Foto: Istimewa

 

Sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), ia sukses menjadikan HIPMI sebagai mitra pemerintah dalam memperjuangkan kepentingan pengusaha muda agar lebih berdaya saing.

 

pak terjangnya sebagai Ketua Umum HIMPI terbilang mumpuni, misalnya bersama jajaran pengurusnya, ia begitu gigih mendorong percepatan pembahasan rancangan undang-undang kewirausahaan nasional (RUU Kewirausahaan). Percepatan RUU Kewirausahaan sebagai salah satu upaya mengatasi kesenjangan penguasaan aset atau kekayaan negara yang selama ini sebanyak 50,3 persen masih dikuasai oleh masyarakat kaya. “Negara harus hadir untuk meningkatkan pemerataan ekonomi. Memperhatikan struktur ekonomi kita, ratio gini dan lain-lain, termasuk menekan gap antara pertumbuhan dengan pemerataan,” terang pria kelahiran 7 Agustus 1976 ini.

 

Bahlil memaparkan, ketimpangan penguasaan lahan menjadi masalah sosial serius bagi negara. Sebab itu, sedini mungkin kesenjangan tersebut mesti diperkecil atau diatasi sehingga memunculkan keseimbangan baru dalam ekonomi nasional.  Bahlil mengatakan, perekonomian nasional terus tumbuh positif sebab ditunjang oleh potensi dan stabilitas yang kuat. Namun, pertumbuhan tidak berlangsung dengan sehat sebab pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh sekelompok orang. 

 

“Ekonomi terus tumbuh, tetapi dikuasai sekelompok orang dan hanya menguntungkan segelintir kalangan orang atau terjadi oligarki dan monopoli dalam perekonomian,” ujar Bahlil.   Adapun urgensi percepatan pembahasan RUU Kewirausahaan, pertama untuk mendorong percepatan pertumbuhan wirausaha nasional terutama pertumbuhan wirausaha muda di Indonesia. Kedua, dapat menaikkan kelas usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi pelaku usaha besar.

 

“Kami mempercepat lahirnya wirausaha nasional, terutama wirausaha muda. Lalu, dapat menaikkan kelas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi pelaku usaha besar serta meningkatkan nasionalisme wirausahawan sehingga dapat memperkuat kualitas perekonomian nasional,” tutur Bahlil. HIPMI mengusulkan draft RUU ini sebanyak 55 pasal yang diawali dari 258 daftar isian masalah (DIM) dan sekitar 60 DIM baru dimasukkan oleh HIPMI. Meski ia dikenal dekat dengan Jokowi, tetapi Bahlil tak segan untuk menyampaikan kritik apabila ada kebijakan pemerintah yang tak pro terhadap UMKM. Misalnya, terhadap Paket Kebijakan Ekonomi 16 yang diumumkan Menko Perekonomian Darmin Nasution, khususnya berkaitan dengan relaksasi atau pencabutan DNI 54 bidang usaha. 

 

Ada beberapa alasan yang membuat Bahlil menolak tegas kebijakan tersebut. Pertama, ia menganggap selama ini Jokowi sudah dikenal berkontribusi membesarkan UMKM kita. Sehingga, ia tak ingin kebijakan yang diinisiasi Menko Darmin ini mencoreng prestasi Presiden Jokowi mengembangkan UMKM selama ini. “Bagaimana selama ini sepak terjang Pak Jokowi mengembangkan UMKM kita, di antaranya soal kredit UKM dari 22 persen menjadi 7 persen, kredit tanpa agunan Rp5 juta s/d Rp25 juta, pajak UMKM dari 1 persen menjadi hanya 0.5 persen, dan RUU Kewirausahaan untuk memajukan dunia usaha UMKM Indonesia,” urainya. Kedua, Bahlil menyadari betapa besar peran UMKM selama ini bagi perekonomian nasional. Di banyak forum ia mengingatkan bahwa kontribusi UMKM sangat besar terhadap perekonomian nasional. Jumlahnya juga sangat besar, yaitu mencapai 99 persen. Artinya, UMKM ini adalah hajat hidup orang Indonesia.

 

Sebagai nakhoda organisasi pengusaha muda terbesar di negeri ini yang sebagian besar anggotanya adalah pelaku UMKM, Bahlil memiliki tanggung jawab moral besar untuk berada di baris terdepan membela eksistensi dan perkembangan UMKM di negeri ini. Sehingga, kritik keras yang ia sampaikan terhadap Paket Kebijakan Ekonomi 16 terkait pencabutan DNI bukan saja kewajaran. Namun, menjadi kewajiban bagi dirinya. Lebih lanjut Bahlil mengatakan, apa saja yang masih kurang dan harus diperbaiki oleh pemerintahan ke depan untuk menambah konglomerat baru, meregenerasi konglomerat baru, meningkatkan pengusaha baru.

 

“Pertama, keinginan Pak Jokowi kan besar. Kedua, harus jujur diakui bahwa masih banyak regulasi kita yang menghambat. Ketiga, pembantu-pembantu presiden harus punya kemampuan eksekusi untuk melahirkan konglomerat itu. Keempat, harus melepaskan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Harus mengedepankan kepentingan nasional. Tatkala seseorang membuat suatu kebijakan, tetapi terbayang-bayang dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya maka yakinlah bahwa kepentingan yang lebih besar akan terabaikan,” tegasnya. Lalu, sambungnya, yang tak kalah penting harus punya hati. “Tulus atau tidak, untuk mengangkat anak-anak muda ini menjadi konglomerat atau tidak, team work yang bagus," imbuhnya.

 

Bahlil adalah salah satu nama yang digadang-gadang menjadi pembantu Presiden Jokowi. Bahkan, dalam acara buka puasa bersama HIMPI, beberapa waktu lalu, Jokowi menyebut putra asal Papua ini cocok menjadi menteri. “Adinda Bahlil ini kelihatannya cocok jadi menteri,” kata Jokowi. RI-1 menilai Bahlil adalah pemuda yang cerdas sehingga pantas jika menjadi menteri. Ketika ditanya, apakah tertarik untuk menerima panggilan dari Ibu Pertiwi menjadi menteri, dengan lugas ia menjawab,“Sekali lagi saya katakan bahwa jangan kita berandaiandai untuk masuk kepada wilayah yang bukan kewenangan kita, urusan kabinet itu urusan presiden, hanya Pak Presiden dan Allah SWT yang tahu, kita tidak boleh masuk pada ruang itu, tugas kita menjadi pengusaha itu juga bagian dari pengabdian,” pungkas Bahlil.