Legislator Berdedikasi 2018

Oleh: Iqbal Ramdani () - 15 August 2018

Naskah: Arif Sofiyanto Foto: Sutanto/Dok. Pribadi

Ia dikenal sebagai sosok yang humoris, namun ia begitu serius dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Terlebih jika bicara soal narkoba, politisi Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P) ini begitu keras dalam upaya memberantas barang haram tersebut. Karenanya, di sela tugas sebagai Anggota Komisi II DPR RI, ia gencar melakukan penyuluhan antinarkoba.

 

K.H.R Henry Yosodiningrat identik sebagai pengacara sukses dan pendiri lembaga antinarkoba garda terdepan di negeri ini: Granat (Gerakan Nasional Anti Narkotika). Pada Pemilihan Legislatif periode 2014 – 2019, ia terpilih menjadi Anggota DPR RI Fraksi PDI-P dari Daerah Pemilihan Lampung II: Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Mesuji, dan Kabupaten Tulang Bawang Barat. Di Senayan, ia ditempatkan di Komisi II yang lingkup tugasnya meliputi, Dalam Negeri, Sekretariat Negara, dan Pemilu. Pengacara flamboyan ini berhasil mengawal dan mengesahkan berbagai Rancangan Undang-Undang, antara lain RUU Karantina Kesehatan, RUU Kewirausahaan Nasional, RUU Pengampunan Nasional, RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Pertanahan, RUU Pilkada, dan Revisi UU MD3.

 

Saat pembahasan RUU Karantina Kesehatan, Henry menilai jika arogansi sektoral dari Bea Cukai jika dibiarkan akan menghambat hukum. Bea Cukai khawatir mendapat kurang kewenangan dengan adanya Kesehatan. Maka dari itu, ia mendorong untuk dilakukan revisi UU yang ada, hal tersebut disinyalir bakal masuknya narkoba ke dalam peti kemas. Kepabeanan dan Cukai harusnya bertanggung jawab karena ada negara dalam negara. Dalam pembahasan RUU Kewirausahaan Nasional, Henry berpesan agar jangan ada hal yang membuat Pemerintah menghambat wirausahawan.  Sementara dalam pembahasan RUU Pengampunan Nasional, ia mengusulkan penggunaan hak inisiatif DPR RI atas RUU Pengampunan Nasional dimasukkan dalam Prolegnas 2015. 

 

Henry juga mengevaluasi kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (MewnATR/ BPN). Kala itu, ia mempersoalkan target penyelesaian sengketa di Lampung pada tahun 2015 sekitar 25 kasus, tetapi realisasinya hanya 15 kasus dan tidak tidak terlihat penyelesaiannya.  Kendati demikian, ia meminta Menteri ATR/BPN untuk berpihak kepada rakyat, serta memerhatikan masalah pencaplokan lahan rakyat di Lampung yang dilakukan oleh perusahaan raksasa dengan harga pembayaran yang sangat tidak sesuai. Ia juga mengkritisi Dana Aspirasi Rp20 miliar per Anggota DPR. Sebagai Anggota Badan Legislatif DPR RI, ia menilai wacana setiap anggota DPR mendapat jatah Rp20 miliar per tahun untuk mengusulkan program adalah menyalahi aturan.

 

Di parlemen, Henry menjadi salah satu Anggota Pansus KPK, ia tak segan mengkritisi lembaga antirasuah tersebut jika dianggap tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Saat pembahasan RUU KPK, ia meminta penjelasan kepada Pengusul tentang Pasal 12 hingga 13, ada sisipan 6 pasal di sana. Ia merasa penyisipan tersebut cenderung melemahkan, padahal baginya, upaya revisi itu dilakukan untuk penguatan KPK bukan malah melemahkan. Saat ini, dirinya dipercaya menjadi Anggota Panita Ad Hoc Amandemen UUD Negara RI tahun 1945. 

 

Menjabat sebagai Ketua Umum GRANAT membuat Henry paham akan tugas yang harus dikerjakannya untuk memberantas peredaran narkotika yang menyebabkan banyak korban melayang, maka dari itu saat pembahasan  Revisi UU Narkotika, ia menyatakan kondisi narkoba memang sudah sangat darurat sehingga harus segera ada penanganan yang serius, setidaknya setiap hari ada 50 orang anak bangsa meninggal dunia akibat narkoba. Sebanyak 6-7 juta orang ketergantungan atau pengguna narkoba. Maka dari itu, ia menyarankan segera dilakukan revisi UU tentang Narkotika atau Presiden terbitkan Perppu. Sebagai ahli hukum, ia sempat menjadi narasumber pemerintah dalam penyusunan uji materi UU Narkotika di Mahkamah Konstitusi (MK) dan sebagai anggota Panitia Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Perubahan atas UU 22/1997 tentang Narkotika. Pendapat Henry-lah yang akhirnya dipakai hakim MK untuk tetap memberlakukan hukuman mati.

 

Di luar tugasnya sebagai wakil rakyat, ia juga sibuk menjalani pengabdian dalam pemberantasan narkoba. Ia konsen memberikan penyuluhan tentang bahaya narkoba dan memberikan motivasi kepada kalangan pelajar, seperti yang dilakoninya baru-baru ini saat menyambangi konstituennya. Hampir 10.000 pemuda di sana, ia berikan pemahaman tentang bahaya narkoba. “Tapi lebih dari itu, saya terpanggil untuk secara langsung bertatap muka dengan para pelajar seusia cucu pertama saya dan generasi muda di desa untuk memberikan motivasi kepada mereka,” terangnya.

 

Selama hampir seminggu, ia berkeliling ke beberapa sekolah di Lampung. Pria berkacamata itu bahkan rela menempuh perjalanan jauh dengan infrastruktur yang rusak parah. “Rata-rata dari satu tempat ke tempat lain, bisa memakan waktu kurang lebih 4 jam perjalanan,” papar alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut. Semangat Henry tak pernah surut dalam upaya pemberantasan narkoba, bahkan acapkali menomerduakan kepentingan dirinya sendiri, seperti kala usai memberikan penyuluhan di salah satu SMK di daerah konstituennya, kakinya cidera, hingga ia sulit berjalan. “Hasil rontgen di Rumah Sakit Umum (RSU) Metro ternyata ada tulang yang retak,” tuturnya. 

 

Kendati demikian, kegiatan penyuluhan yang sudah terjadwal untuk seminggu ke depan terpaksa batal karena ia harus berobat ke Jakarta. “Setelah sembuh, saya akan kembali lagi dan melanjutkan tugas mengabdi untuk bangsa,” ungkap Henry semangat. Henry menggarisbawahi, tujuannya melakukan penyuluhan antinarkoba agar kelak para pelajar itu menjadi pemimpin yang amanah di negeri ini. “Dan menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang besar,” imbuhnya. Ia pun menegaskan, apa yang ia lakukan itu tak ada kaitannya dengan kampanye untuk meraup suara di dalam Pemilu (baik Pileg maupun Pilpres). Pasalnya, generasi muda yang ia sambangi adalah anak pelajar yang usianya masih di bawah 17 tahun, mereka belum mempunyai hak pilih pada pemilu bulan April 2019 mendatang. “Semua itu saya lakukan semata-mata merupakan bagian dari kegiatan mengabdi untuk Bangsa,” pungkasnya.