Legislator Berdedikasi 2018

Oleh: Iqbal Ramdani () - 15 August 2018

Naskah: Arif Rahman Hakim Foto: Dok. Pribadi

PDI Perjuangan (PDI-P) memiliki banyak kader wanita yang tangguh. Salah seorang di antaranya Risa Mariska, S.H. Betapa tidak? Sosok yang telah memakan asam garam di dunia hukum, sebagai wakil rakyat yang duduk di Komisi III DPR yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan, ia banyak menuai prestasi.

 

Semula Risa adalah pengacara. Hingga suatu ketika, hatinya terketuk untuk berbuat lebih banyak untuk negeri ini. Ia pun memutuskan terjun ke pentas politik dan bergabung dengan PDI-P. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri memberi kepercayaan kepada Risa menjadi calon anggota legislatif (caleg) tingkat DPR RI pada Pemilu 2014. Ia ditempatkan di daerah pemilihan Jawa Barat VI yang meliputi Kota Depok dan Kota Bekasi dengan nomor urut 6. Pemilu 2014 merupakan kebangkitan PDI-P. Partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih ini keluar sebagai pemenang dengan mengantongi 23.681.471 suara (18,95%) dan mendapat 109 kursi di DPR.

 

Ia termasuk yang memperoleh kursi di DPR dengan perolehan 27.578 suara. Perempuan kelahiran 9 Desember 1979 ini ditempatkan di Komisi III DPR, sesuai dengan latar belakangnya. Dalam mengemban amanat sebagai wakil rakyat, ia dikenal kritis dan terbilang banyak menorehkan prestasi, antara lain ikut terlibat menyelesaikan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Tak hanya itu, ia pun turut andil merampungkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Risa menuturkan, sebelum disahkan, UU terkait pemberantasan tindak pidana terorisme tersebut menjadi RUU yang menyedot perhatian publik. Pada 24 Mei 2018, Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme mengadakan rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Agenda rapat saat itu adalah laporan Panitia Kerja (Panja) kepada Pansus dan pengambilan keputusan tingkat 1.

 

Dalam raker tersebut, Risa mengatakan, tindak pidana terorisme tergolong tindak pidana serius terhadap aspek kehidupan. Oleh karena itu, pemberantasan terorisme perlu dilakukan kesinambungan searah dan paripurna, serta pendekatan aspek hukum sosial budaya dan ekonomi. Terjadi serangan simultan dimulai Mako Brimob di saat rancangan ini tengah dibahas, dan beberapa tempat lainnya, maka menurut Risa negara tidak boleh kalah. Risa menegaskan bahwa presiden memiliki tanggung jawab atas kedaulatan dan keamanan negara, terorisme melawan kewibawaan negara, maka harus diberantas habis. “Terorisnya melawan HAM dan kejahatan manusia yang luar biasa, maka harus melibatkan seluruh aparat negara dalam penanggulangan. PDI-P memberikan persetujuan terhadap RUU Terorisme menjadi Undang-undang untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II di paripurna,” tandas Risa. Perjuangan Risa bersama koleganya di Komisi III berbuah manis, akhirnya rapat paripurna DPR resmi menyetujui RUU Terorisme menjadi UU.

 

Sikap kritis Risa juga ditunjukkan terhadap wacana pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polri. Ia dengan lugas tidak setuju jika dibentuknya Densus Tipikor Polri bertujuan menyaingi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya Densus Tipikor ini perlu diperkuat dan diperjelas lagi, sehingga tidak menimbulkan kesan pelemahan KPK di masyarakat. “Saya ingin Densus Tipikor ini tidak untuk saling berkompetisi dengan KPK. Domain-domainnya harus kita pisahkan. Contohnya, domain KPK dan Densus Tipikor berbeda,” tegas wanita ayu itu.

 

Meski terhitung ‘hijau’ di dunia politik, Risa banyak diberi kesempatan untuk memimpin oleh para senior. “Tahun lalu, saya dipercaya menjadi wakil pemimpin revisi undang-undang tentang paten. Alhamdullilah, di periode pertama ini saya sudah belajar banyak hal, antara lain mengenai politik regulasi, politik anggaran dan pengawasan," ujarnya. Selain ditempatkan di Komisi III, ia juga pernah menduduki posisi-posisi yang cukup strategis, seperti Mahkamah Kehormatan Dewan. Di dalam pembahasan Undang Undang di Komisi III, Risa juga masuk dalam Tim Panja RUU KUHP dan RUU Jabatan Hakim.

 

Di tengah kesibukannya di DPR, Risa juga banyak menghabiskan waktu untuk terjun ke masyarakat, khususnya di daerah pemilihannya, Depok. Ia menaruh perhatian dengan berbagai persoalan sosial, salah satunya membantu pembangunan tempat ibadah. Menurutnya, perkembangan pembangunan perumahan yang sangat cepat harus diimbangi dengan ketersediaan rumah ibadah, bahkan bila perlu setiap pengembang perumahan diwajibkan untuk membangun tempat ibadah. Ia juga menolak keras, jika pembangunan rumah ibadah dipersulit oleh pemerintah dan siap memberikan pendampingan hukum untuk masyarakat yang menjadi korban.

 

Pemilu 2019 mendatang diikuti 20 partai politik (parpol), meningkat dari Pemilu 2014 yang diikuti 15 parpol. Risa mengatakan, bertambahnya parpol baru harus dipandang sebagai kemajuan pola pikir dan paradigma masyarakat terhadap partai politik. “Artinya masyarakat sudah menyadari bahwa kehidupan kita tidak luput dari keputusan politik. Karenanya, pengambilan keputusan politik juga harus melihat manfaatnya bagi masyarakat luas,” terang Risa.

 

Sebagai anggota Fraksi DPR PDI-P, apa saja yang perlu ditingkatkan partai dalam rangka melaksanakan amanat rakyat? “Sebagai petugas partai di lembaga legislatif, Ibu Ketua Umum selalu mengingatkan kita agar senantiasa turun ke daerah pemilihan pada saat masa reses, Tujuannya adalah mengenal dan mengetahui apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian keadilan sosial bagi masyarakat dapat tercapai seperti yang termaktub dalam Pancasila,” jawab Risa. Berkat kegigihannya dalam memperjuangkan aspirasi rakyat di gedung parlemen, ibu dua anak ini mendapatkan penghargaan 'Best Achiever in Women Legislators 2018' dari Majalah Women’s Obsession di Jakarta. Tentu penghargaan itu membuatnya semakin bersemangat bekerja.