14 CEO PILIHAN

Oleh: Iqbal Ramdani () - 19 February 2018

Naskah: Albar, Foto: Istimewa

Dialah salah satu Chief Executive Officer terbaik di negeri ini. Betapa tidak, sejak PT Angkasa Pura II (Persero)/ AP II dipimpinnya, aksi korporasi perusahaan pelat merah tersebut semakin dinamis. Ia tak hanya mendorong modernisasi pengelolaan bandara sehingga world class airport, tetapi juga menyebabkan ekspansi bisnisnya lebih berkembang.

 

Seiring dengan kenaikan jumlah penumpang pesawat dari tahun ke tahun, AP II terus berupaya melakukan transformasi guna menciptakan perbaikan di segala aspek bisnisnya. Termasuk mengoptimalkan pelayanan bagi para penumpang di sejumlah bandara yang dikelola AP II. Inilah tugas berat Muhammad Awalludin sebagai Direktur Utama AP II untuk terus merumuskan pelayanan yang baik di bandara miliknya sesuai dengan kebutuhan jaman. Sebab, pelayanan yang baik dari segala aspek diyakini Awalludin bisa meningkatkan jumlah pendapatan perusahaan. 

 

Untuk merealisasikan itu, strategi fokus pada customer centric organisation sengaja diambil AP II sebagai langkah besar untuk menyesuaikan diri pada dinamika bisnis yang berkembang saat ini. AP II  menjalankan lini bisnisnya untuk memberikan infrastruktur bandara terbaik di Indonesia dan mempertajam kompetisinya dari  sisi pelayanan yang diberikan. Indikator keberhasilan AP II bisa dilihat dari tiga hal pertama, level of service, kedua tingkat kenyamanan, dan nilai tambah atau pendapatan.

 

Di bawah kepemimpinan Awalludin pendapatan AP II sebesar Rp8,2 triliun sepanjang tahun 2017. Jumlah ini naik dari target yang ditentukan, yaitu Rp7,6 triliun. Pada 2018, Awalludin menargetkan pendapatan sebesar Rp9,2 triliun atau naik sekitar 20% dari tahun 2017. Pertumbuhan pendapatan pada tahun 2018 menurutnya akan didorong terutama dari melonjaknya porsi pendapatan dari jasa komersial (nonaero) menjadi sekitar 45%, dari sebelumnya kurang dari 40%, Penilaian customer services satisfication index AP II juga mencapai angka 4,30, melampaui target. Visi AP II menjadi to be connected smart airport in the region, mengacu pada standar internasional, salah satunya Airpot Service Quality. Dampaknya dari 13 bandara yang dikelola, rata-rata AP II mendapatkan nilai di Q3 sebesar 4,4. Ada 3 bandara berstandar internasional yang dikelola AP II, yaitu bandara di Pontianak, Jambi, dan Tanjung Pinang. Tiga bandara ini berdasarkan kategori ASQ mendapat ranking 1 dan 2 dunia.

 

Untuk kategori yang dilansir Skytrax, AP II memiliki berapa bandara yang mendapatkan ranking internasional, seperti Soekarno-Hatta sebagai 'The Most Improve Airport' yang mendapatkan bintang 3, Kualanamu bintang 4, Pekanbaru bintang 4, Palembang bintang 4. Awalludin menyebut setidaknya saat ini sudah ada 7 bandara AP II dari 13 bandara yang sudah terdorong menjadi bandara internasional.  AP II sangat terbuka untuk menerima masukan dari masyarakat. Sistem whistle blower dilakukan melalui media sosial, contact center, kontak saran dan komunitas untuk memviralkan perbaikan yang telah dilakukan. Transformasi layanan terbaru adalah airport helper yang gratis untuk memberikan pelayanan kepada penumpang. “Ke depan kami akan meluncurkan premium airport helper dengan kategori premium service dan berbayar melalui sistem booking,” kata Awalludin.  

 

Tanggung jawab baru bagi AP II, yaitu pengelolaan bandara di Banyuwangi di tahun 2018. Akuisisi organik untuk mengelola bandara Banyuwangi dapat menambah aset dan trafik. Strategi lain perusahaan adalah dengan masuk ke bisnis perkebunan sebagai pengembangan portofolio. “Lainnya adalah digital business karena jiwa kami ada di sana. Bagaimana kami akan monetizing 100 juta traffic passenger. Opportunity tersebut ada dan kami membangun, menyiapkan SDM serta people development yang akan mengisi area ini,” jelasnya. Saat ini komposisi revenue terdiri dari kontribusi aero 62% dan non-aero 38%.  Tahun 2020 akan berubah  revenue streamnya dengan komposisi non-aero sudah di atas 50% dan aero  di bawah 50%. Menurut Awaluddin, cara cepat untuk mewujudkannya adalah fokus pada nonorganic business. Memang tidak semuanya akan dibawa ke sana, sebab non-aero akan didorong oleh anak perusahaan. “Hasilnya sudah tampak, tahun lalu kontribusi anak perusahaan terhadap pendapatan kami sebesar 5%. Harapannya di tahun ini menembus 12%, karena sampai September sudah 10%,” paparnya.

 

Sesuai aturan internasional diharuskan kontribusi non-aero lebih besar dari aero. Kondisi Indonesia belum seperti itu, masih mengandalkan tarif dan pertumbuhan penumpang yang rentan terhadap pengaruh ekonomi. “Hal ini akan kami lakukan untuk membesarkan space bandara di Palembang, Jambi. Tahun 2020 nanti rencananya akan mulai membangun terminal 4 yang menampung 40 juta penumpang,” jelasnya. Untuk menggenjot bisnis aero dan nonaero, AP II mencanangkan program ‘Airport Growth Faster’ ini ditandai sejak 2017 yang telah menjalankan digitalisasi infrastruktur bandara. Ia ingin perusahaan yang dipimpinnya konsisten mengembangkan fasilitas layanan di seluruh bandara AP II, sehingga mampu mencapai target jumlah penumpang pada tahun 2018 yang menembus 108 juta penumpang, meningkat dari realisasi tahun 2017 sekitar 100 juta penumpang. 

 

Guna memenuhi target-target 2018 tersebut, AP II mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) untuk investasi sekitar Rp18,7 triliun, termasuk di antaranya Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp3,5 triliun. Alokasi investasi terbesar itu untuk pengembangan usaha dan pengembangan bandara baru. Karena itu pihaknya harus mampu melayani maskapai dan penumpang, ia menyatakan alat produksinya sudah sangat siap. Ia juga menuturkan ada tiga hal yang harus diperhatikan, yakni semakin meningkatnya kapasitas bandara dan kapasitas permintaan, pembangunan sisi soft infrastructure alias teknologi digital, dan membangun digital society yang melibatkan para pengguna jasa AP II. Satu per satu tantangan tersebut coba diatasi Awaluddin. Misal tantangan infrastruktur yang paling krusial akan diatasi dengan konsep Leading Supply Infrastructure. Dengan konsep tersebut, pembangunan atau peningkatan kapasitas bandara dilakukan hingga 40% lebih atau jauh di atas prediksi laju penumpang tahunan.