15 CEO Pilihan 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 22 February 2019

Naskah: Subchan Husaen Albari Foto: Edwin B.

Berada di posisi tertinggi memegang perusahaan pembiayaan terkemuka di Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri bagi sosok Hafid Hadeli. Pria berbadan tegap ini memiliki beragam kiat jitu untuk membawa Adira Finance ke arah lebih maju. Terbukti dengan semangat dan segudang pengalaman yang dimiliki,  Direktur Utama Adira Finance ini mampu menciptakan keseimbangan, sehingga perusahaan tetap dalam kondisi sehat. Bahkan, capaian bisnisnya jauh melebihi target.

 

Bergabung dengan Adira Finance sejak 2005 sebagai Direktur Keuangan, Hafid pernah merasakan di mana perusahaan mengalami penurunan penjualan dan piutang mulai di akhir 2014 hingga 2016. Hal ini terjadi seiring dengan melemahnya ekonomi nasional yang berdampak pada menurunnya daya beli otomotif masyarakat. Di tengah situasi yang sulit itu, manajemen bertekad mengajak kepada semua stakeholder Adira Finance guna melakukan transformasi secara kaffah atau menyeluruh. Penataan kembali dilakukan baik di tingkat manajemen produksi, pemasaran, dan keuangan berbasis transformasi digital. “Atas dasar itu kita canangkan, kita harus berubah untuk melakukan transformasi bagaimana kita mengatasi pelemahan ekonomi. Yang pertama, kita lakukan adalah melakukan perubahan organisasi dan digitalisasi layanan. Jadi, kalau dulu layanan banyak menggunakan kertas, persetujuan juga menggunakan kertas, waktu terasa menjadi lebih lama. Nah, dengan adanya teknologi semua menjadi paperless. Sehingga, proses percepatan persetujuan kami jadi lebih meningkat. Kami pun menjadi pilihan dari customer-customer kami,” papar Hafid saat ditemui Men’s Obsession di ruang kerjanya.

 

Strategi penataan organisasi dan digitalisasi program rupanya membuahkan hasil. Pada tahun 2017, Hafid dengan percaya diri berani menyatakan bahwa bisnis Adira Finance mengalami penaikan penjualan yang signifikan. Anak usaha PT Bank Danamon Indonesia Tbk tersebut membukukan laba bersih sebesar Rp1,4 triliun. Keuntungan yang diperoleh naik 39,6% jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2016 sebesar Rp1,01 triliun. Adapun tahun 2018, total pembiayaan naik dari Rp32,7 triliun menjadi Rp38,2 triliun. Demikian juga laba bersihnya meningkat dari Rp1,4 triliun menjadi Rp1,8 triliun. Piutang juga meningkat dari Rp44,2 triliun menjadi Rp50,2 triliun. Pendapatan Adira Finance disumbang dari pembiayaan konsumen Rp4,97 triliun. Kemudian, pendapatan margin murabahah Rp1,23 triliun, pendapatan sewa pembiayaan Rp35,79 miliar, dan pendapatan lain-lain Rp1,26 triliun. Pertumbuhan itu berkat peningkatan pembiayaan baru yang naik 19% atau sebesar Rp28,2 triliun. Segmen sepeda motor dan mobil secara seimbang memberikan kontribusi kuat terhadap pertumbuhan secara keseluruhan. Di samping itu, perusahaan juga mampu menjaga kualitas aset, dengan rasio NPL berada di level 1,7%. “Kenapa profit kami meningkat karena kami memiliki keberanian untuk merubah proses dari cara-cara bisnis biasa dengan menerapkan teknologi atau digitalisasi,” ungkapnya.  

 

Lantas sejauh mana proses digitalisasi bisa mendorong pertumbuhan perusahaan. Hafid mengungkapkan, biasanya bisnis keuangan itu hanya naik single digit. Namun dengan digitalisasi, pendapatan perusahaan naik menjadi double digit. Alumnus Universitas Trisakti itu mengatakan saat ini bisnis keuangan tidak memungkinkan lagi dilakukan secara manual. Adira Finance sudah memiliki organisasi, yaitu sentralisasi kredit approval dan sentralisasi operasional. Keduanya sudah tersentralisasi di satu kota untuk setiap wilayah. Dengan begitu sales officer Adira Finance kini bisa memasukkan data melalui gadget. Pelayanan dilakukan cepat dan prima. Pria yang hobi memainkan saxophone ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai perusahaan dalam bekerja untuk diterapkan oleh semua karyawan.

 

Nilai itu berupa keunggulan, kedisiplinan, integritas, reliable atau dapat diandalkan, teamwork, dan juga motivasi tinggi, serta menjaga profesionalitas. Ia percaya Adira Finance akan tetap mampu bersaing, mendapatkan hasil maksimal jika prinsip-prinsip organisasi dijalankan. “Saya berani menyatakan bahwa kultur atau budaya kerja di Adira itu sangat baik. Misal, dalam hal teamwork saya selalu mengatakan kita tidak butuh super man, tapi kita butuh super team. Kita tidak butuh seseorang individu yang pintar, tapi kita butuh kolaborasi,” begitulah cara Hafid memotivasi jajaran. 

 

Hafid menyadari ke depannya persaingan bisnis semakin ketat. Namun, ia optimis bisnis pembiayaan kredit otomotif masih tinggi. Sebab, kebutuhan transportasi di manapun pasti akan tumbuh, meskipun di Indonesia penetrasi motor sudah cukup banyak. Selanjutnya, ia perkirakan penetrasi mobil juga akan semakin naik. Yang perlu ditekankan di sini tantangannya adalah Adira Finance harus belajar dari kegagalan di 2014 karena tidaksiapannya mengatasi pelemahan pertumbuhan perekonomian. Menurutnya ada dua hal yang harus dibenahi. Pertama, bisnis itu harus berpusat ke customer service. Kedua, bagaimana proses itu harus dimaksimalkan secara digitalisasi. Sebelumnya Adira Finance masih kurang dalam membaca peluang itu. 

 

“Jadi, inovasi kita ke depan akan tetap terhubung pada dua strategi bisnis kita, yakni costumer service dan digitalisasi. Bagaimana kita menjadi yang termurah bagi customer kita dan bagaimana kita menjadi yang termudah bagi customer kita. Itu adalah poin inovasi yang kita kembangkan,” jelasnya. Sejauh ini Adira Finance juga sudah mempunyai platform e-commerce Momobil dan Momotor, serta kerja sama dengan OLX dan Tokopedia. Lalu ada aplikasi Akses Adira Finance dan strategi lain dari pemasaran Adira Finance, yakni menggalakkan event bersama diler menawarkan motor melalui kegiatan pameran-pameran alias jemput bola. “Secara personal visi saya adalah selalu menyemangati mereka untuk belajar adaptasi terhadap perubahan. Saya ingin kalau kita berbisnis itu harus makmur bersama antara perusahaan dan komunitas tempat kita bekerja. Kalau masyarakatnya makmur maka akan berimbas kepada kemakmuran  perusahaan juga” tandasnya.