15 CEO Pilihan 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 22 February 2019

Naskah: Iqbal R. Foto: Sutanto

Memimpin salah satu bank komersial terbesar di Indonesia tak mudah seperti membalikkan telapak tangan, apalagi tantangan yang selalu datang silih berganti. Namun lewat tangan Suprajarto, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk/BRI mampu menghadapi tantangan yang kerap datang menghampiri perseroan yang dipimpinnya, hal itu dibuktikan dengan pencapaian yang didapatkan BRI pada 2018.

 

Pencapaian itu terlihat dari harga saham yang bank berkode emiten BBRI catatkan mencetak rekor tertinggi sejak tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kenaikan harga saham bank dengan aset terbesar di Indonesia ini, mendongkrak nilai kapitalisasi perseroan menjadi Rp483,52 triliun. Hingga sesi I perdagangan saham pada 1 Februari 2019, harga saham BRI naik 1,82 persen ke level Rp3.920/saham. Harga saham tersebut berada di level tertinggi setelah memperhitungkan harga saham setelah dua kali pemecahan nilai saham (stock split). BBRI resmi diperdagangkan di bursa saham pada 10 November 2003, dengan harga perdana Rp875 per lembar. Pada 2011, dilakukan stock spilt dengan rasio 1:2. Selanjutnya pada 2017, kembali dilakukan stock split dengan rasio 1:5, saat harga BBRI di kisaran Rp15.000 hingga Rp16.000 per lembar. Langkah ini agar harga saham BBRI terjangkau masyarakat sehingga meningkatkan basis investor ritel domestik.

 

Kenaikan harga tersebut, kata Suprajarto, tak lepas dari kinerja positif perseroan pada tahun buku 2018. Sepanjang 2018, BRI berhasil meraih laba sebesar Rp32,4 triliun, tumbuh 11,6 persen dibandingkan pada 2017. Raihan laba 2018 membuat BRI mempertahankan predikat sebagai bank paling menguntungkan di Indonesia. Selain itu, pencapaian laba pada 2018 juga didukung oleh pendapatan berbasis komisi (fee based income) yang tumbuh 22,7 persen menjadi Rp23,4 triliun dari setahun sebelumnya yang tercatat Rp19,1 triliun. Sementara, pendapatan bunga bersih (net interest margin) mencapai Rp78,61 triliun. Pendorong profit, ungkap Suprajarto, disebabkan oleh peningkatan efisiensi yang tercermin dari menurunnya rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). BOPO pada akhir 2018 tercatat 70 persen, turun 70 basis poin dari setahun sebelumnya. “Kinerja keuangan BRI tumbuh berkelanjutan ditopang sektor UMKM.

 

Pertumbuhan positif dan sustainable dengan UMKM sebagai core. Hal tersebut menjadikan BRI bank UMKM terbesar di Indonesia,” ujar Suprajarto. Setelah mencetak laba bersih Rp32,4 triliun, Suprajarto mengaku BRI optimis untuk tahun 2019 mampu meraih kinerja impresif, apalagi kondisi ekonomi makro tahun ini diyakinkan lebih baik dari tahun sebelumnya. “Kami optimistis, laju pertumbuhan kredit tahun ini akan berkisar 12-14 persen dengan kenaikan laba sekitar 10-12 persen, dan NPL 2-2,2 persen,” ungkap pria yang menyukai wayang ini. 

 

Kinerja BRI tahun ini ditopang oleh dana pihak ketiga (DPK) yang diperkirakan bertumbuh 12-14 persen. Meski ada kecenderungan kenaikan suku bunga, BRI yakin, tingkat bunga yang diberikan bakal bersaing. Namun, Suprajarto mengakui, ada tiga faktor yang membuat perebutan dana masyarakat tahun 2019 bakal ketat, yakni pasar modal, surat berharga negara (SBN), dan perkembangan finctech. “Menghadapi fintech, kami menerapkan strategi merangkul dan itu sudah dilakukan dengan sukses beberapa tahun terakhir,” tukasnya. Meski saat ini sudah menjadi bank terbesar di Indonesia, baik secara individu bank maupun secara konsolidasi, kata Suprajarto, pihaknya akan terus memperbesar aset lewat ekspansi usaha. BRI kini tengah merampungkan pembelian saham mayoritas di PT Danareksa Sekuritas. Sekitar 67 persen saham Danareksa Sekuritas sudah dikuasai BRI. Rencana ini tidak akan mengganggu proses pembentukan holding perbankan yang tengah dibentuk pemerintah. Diperkirakan pertengahan tahun ini, Danareksa sebagai holding company bank-bank pemerintah sudah terbentuk.

 

Upaya lain untuk memperbesar aset adalah rencana pembelian asuransi umum. Saat ini, BRI sudah memiliki mayoritas saham di sembilan perusahaan, di antaranya 99 persen BRI Finance, 91 persen BRI Life, 87,1 persen BRI Argo, dan 73 persen BRI Syariah. Suprajarto juga menyebut dari tahun kemarin BRI sudah tidak tertandingi oleh bank-bank lain di Indonesia dari segi aset. “Dan selisihnya akan makin besar, makin besar, dan makin besar lagi,” ujarnya. Keyakinan Suprajarto ini didasarkan pada kinerja dua bank yang menjadi anak perusahaan, yaitu BRI Syariah dan BRI Agro. “Dengan seluruh BRI Incorporated yang kita miliki sekarang, akan semakin mendorong
aset BRI tumbuh cepat. BRI Syariah yang sudah IPO dan Alhamdulillah harga sahamnya tetap stabil, bahkan akhir-akhir ini naik luar biasa,” tambahnya.

 

Tahun ini, kata Suprajarto, dua bank tersebut ditargetkan untuk naik kelas menjadi Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III. “Dan kami akan dorong terus pertumbuhan mereka. Dari segi permodalan tentu tidak ada kesulitan karena masih banyak yang bisa kita gelontorkan kepada mereka,” bebernya. Selain itu, saat industri perbankan tengah menghadapi sebuah tantangan baru, yakni Revolusi Industri 4.0. BRI sebagai bank terbesar di Indonesia tidak berdiam diri menghadapi hal tersebut. Bersama BRI, Suprajarto terus beradaptasi dengan bertransformasi melalui digitalisasi perbankan dalam produk dan juga layanannya. BRI telah menjadi pionir dalam mendorong inklusi dan literasi keuangan melalui sentuhan teknologi, dengan tetap fokus pada core business-nya, yaitu pemberdayaan UMKM. Prestasi bank yang berusia lebih dari satu abad ini diapresiasi oleh MarkPlus dengan menobatkan Suprajarto sebagai Marketeer of The Year tahun 2018 dan The Best Industry Marketing Champion 2018 dalam sektor perbankan komersial. Dengan segala pencapaian yang BRI torehkan, Suprajarto pun yakin mimpi besar bank yang berdiri sejak 16 Desember 1895 ini menjadi The Most Valuable Bank in South East Asia pada 2022 akan terwujud.