15 CEO Pilihan 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 22 February 2019

Naskah: Suci Yulianita Foto: Dok. WEGE

Puluhan tahun lamanya Nariman Prasetyo telah mengabdikan hidupnya untuk negeri melalui salah satu perusahaan BUMN, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA). Berkat ketekunan, kerja keras, dan kerja ikhlas, kariernya yang dimulai dari bawah ini meningkat perlahanlahan. Sampai kemudian ia dipercaya memimpin anak usaha WIKA, yakni PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WIKA Gedung). Di bawah kepemimpinannya, kinerja WIKA Gedung kian mentereng, selain laba yang meningkat, Nariman juga berhasil membawa perusahaannya melantai di bursa.

 

Diamanahkan menjabat sebagai Direktur Utama WIKA Gedung sejak April 2017 ia sudah diberi tugas yang cukup berat, yakni bagaimana perusahaan yang berdiri sejak 24 Oktober 2008 tersebut dapat melantai di bursa saham. Berkat kerja keras dan kerja tim yang solid, pada Oktober 2017 lalu, WIKA Gedung resmi menjadi emiten ke-30 dengan kode saham WEGE. “Untuk mencapai ini ada effort khusus yang memang menjadi energi tambahan bersama. Semua manajemen dan direksi WIKA Gedung bekerja keras, jangan sampai momentum ini lewat,” ungkap Nariman saat ditemui Men’s Obsession di ruang kerjanya yang sederhana. Pendapatan WEGE kini berhasil meningkat. Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2018, WEGE membukukan pendapatan Rp3,8 triliun di akhir September 2018, atau tumbuh 60,89 persen dibandingakan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,4 triliun. Sementara itu labanya juga melonjak 65 persen menjadi Rp288,74 miliar pada periode September 2018.

 

Di awal 2018, WEGE sebenarnya berencana menargetkan laba bersihnya sebesar Rp426 miliar, tetapi pada pertengahan tahun, target laba bersih tersebut direvisi dan dinaikkan menjadi Rp443 miliar. “Alhamdulillah, semua rencana kerja anggaran perusahaan bisa terpenuhi. Saya optimistis laba bersih hingga akhir Desember 2018 ini tercapai Rp443 miliar meski masih dalam proses audit. Ini bisa dilihat berdasarkan order book-nya di tahun 2018 juga bisa lebih dari yang kita rencanakan, kurang lebih Rp6 triliun,” ucap ayah tiga anak ini. Sedangkan untuk 2019, Nariman menargetkan bisa tercapai sebesar Rp533 miliar, meningkat sekitar 20 persen dari tahun 2018. Rasanya tak sulit bagi WEGE untuk mencapai target tersebut. Apalagi kondisi industri properti pada 2019 ini kembali menggeliat, serta ada beberapa kontrak baru yang akan dijalankan WEGE sepanjang 2019 ini, antara lain kontrak pembangunan apartemen dari WIKA Realty selaku developer.

 

Melihat kinerja WEGE yang apik, rasanya tak heran jika WEGE pun kebanjiran proyek demi proyek dari perusahaan swasta, selain proyek-proyek dan penugasan dari pemerintah. Proyek-proyek swasta dengan prosentase 40 persen ini, antara lain proyek dari Podomoro, Transpark, dan Puncak Group di Surabaya. Apa yang membuat banyak pihak begitu percaya pada WEGE adalah profesional dan komitmen WEGE pada klien terutama dari jadwal pelaksanaan. “Kita enggak pernah terlambat bahkan kalau kita di-challenge untuk bisa dipercepat, kita percepat. Dan dari kualitas, ini sudah terbukti di beberapa produk kita sudah bertaraf internasional, seperti Jakarta International Velodrome yang menjadi salah satu velodrome terbesar di Asia Tenggara. Kemudian, beberapa pekerjaan high risk lainnya dengan standar tinggi, ini sudah kami selesaikan. Di sisi lain, inovasi-inovasi kami juga bisa lebih unggul,” kata pria ramah ini. 

 

Salah satu inovasi yang akan dikembangkan WEGE ke depan adalah penerapan pembangunan gedung modular. Saat ini sudah ada beberapa proyek yang sudah menggunakan bangunan modular ini, antara lain untuk penginapan di destinasi pariwisata di Pulau Merah, Banyuwangi. Menurut Nariman, ini merupakan salah satu strategi untuk membuat sebuah housing yang sangat cepat dengan cara portable dan akan menjadi sebuah peluang untuk kebutuhan pembangunan proyek-proyek yang harus dikerjakan cepat, seperti misalnya proyek pembangunan sekolah di daerah Jakarta. Tak hanya bicara dari segi bisnis, WEGE pun rupanya memiliki komitmen tinggi terhadap lingkungan hidup. Salah satu bukti komitmen tersebut, antara lain penanaman 1000 bibit pohon Mangga Kiojay di daerah Karawang, Jawa Barat, pembuatan tempat MCK di beberapa daerah yang minim MCK, hingga kepedulian pada dunia pendidikan dengan merenovasi sekolah yang tidak layak. WEGE pun berpartisipasi dalam pemulihan pasca gempa Lombok dan Palu pada 2018 lalu.

 

“Pada saat di Lombok kita mengerjakan secepatnya fasilitas untuk pendidikan. Di sana ada RKBS, Ruang Kelas Belajar Sementara. Kita di sana seminggu bisa bikin 8 ruang kelas. Meski RKBS, tapi bangunan itu kita buat dengan standar tinggi, untuk 10 tahun pun belum rusak. Selain itu Puskesmas, kemudian ada juga renovasi utama untuk sekolah-sekolah permanen yang rusak, kita perbaiki sampai baru lagi. Di Palu pun demikian. Kami terlibat membuat hunian sementara (huntara), kita bikin beberapa unit,” Nariman menjelaskan. Nariman yang memiliki filosofi ‘bekerja dengan ikhlas’ ini adalah sosok pemimpin yang sangat humble dan merangkul seluruh timnya. Hal tersebut tercermin dari kesan pertama yang terlihat.

 

Sungguh sama sekali tak ada kesan bossy ketika melihatnya berbicara dengan stafnya, justru kerap kali terlontar guyonanguyonan yang membuat suasana cair. Ya, bagi Nariman, seorang pemimpin tak berarti harus selalu memerintah. Melainkan harus berada di tengah-tengah dalam arti harus menerima dan siap juga dipimpin selain memimpin. “Artinya kalau leader seperti ini, bisa meyakinkan mereka untuk tenang, nyaman, dijaga, dan ada yang bertanggung jawab dalam bekerja. Kemudian, kalau kita punya kawan di kanan dan kiri, kita harus solid. Lalu ke atas, leader juga punya atasan, kita juga harus support policy dan kebijakannya. Kalau semua orang seperti itu akan menjadi kuat sekali. Dan itu yang diterapkan di WEGE, baik di manajemen, di proyek ataupun di saya pribadi sebagai leader di WEGE,” pungkas Nariman.