15 CEO Pilihan 2019

Oleh: Iqbal Ramdani () - 22 February 2019

Naskah: Nur Asiah Foto: Fikar Azmy

“Kami percaya bahwa bisnis ini sebuah maraton, bukan sprint.”

 

Sembilan tahun lalu, Achmad Zaky tidak pernah menyangka usaha yang dirintis bersama sahabatnya akan menjadi sedemikian besar. Kini hampir semua orang se-Indonesia tahu nama Bukalapak. Dikukuhkan sebagai satu di antara empat start up unicorn di Indonesia tentu bukannya tanpa rintangan. Namun, didorong cita-cita untuk pemberdayaan para pedagang kecil, kerja kerasnya sekarang mulai membuahkan hasil.  Resolusi itu masih menjadi misi Bukalapak hingga hari ini meskipun telah menjadi pemain utama di bisnis e-commerce Tanah Air.

 

“Kami ingin memajukan usaha kecil di seluruh Indonesia. Jadi kalau ditanya resolusi, kami ingin makin banyak usaha kecil bergabung dan diberdayakan oleh Bukalapak,” ujar Zaky saat ditemui Men’s Obsession di kantor Bukalapak di kawasan Kemang Timur. Bukti keberhasilan e-commerce buatan asli putra bangsa ini ditunjukkan dengan total kunjungan rata-rata 85,14 juta pengunjung per bulannya. Kejeliannya melihat peluang juga membuatnya mencanangkan program Mitra Bukalapak. Dia merangkul warung dan toko kelontong yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 5 juta sebagai rekan bisnis. Memang sangat sulit pada awalnya, tetapi perlahanlahan dengan inovasi dan user experience yang sangat mudah, mereka akhirnya bisa. Sekarang sudah ada 500.000 warung yang bergabung dengan Bukalapak.

 

Ketika ditanya apakah pernah memprediksikan usahanya akan menjadi sebesar sekarang, Zaky mengatakan bahwa dia sama sekali tidak menduganya. “Kalau kita melihat statistik, tidak banyak pengusaha yang besar dalam waktu sangat cepat. Kebanyakan kerja keras puluhan tahun baru menghasilkan sesuatu. Itu pattern yang terjadi. Saat itu pada 2010 sulit untuk mengembangkan bisnis dan tidak disangka menjadi besar. Semuanya berkat kerja keras dan kreativitas, bersamaan dengan momentum yang tepat,” ungkap ayah dua anak ini.

 

Customer Obsessed

Sebagai sebuah marketplace, Bukalapak bertujuan mewadahi para pedagang kecil di Indonesia. Kurangnya pengetahuan dan ketakutan akan terjadi penipuan saat berbelanja secara online dulu masih menjadi momok. Perusahaan terus membangun semangat kewirausahaan kepada pelapak dan pembeli dengan memberikan tip dan trik jualan online. Zaky menjelaskan bahwa hal itu sejalan dengan prinsip Bukalapak yang dijalankan sejak pertama kali didirikan. Pertama, customer obsessed, don’t let them down. Slogan yang tertulis di dinding lobi kantor tersebut mencerminkan betapa pentingnya pelanggan. Fokus pada customer adalah nilai terpenting karena bagaimanapun pelanggan adalah raja. Berbagai fitur pun dibuat agar pengguna dapat memanfaatkan semua layanan dengan mudah dan mendapatkan pengalaman yang memuaskan. 

 

Lalu going extra mile, bekerja keras dan sungguh-sungguh. Diharapkan setiap karyawan dapat menciptakan impact kepada masyarakat sekitar. Ketiga, gotong-royong, team work. Tidak ada individu yang bisa bekerja sendirian. Dengan kerja sama diharapkan efeknya akan lebih dahsyat. Keempat, speak up. “Kita mendorong karyawan untuk terbuka, menceritakan keluh kesah mereka atau sekadar melontarkan ide. Organisasi yang terbuka tentu akan menciptakan kenyamanan dan kebaikan bagi perusahaan juga,” tutur pria kelahiran Sragen 33 tahun lalu itu. Terakhir, try, trial, and try again. Prinsip ini menganjurkan agar berani untuk gagal. Berani untuk belajar walaupun gagal, tetapi sesudahnya harus bangkit lagi. “Kami percaya bahwa bisnis ini maraton, bukan sprint. Ini yang membuat Bukalapak unggul selama sembilan tahun terakhir walaupun dengan resources yang sangat terbatas.” Kegigihannya memberdayakan masyarakat kecil membawanya menerima Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Jokowi pada 2016.

 

Tak Mau Jadi Pintar

Senang berbisnis sejak kecil, Zaky sudah akrab dengan kegagalan. Saat masih kuliah di Institut Teknologi Bandung dia sempat membuka usaha, tetapi karena tidak fokus usahanya mengalami kebangkrutan. Kegagalan itu tidak menyurutkan keinginannya untuk tetap berwirausaha. Setelah lulus, dia sering menerima proyek membuat  peranti lunak kecil-kecilan, di antaranya digunakan untuk quickcount acara politik di televisi. Ketika menggagas Bukalapak, dia tahu bahwa usahanya tidak akan berjalan dengan mudah. Hampir 10.000 pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) bergabung di Bukalapak pada beberapa bulan setelah beroperasi. Menurutnya memang ada paradigma yang sangat berbeda. Dulu waktu kecil dirinya sangat konservatif. Dia takut kegagalan, tapi setelah gagal malah ketagihan. Ternyata di balik itu ada pembelajaran dan bobot terbesar berasal dari kegagalan langsung. Dari situ pula dia tetap bertahan dengan Bukalapak, meskipun menghadapi kesulitan untuk mendapatkan kepercayaan dari investor. Belum lagi mengedukasi pedagang agar melek internet.

 

Seiring waktu, tantangan yang harus dihadapi kini lebih pada kompetisi. Harus membuktikan diri bisa sejajar dengan pemain internasional. “Kalau dulu liga tarkam, sekarang liga dunia. Kita bertarung dengan pemain-pemain dunia. Jadi, benchmark pun harus lebih tinggi lagi. Terlebih dengan kemunculan e-commerce dari luar negeri yang ingin merebut pasar Indonesia,” lanjutnya. Kesibukan mengurus perusahaan tidak membuat Zaky melupakan keluarga. Dia berusaha membagi waktu seseimbang mungkin. Contohnya, mencari rumah yang dekat dengan kantor. Begitu pula dengan sekolah anaknya. “Semua serba dekat sehingga lebih efisien dan lebih banyak waktu yang dapat dihabiskan bersama keluarga,” tandas pehobi lari yang masih menyempatkan membaca di waktu luangnya itu.