Tokoh DPR Berdedikasi 2017

Oleh: Iqbal Ramdani () - 26 October 2017

Naskah: Giattri F.P., Foto: Sutanto/Dok. Pribadi

 

Namanya mulai dikenal publik setelah ia turut menjadi korban penculikan aktivis pro demokrasi pada 1997-1998. Kini, dengan jabatan strategisnya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI, politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut tetap teguh dalam memperjuangkan penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi.

 

Sebagai Wakil Ketua Komisi III yang membidangi Hukum, HAM dan Keamanan, wajarlah kalau ia sangat prihatin dengan kondisi hukum dan keamanan nasional saat ini. Karena persoalan itu bukan sesuatu hal yang kecil dan sederhana. Karenanya, wajar juga ia khawatir dengan kebijakan pemerintah saat ini yang dalam jangka panjang bisa mengganggu keamanan nasional. “Misalnya Kebijakan Bebas Visa. Warga negara asing bisa masuk tanpa diseleksi dan tidak terpantau apakah yang masuk intel, bandar-bandar narkoba, atau seperti yang baru-baru ini diungkapkan Letjen TNI (Purn) Syarwan Hamid tentang anggota militer-militer China yang mulai masuk wilayah Indonesia,” keluhnya.

 

Selain itu, persoalan separatisme, ketimpangan ekonomi, konflik di daerah, Pilkada, dan lainnya. “Catatan-catatan tersebut menjadi bagian yang Komisi III amati untuk merumuskan sejumlah langkah yang harus dilakukan agar keamanan nasional terjaga,” ujarnya. Dalam konteks tersebut, sambung Desmond, peran POLRI sangat penting. “Karenanya Komisi III sebagai mitra POLRI mendukung penuh kawan-kawan kepolisian dari sisi anggaran di antaranya untuk peningkatan sumber daya manusia dan melakukan kontrol-kontrol di daerah,” jelasnya.

 

Bicara tentang penegakkan HAM, pria yang pernah menjadi korban pelanggaran HAM di tahun 1998 itu mengatakan pemerintahan Joko Widodo diharapkan mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lampau karena hal ini senada dengan janji kampanyenya. Komnas HAM, imbuh Desmond, merumuskan dan merekomendasikan ada 7 kasus pelanggaran HAM berat di tanah air yakni Trisakti, Kerusuhan Mei 1998, Semanggi I dan Semanggi II, Talangsari, Penghilangan 13 orang secara paksa, Penembakan misterius (Petrus), dan Pembantaian massal tahun 1965. “Tetapi dalam penyelesaiannya pemerintah kurang serius, yang ada kasus HAM ini akan menjadi konsumsi Pemilu untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya,” keluhnya.