Tokoh DPR Berdedikasi 2017

Oleh: Iqbal Ramdani () - 26 October 2017

Naskah: Giattri F.P., Foto: Sutanto/Dok. Pribadi


Di pentas politik, nama Bambang Soesatyo begitu tersohor. Sosok vokalis di parlemen dari Partai Golkar ini serius memainkan perannya sebagai pengawas Negara. Tak peduli siapapun yang dianggapnya melenceng dari aturan main konstitusi pasti ia kritisi. Ketua Komisi III DPR RI tersebut pun memiliki komitmen kuat dalam memberantas korupsi.

 

Menjadi anggota DPR merupakan obsesi Bambang sejak muda. Keinginannya itu didasari niat memperjuangkan aspirasi rakyat agar hidup sejahtera, nyaman, dan aman. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, Bambang memilih bergabung dengan Golkar, partai terbesar di era Orde Baru. Ia berkecimpung di partai berlambang pohon beringin ini pada pertengahan tahun 1990an. Pada Pemilu 2009, Bambang berhasil terpilih menjadi anggota DPR periode 2009-2014 dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah VII yang meliputi Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen. Ia tercatat sebagai salah seorang anggota DPR yang terpopuler.

 

Namanya melambung ketika terjadi skandal Bank Century. Dialah satu dari sembilan anggota DPR yang membentuk Panitia Khusus Hak Angket Bank Century. Bambang juga gigih memperjuangkan sarana dan prasarana di daerah pemilihannya, yakni membangun jalan, jembatan, dan lain sebagainya.

 

Di periode keduanya, ia dipercaya menduduki posisi strategis sebagai Ketua Komisi yang membidangi hukum, HAM, dan Keamanan. Sejumlah langkah pun digulirkan untuk menuntaskan permasalahan korupsi hingga keamanan nasional. Sejumlah langkah ia lakukan untuk menjalani perannya sebagai wakil rakyat yang membidangi masalah antara lain penegakan hukum. Dalam soal pemberantasan korupsi, Bambang intens melakukan rapat dengan mengundang KPK, Kapolri, dan Jaksa Agung.

 

“Selama 15 tahun KPK berdiri, kita belum melihat kemajuan yang signifikan dalam menekan perilaku koruptif bahkan sebaliknya makin masif,” ujar pria yang karib disapa Bamsoet ini. Menurutnya, masyarakat tentunya ingin pemberantasan korupsi tidak hanya menghasilkan kegaduhan dan festivalisasi. Tapi juga hasil nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, bisnis, dan kesejahteraan masyarakat. Ini sekaligus mengkritisi pola pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.

 

Ia menilai pola KPK justru kontraproduktif bagi pembangunan nasional. “Banyak dana mengendap di bank-bank daerah karena para pimpro, kepala daerah, dan kementerian terkait tidak berani mengeksekusi berbagai program pembangunan karena takut dipenjarakan KPK. Mereka tidak berani menggunakan diskresi dan kewenangannya,” urainya. Begitu juga para pengusaha menghadapi dilema luar biasa. Karena itu, imbuhnya, pola KPK tersebut akan dievaluasi dan bicarakan dengan para pemangku kepentingan penegak hukum yaitu Jaksa Agung, Kapolri dan Pimpinan KPK.  “Harus ada keselarasan dalam merealisasikan agenda pemberantasan korupsi.