Tokoh DPR Berdedikasi 2017

Oleh: Iqbal Ramdani () - 26 October 2017

Naskah: Subhan Husain Albari, Foto: Edwin B./Dok. Pribadi

 

Di balik sikapnya yang ‘cool’, Trimedya Panjaitan yang merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI sejatinya adalah satu dari sekian anggota parlemen yang dikenal vocal dan berani menyatakan pendapat. Beberapa pemikiran dan gagasannya terkadang membuat banyak orang tertarik untuk melakukan kritik balik. Misalnya, ia pernah mengusulkan adanya penghapusan pasal tentang penodaan agama dalam revisi UU KUHP. Penodaan agama merupakan ‘pasal karet’. Pasal itu dianggap sangat rentan dijadikan alat penekan proses hukum, terlebih bila itu melibatkan politisi. Ia tak menyoal ketika idenya itu banyak mendapat penolakan dari masyarakat.

 

Keputusannya berjuang bersama PDI-Perjuangan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tak lebih karena persamaan visinya dengan sang Ketua Umum, Megawati Soekarnoputeri. Trimedya resmi menjadi anggota dewan pada tahun 2002. Ia bersyukur sejak awal ditempatkan oleh partai di komisi hukum sesuai dengan bidangnya. Bahkan hingga kini menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan. Trimedya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi politisi. Sejauh ini dia merasa hanya mengikuti segala proses hidup yang sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai bisa menjadi anggota DPR 15 tahun.

 

Salah satu alasan yang membuat dirinya bertahan di DPR adalah, ia melihat politik itu sebagai ‘candu’ dalam arti dia bisa melakukan sesuatu untuk kebaikan masyarakat melalui jalur politik di DPR. “Misalnya kalau di daerah pemilihan kita ada yang teraniaya karena persoalan hukum, masyarakat bisa SMS ke saya, dan kita selanjutnya kita bisa melakukan pendampingan atau pembelaan. Intinya kita lebih banyak melakukan sesuatu untuk masyarakat,” jelas Trimedya yang juga pernah mengetuai Tim Hukum Jokowi-JK saat Pilpres 2014.

 

Di komisi Hukum ini Trimedya bertekad untuk melakukan pembenahan hukum dalam rangka menegakkan criminal justice system. Namun sering kali apa yang selama ini disuarakan di Komisi III DPR dianggap sebuah kejahatan, dan mendapatkan persepsi negatif dari masyarakat. Misalnya saat Komisi III mendukung pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) di Mabes Polri, atau pembentukan Pansus Hak Angket KPK, dan revisi UU KPK.

 

Menurutnya, pembentukan Densus ini bukan dalam rangka untuk menyaingi KPK, atau bahkan melemahkannya. Namun, Komisi III kata dia, memandang ide gagasan terbentuknya Densus Tipikor ini muncul karena kegelisahan Komisi Bertegur sapa dengan konstituen di Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara. Menemui Bapak Joko Widodo saat sebagai Ketua Tim Hukum Jokowi-JK di Pilpres 2014. Melihat pemberantasan korupsi di Polri tidak maksimal, sehingga perlu diperkuat. Hanya saja istilah Densus dianggap menakutkan seperti halnya Densus 88 yang menangani tindak pidana terorisme. Padahal tidak. Sama halnya dengan KPK, Polri juga punya kewenangan untuk melakukan pemberantasan korupsi, hanya saja perannya masih dianggap lemah tidak sekuat KPK.