Jokowi Mengabdi Untuk Bangsa Meraih Ridha Allah

Oleh: Iqbal Ramdani () - 24 January 2019

Naskah: Imam Fathurrohman Foto: Istimewa

Pidato KH. Ma’ruf Amin di Universitas Islam Negeri Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur pada Mei 2017, rupanya membuai Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kiai Ma’ruf yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah berpidato soal konsep ekonomi syariah.

 

Dalam ceramahnya Kiai Ma’ruf antara lain mengatakan bahwa ekonomi syariah dapat menjadi pilihan alternatif untuk masyarakat Muslim kelas menengah karena bisa menjawab kebutuhan berekspresi dan berekonomi, dan juga dapat menjawab sisi kebutuhan spiritual. Gagasan ekonomi umat dari Kiai Ma'ruf kembali hangat diperbincangkan menyusul terpilihnya dia sebagai cawapres Jokowi dalam pemilihan presiden 2019. Jokowi menilai pendampingnya itu sosok yang punya pengetahuan luas di bidang ekonomi. Bersama Kiai Maruf, Jokowi berjanji akan memperkuat ekonomi umat. “Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, kita harus mengatasi masalah kemiskinan kesenjangan dengan memperkuat ekonomi umat,” kata Jokowi dalam pidatonya di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat pada Jumat, 10 Agustus 2018.

 

Senada dengan Jokowi, menurut Kiai Ma’ruf jumlah kelas menengah muslim kini makin meningkat. Dia mengatakan secara ekonomi, kelas ini telah terpenuhi kebutuhan pokoknya tapi mereka terus mencari sarana untuk mengekspresikan kebutuhan spiritualnya. “Ekonomi syariah yang bersumber dari ajaran Islam dapat membawa lebih banyak keadilan ekonomi bagi masyarakat,” jelasnya. Memperkuat ekonomi umat, tampaknya menjadi cita-cita Presiden Jokowi. Dan, citacita itu segera diwujudkannya saat Presiden Jokowi meluncurkan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Istana Negara Jakarta pada Kamis, 27 Juli 2017. Peluncuran itu sekaligus meresmikan pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional (SILAKNAS) Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI).

 

KNKS dibentuk pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016. Hal ini merupakan wujud komitmen pemerintah untuk mengembangkan potensi dan menjawab tantangan keuangan dan ekonomi syariah di Indonesia. Presiden Joko Widodo memimpin langsung KNKS ini dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi wakilnya. Dewan Pengarah diisi oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Selain itu juga ada, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Koperasi dan UKM AA Gede Ngurah Puspayoga, Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua LPS Halim Alamsyah dan Ketua MUI KH.

 

Ma’ruf Amin. KNKS mendapat amanat untuk mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan. KNKS berperan pula untuk menyamakan persepsi dan mewujudkan sinergi antara para regulator, pemerintah, dan industri keuangan syariah untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang selaras dan progresif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

 

Mimpi yang Jadi Nyata

Mimpi umat Islam dalam memperjuangkan ekonomi syariah di Indonesia, menjadi kenyataan. Hadirnya peran pemerintah dalam mengembangkan ekonomi syariah sudah lama ditunggu umat Islam. Perkembangan ekonomi syariah yang selama ini hanya berkutat pada share market 5 persen saja dinilai tidak sebanding dengan jumlah 225 juta penduduk Indonesia yang mayoritas adalah Muslim. Adanya KNKS, umat memiliki harapan kepada pemerintah untuk mendapatkan dukungan secara total. Pemerintah kini tak lagi alergi dengan kata dan istilah “syariah” dalam ekonomi. Apalagi negara-negara sekuler seperti Inggris, Prancis dan negara Eropa saja sudah mengembangkan lebih jauh dengan nama “Islamic Finance”. Negara-negara tersebut kini memperoleh manfaat yang sangat besar sebagai dampak pengembangan ekonomi tersebut.

 

Soal ini, Presiden Jokowi juga pernah menyatakan bahwa potensi pembangunan bisnis syariah di Indonesia sangat besar. Bukan hanya di bidang perbankan, melainkan juga di sektor asuransi, pariwisata, maupun kuliner. Ekonomi syariah di Indonesia, menurutnya, harus dapat berkembang lebih besar dan cepat. Apalagi, Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia. Concern Presiden Jokowi terhadap ekonomi syariah nampak saat KNKS benar-benar menyiapkan langkah-langkah strategisnya. “Kami sangat serius menggarap potensi ini. Saya melihat angka-angkanya menunjukkan peningkatan,” kata Jokowi.

 

Jokowi menjelaskan, aset perbankan syariah terus meningkat pada tahun lalu, yaitu tercatat Rp435 triliun atau 5,8 persen dari total aset perbankan Indonesia. Selain itu, angka pemanfaatan pasar modal syariah juga diklaim membaik. “Indonesia adalah penerbit terbesar international sovereign sukuk, 19 persen pangsa pasar Indonesia dari seluruh sukuk yang diterbitkan berbagai negara lain,” ujarnya. Dalam ekonomi syariah, Jokowi meminta agar Indonesia tidak hanya menjadi target pasar. Dalam data yang diterimanya, 41,8 persen pembiayaan syariah sebagian besar digunakan untuk konsumsi. Sedangkan, untuk modal kerja dan investasi masingmasing baru mencapai 34,3 persen dan 23,2 persen. Padahal, kata Jokowi, ada banyak potensi yang bisa dikembangkan, misalnya dari industri fashion busana muslim, industri makanan halal, farmasi, dan pariwisata, sehingga Indonesia sudah seharusnya menjadi penggerak utama ekonomi syariah dunia. 

 

Jokowi menegaskan, Indonesia memiliki tingkat konsumsi makanan halal terbesar di dunia. Indonesia juga masuk ke dalam 5 besar negara dengan konsumsi produk obatobatan dan kosmetik halal terbesar di dunia. Dalam konsumsi busana muslim, Indonesia merupakan pasar terbesar kelima di dunia. Sedangkan dalam ekonomi pariwisata, Indonesia menduduki peringkat keempat dengan jumlah kunjungan turis terbanyak dari anggota OKI. Karena itu, Jokowi menilai potensi sektor pariwisata masih sangat menjanjikan. “Pengeluaran wisatawan muslim 2016 mencapai USD169 miliar atau 11,8 persen dari pengeluaran wisata global,” ucapnya. Keseriusan Jokowi dinilai banyak pihak sebagai bukti keberpihakannya kepada umat Islam. Maka tak heran jika pilihan sosok cawapres Jokowi jatuh kepada Kiai Ma’ruf yang diharapkannya dapat membantu memperkuat ekonomi Islam selama jalannya pemerintahan nanti.

 

Kiai Ma’ruf tentu bukan sosok asing di sektor keuangan dan ekonomi Syariah. Menjabat sebagai ketua MUI, Kiai Ma’ruf juga menjabat sebagai Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional. Di sisi akademik, dia merupakan profesor atau guru besar bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Pada 2012, Ma’ruf pernah menerima gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Harapan Jokowi memperkuat ekonomi syariah sejalan dengan ide-ide Kiai Ma’ruf. Tak lama setelah dipilih Jokowi untuk mendampinginya di Pileg 2019, Kiai Ma’ruf mengaku jika nanti diberi amanah rakyat untuk memimpin Indonesia akan mengutamakan program ekonomi keumatan. Kiai Ma’ruf berkeinginan agar Indonesia tidak melulu mengandalkan impor dalam memenuhi kebutuhan rakyat di dalam negeri. Melainkan, memanfaatkan seluruh kekayaan alam yang dimiliki negara untuk kemakmuran rakyat.

 

Pesantren Basis Ekonomi Umat

Salah satu implementasi ekonomi keumatan yang diusung pemerintah adalah dengan menjadikan pondok pesantren sebagai basis ekonomi umat. Setidaknya, di era Presiden Jokowi, telah ada 41 Bank Wakaf Mikro (BWM) di sejumlah pondok pesantren di Tanah Air. Teranyar, Jokowi meresmikan tiga BWM di tiga pondok pesantren di Jawa Timur, yakni Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Bahrul Ulum Tambakberas, dan Tebuireng. Ketiga bank tersebut akan menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat di sekitar lingkungan pondok pesantren. Pendirian sejumlah BWM tersebut, ditegaskan Jokowi, bertujuan untuk mengembangkan ekonomi umat dengan cara memperluas penyediaan akses keuangan bagi para pelaku usaha mikro dan kecil yang belum dapat menjangkau fasilitas perbankan. “Bank-bank biasa pasti meminta agunan, jaminan, administrasi. Betul enggak? Sehingga yang kecil-kecil ini sulit mengakses perbankan. Oleh sebab itu dibangun yang namanya Bank Wakaf Mikro,” ujarnya seperti dilansir Muslim Obsession, Rabu (19/12/2018).

 

BWM ini secara khusus menyasar kepada para santri maupun masyarakat yang berada di sekitar lingkungan pondok pesantren untuk dapat memulai atau mengembangkan usaha kecilnya. Pemerintah berencana untuk mendirikan lebih banyak lagi BWM di pondok-pondok pesantren yang ada di seluruh Indonesia. “Akan kita evaluasi, akan kita lihat, kita koreksi sudah betul atau belum? Ini nanti kita lihat setiap tahunnya sehingga kalau sudah benar baru dikembangkan di pondok-pondok pesantren yang ada di seluruh Tanah Air,” tegas Jokowi. Mengutip siaran pers Otoritas Jasa Keuangan tanggal 18 Desember 2018, sejak Oktober 2017 hingga November 2018 ini BWM sudah menyalurkan pembiayaan kepada 8.373 orang nasabah dengan jumlah pembiayaan mencapai Rp9,72 miliar. 

 

Jokowi mengisahkan, dirinya pernah bertemu dengan ibu rumah tangga yang mampu mengembangkan usahanya melalui pembiayaan BWM yang ada di Banten. Ibu yang ditemuinya itu mampu melakukan diversifikasi produk setelah menjadi nasabah BWM. “Yang saya lihat, misalnya di Banten, Ibu dulu jualan apa? Pak, saya jualan gorengan. Terus sekarang dapat Rp2 juta dipakai untuk apa? Ya sekarang bisa tambah tidak hanya jualan gorengan, saya tambah jualan nasi uduk. Ini yang benar. Dulu jualan hanya gorengan, setelah dapat usahanya menjadi besar plus nasi uduk,” tutur Jokowi.

 

BWM sendiri menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat dengan nilai maksimal sebesar Rp3 juta dengan tanpa agunan dan margin bagi hasil setara tiga persen. Tak cuma itu, Pengelola BWM juga menyediakan pelatihan dan pendampingan kelompok bagi para nasabah untuk menjalankan usahanya. “Bank Wakaf Mikro itu hanya terkena biaya administrasi sangat kecil, hanya tiga persen per tahun. Biaya administrasi untuk apa? Yang bekerja di Bank Wakaf kan perlu gaji, listriknya juga perlu bayar. Itu yang dibayar, bukan bunga. Itu beban administrasi yang memang harus ditanggung oleh bank itu agar bisa menjalankan operasinya,” tandas Presiden.