The Best Lawyers

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 01 July 2013
Naskah: Cucun Hendriana, Foto: Sutanto

Nama kondang dan track record mengkilap membuatnya menjadi pengacara panutan yang digandrungi. Jalan lurus yang ditempuh dengan membela hak-hak asasi manusia yang tertindas serta fokus pada penegakan hukum, membuat integritasnya makin terlihat nyata. Banyak kasus dan sengketa yang akhirnya ‘bertekuk lutut’ di hadapannya.

Dia adalah Todung Mulya Lubis. Pria kelahiran Muara Botung, Tapanuli Selatan, 4 Juli 1949, ini, menghabiskan masa kecilnya di Pulau Sumatera. Usai tamat sekolah dasar di Jambi, lalu ia melanjutkan ke SMP di Pekanbaru, Riau. Tiga tahun berselang, kemudian ia hijrah ke Medan untuk menempuh pendidikan SMA.

Ayahnya, Maas Lubis, adalah seorang yang sangat demokratis dengan membiarkan anak-anaknya untuk mengikuti pilihan hatinya sendiri termasuk dalam hal pendidikan. Maas adalah salah seorang pendiri Antar Lintas Sumatera (ALS), perusahaan angkutan yang menghubungkan kota-kota di Sumatera dengan Jawa. Todung merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara di keluarga ini.

Kepekaan perasaan membuatnya berlabuh dalam dunia seni. Meskipun sebenarnya cita-cita Todung adalah menjadi diplomat. Karena sedari dini ia sudah tenggelam dengan membaca biografi orang-orang besar, seperti George Washington, Thomas Jefferson, dan Benjamin Franklin. Namun, seni menunjukkan jalan lain. Semasa SMA, ia sudah sering menulis puisi, cerita pendek, dan main teater. Karena itulah, bersama penyair wanita Rayani Sriwidodo, ia menerbitkan salah satu antologi puisi bertajuk “Pada Sebuah Lorong” pada 1968 kemudian kumpulan puisi kedua " jam - jam gelisah" juga diterbitkan.