Konsultan Politik: Dari Image Branding Hingga Spin Doctor

Oleh: Andi Nursaiful (Administrator) - 07 August 2014
David Axelrod dan David Plouffe, konon ibarat ruh bagi mesin politik Barack Obama. Merekalah yang disebut-sebut menjadi kreator kemenangan Obama, the real king maker. Mesin politik yang mereka bangun, mampu mencetat sejarah panjang di negeri mbahnya demokrasi, AS, yaitu untuk pertama kalinya seorang kulit hitam menjadi presiden.

David Axelrod adalah ahli strategi kampanye, sementara David Plouffe adalah manajer kampanye. Keduanya bekerja untuk tim kampanye Obama. Antara mereka dan Obama, terjalin hubungan yang sangat dekat, jika tidak bisa disbeut sehati dan sepikiran.

Axelrod adalah otaknya Obama dalam menjalankan strategi kampanye. Mereka sudah bekerjasama saat Obama maju menjadi calon senator Illinois, dan terus berlanjut hingga Obama maju sebaga calon presiden pada pilpres 2008.

Axelrod sangat taktis dalam memilah negara-negara bagian, sekaligus menyusun strategi pencurian suara di negara-negara yang mayoritas republiken. Hasilnya, Obama bahkan sukses merampok suara yang sedari awal diprediksikan mengalir untuk McCain, lawannya.

Strateginya adalah menjual kepribadian Obama yang muda dan cerdas kepada para pemuda-pemudi republiken di negara-negara bagian yang secara tradisional memilih republik. Duo David tak hanya mampu mendulang suara untuk Obama lewat skema strategi yang mapan, tapi
juga menciptakan kreativitas mumpuni hingga menghasilkan dana kampanye yang tak sedikit.

Axelrod, kelahiran New York tahun 1955, jeli melihat setiap celah peluang dan mengubahnya menjadi kemenangan. Saat mendampingi Obama sebagai calon presiden, ia melakukan riset mendalam terhadap sosok Obama. Ia kerahkan juru kamera dan tim khusus untuk merekam semua informasi tentang Obama. Seluruh informasi dipelajari untuk diambil mana sisi pribadi
Obama yang bisa “dijual” ke publik. Riset ini juga bertujuan sebagai basis data untuk menepis isu-isu tak sedap mengenai Obama. Terbukti cara itu berhasil menenggelamkan isu nama “Husein” di tengah nama lengkap Obama.

Axelrod dan Plouffe bergabung dalam firma AKP&D Message Media sejak  2004. Seperti Axelrod, Plouffe juga ahli dalam strategi dan lebih berperan sebagai analis andal. Ia piawai mengolah dan menganalisa data-data kampanye, termasuk mengatur jadwal Obama.

Sebagai manajer kampanye Obama, Plouffe tergolong brilian. Apa yang ia yakini biasanya
benar-benar terjadi. Seperti ketika ia menunjuk Virginia sebagai final battle. Menurut Plouffe, Virginia adalah kunci. Jika menang di Virginia berarti perlawanan McCain berakhir. Terbukti, Obama menang di Virginia lalu terpilih menjadi presiden AS.

Keduanya mampu mengemas “barang dagangan’ mereka agar laku dijual ke pemilih. Salah satunya adalah memperkuat gaya komunikasi verbal Obama. Ini diakui oleh para ahli komunikasi dunia. Obama dianggap mampu menghipnotis hampir seluruh penduduk AS yang berkulit putih, karena kecerdasannya menggunakan bahasa non-verbal.

Murah senyum, selalu menghormati orang lain tanpa melihat statusnya, tidak pernah menunda untuk menyapa orang lain, walau cuma sekadar menanyakan kabar dan kesehatan. Tidak pernah jenuh melambaikan tangan kepada orang lain yang mengisyaratkan adanya perhatian dalam pergaulan. Semua itu adalah gaya komunikasi non-verbal yang sukses dilekatkan.

Kisah Lee Atwater si Tukang Plintir
Berbeda dengan pendekatan Duo David dengan metode pencitraannya, Harvey LeRoy “Lee” Atwater adalah tokoh yang dianggap paling bedebah dalam sejarah politik modern AS. Dialah master strategi kotor, tukang plintir (spin doctor) nomor wahid, jagoan dalam hal intrik, dan jenius dalam memanipulasi.  Ia bukan politisi, tetapi operator politik yang mampu mengantar  politisi pada satu jabatan tertentu. Ia tega dan mampu melakukan apa saja agar kliennya terpilih.

Atwater memulai karier dengan menjadi operator politik senator Strom Thurmond dari negara bagian South Carolina. Dia menggelar konferensi pers dengan memasang sejumlah reporter palsu di antara reporter betulan. Reporter palsu ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan lawan politiknya. Ia juga mengirim surat-surat langsung ke pemilih (direct mail) yang memberikan informasi palsu tentang lawan politiknya.

Atwater juga ahli dalam memanipulasi media. Dia akan memberikan informasi off the record tentang lawan politiknya kepada media, dan karena dia memiliki kualitas kepribadian yang demikian meyakinkan, maka si wartawan merasa tidak perlu melakukan cross-checking. IA juga membuat survey-survey palsu yang menunjukkan keunggulan calonnya. Survey-survey ini diharapkan akan memunculkan band-wagon effect yaitu efek seperti gerbong yang menarik gerbong lainnya.

Lee Atwater berjasa membantu kemenangan Ronald Reagan di wilayah Selatan, yang kemudian membawa Reagan ke tampuk kepresidenan pada 1980. Lee kemudian ikut ke Washington dan menjadi wakil direktur urusan politik Gedung Putih. Dia kemudian menjabat wakil manajer kampanye pemilihan kembali Reagan pada 1984.

Prestasi utama Atwater diakui pada 1988 ketika mengurusi kampanye George H.W. Bush Sr. Ketika itu, kampanye Bush hancur berantakan. Opini publik menunjukkan posisi Bush pada angka -17 persen. Namun saat pemilihan bulan November, Atwater menjungkirbalikkan keadaan itu.

Lawan Bush, Gubernur negara bagian Massachusetts, Michael Dukakis, diserang dengan taktik paling kotor yang pernah dipakai dalam pemilu AS. Atwater memproduksi sebuah video kampanye yang menggambarkan seorang terpidana yang bernama Willie Horton. Di sana digambarkan Bush sebagai orang yang pro-hukuman mati, sementara Dukakis adalah anti-hukuman mati.

Dukakis disebutkan mendukung program yang membolehkan tahanan keluar penjara saat akhir pekan. Di sinilah Willie Horton mengambil peranan. Pria kulit hitam ini dihukum seumur hidup, tetapi boleh menikmati liburan akhir pekan keluar penjara. Semasa liburan itulah Horton menyerang sepasang kekasih, menikam sang pria dan memperkosa wanitanya.

Iklan ini jelas adalah sebuah kode. Dalam konteks rasial masyarakat AS, ini adalah kode lunaknya Dukakis terhadap orang kulit hitam. Tidak itu saja. Penekanan rasial dalam video kampanye ini mengirimkan sinyal kepada ras kulit putih, yang menjadi mayoritas pemilih, bahwa “keamanan Anda menjadi taruhan kalau Anda memilih Dukakis! Para kriminal itu (kulit hitam) akan bebas berkeliaran untuk merampok, membunuh, dan memperkosa.”

Iklan Willie Horton itu menjadi sangat fenomenal ketika itu. Iklan ini mampu memainkan emosi dan ketakutan tidak beralasan warga kulit putih terhadap kulit hitam. Ia menyuburkan prasangka yang sudah ada. Bahkan, mampu menghimpun orang kulit putih untuk berbondong-bondong mencoblos, meskipun memilih tidak wajib di AS.

Bersambung ke: Bisnis Konsultan Politik yang Kian Menggiurkan