The Hotelier

Oleh: Syulianita (Editor) - 07 December 2019

Membangun Daerah melalui Grand Aston Yogyakarta

 

Naskah: Suci Yulianita Foto: Sutanto

 

Puluhan tahun lamanya berkarier di industri perhotelan, melanglang buana dari daerah ke daerah, sampai pada akhirnya Iman Teguh Setiawan memutuskan kembali ke daerah asalnya, Yogyakarta dengan tujuan mulia, ingin berpartisipasi membangun daerah sendiri. Dan hasilnya, sejak menjabat General Manager Hotel Grand Aston Yogyakarta pada 2013 lalu banyak pencapaian yang berhasil diraih Iman dan timnya. Selain sederet penghargaan membanggakan, ia berhasil menjadi trendsetter yang inovasinya diikuti hotel lain di kota pelajar ini.

 

Saat ditemui Men’s Obsession di Jakarta beberapa waktu lalu, Iman tampil santai mengenakan kemeja putih. Posturnya yang tinggi masih terlihat gagah, menjadi bukti dari masa-masa kejayaannya saat masih menjadi atlet basket jauh sebelum berkarier di dunia perhotelan. Dalam perbincangan kurang lebih satu jam ini, Iman bercerita banyak mengenai kisah hidupnya, mulai dari perjalanan karier hingga cerita-cerita ringan yang mengalir dari bibirnya, sesekali melontarkan guyonan yang membuat suasana kian mencair.

 

Iman mengawali karier di perhotelan dari divisi F&B kemudian terus meningkat, tepatnya pada tahun 2010, ia diberi kepercayaan untuk menjabat General Manager di Hotel Aston Braga Bandung hingga pada tahun 2013 ia memutuskan hijrah kembali pada kampung halamannya, Yogyakarta, memegang jabatan baru, GM Hotel Grand Aston Yogyakarta. “Saya asli orang Yogya dan pada akhirnya saya memutuskan kembali ke kampung halaman karena saya ingin turut membangun daerah saya sendiri,” ucapnya.

 

Sejak kali pertama menjabat GM Grand Aston Yogyakarta, yang pertama dilakukan oleh Iman adalah membenahi Sumber Daya Manusia (SDM). Iman melakukan mutasi, penempatan karyawan yang disesuaikan dengan bakat dan minatnya masing-masing. Menurutnya, sebuah organisasi dikatakan berhasil apabila mereka yang ada di dalamnya merasa senang dan bahagia. Dengan begitu, mereka melakukan pekerjaan dari hati, bukan karena terpaksa dan rutinitas belaka. “Dan, mereka akhirnya menemukan lebih cocok di situ. Kemudian, malah mereka yang bersinar, tambah sumringah, tambah bahagia. Alangkah indahnya kalau semua orang bisa bekerja dengan bahagia, bukan karena terpaksa,” terangnya.

 

Setelah itu, yang juga tak kalah penting, ia juga berhasil memberikan suatu pemahaman bahwa yang paling penting dalam bekerja di industri perhotelan adalah kepuasan tamu. Untuk itu, setiap individu harus memiliki jiwa melayani dalam bekerja. Menariknya, dalam hal ini, Iman bahkan tak segan turun langsung memberi contoh nyata pada timnya, misalnya, pernah satu waktu ia sendiri yang mengantar tamu langsung dan membantu membawakan barang ke kamarnya.  

 

Selain itu, demi kepuasan sang tamu, Grand Aston Yogyakarta juga memberikan pelayanan berbeda yang lebih personal pada tamu. Hotel yang terletak di pusat kota Yogyakarta ini, bahkan pernah memberikan complimentary tambahan pada saat-saat tertentu. Iman mencontohkan, ia pernah memberikan jamuan tarian Jawa plus tambahan welcome drink air kelapa muda pada sebuah rombongan corporate yang menginap tanpa diminta. Dalam memasarkan hotel, ia sering mencari inovasi-inovasi baru, seringkali tercetus pemikiran-pemikiran yang out of the box. Ia memberi contoh pada saat memasarkan hotel sebelumnya di Bandung, ia memberi ide untuk menyebarkan brosur di rest area Tol Cipularang mulai dari KM 57, bukan di Kota Bandung seperti yang dilakukan hotel lainnya. Dan, itu berhasil meningkatkan occupancy dan revenue, sehingga pada akhirnya diikuti hotel lain. 

 

“Kalau di Yogya ini saya membuat paket buka puasa murah. Dulu tidak ada buka puasa di hotel karena identik mahal. Dan, berhasil yang makan bisa sampai 8000 orang, bahkan pernah sampai 9864 selama bulan puasa. Dari situ hotel lain mengikuti, nah ke sininya harga saya naikkan, tapi target dikurangi menjadi 3000 orang. Saya berpikir dengan kita naikkan harga hotel lain juga mendapat tamu akhirnya menjadi rata, kami berbagi juga. Dengan niat seperti itu, alhamdulillah dapatnya 4000 di atas target,” Iman berkata tulus. 

 

Tak dapat dipungkiri bahwa kerja keras Iman dalam memimpin Grand Aston Yogyakarta berhasil. Dalam kurun waktu selama enam tahun (2013 – 2019) Grand Aston Yogyakarta meraih banyak capaian dan penghargaan membanggakan. Selain dari revenue yang tentunya terus meningkat, dari segi pelayanan pun mendapatkan penghargaan yang parameternya dapat dilihat dari penghargaan Trip Advisor dan beberapa penghargaan dari Online Travel Agent (OTA). “Kurang lebih total ada sekitar 26 penghargaan. Dari Trip Advisor kami meraih sertifikat excellence selama 7 tahun berturutturut dari 2013 hingga 2019,” pungkasnya.

 

Sukses Berkat Doa dan Restu Sang Bunda

 

Dari seorang atlet basket kemudian banting setir berkarier sebagai hotelier, Iman berhasil menunjukkan kinerjanya yang cemerlang. Berkat kerja keras, kegigihan, serta keinginan mempelajari hal baru, menjadikan kariernya terus menanjak. Ibarat anak tangga, ia berhasil menapakinya satu per satu hingga menjabat pucuk pimpinan tertinggi dalam sebuah hotel.

 

Namun, siapa menyangka bahwa kesuksesannya itu berawal dari sebuah mimpi! Pada awal meniti karier, ia selalu bermimpi untuk bisa menjadi seorang GM di usia 40 tahun. “Alhamdulillah tercapai, saya menjadi GM pada usia 39 tahun. Mimpi itu kan identik dengan tidur, nah yang paling bahaya itu kalau sudah bermimpi kita lupa bangun. Dan, pada saat sudah bangun kita hanya duduk saja tidak berlari, itu juga percuma. Kalau saya bermimpi, saya bangun dan berlari, kerja keras,” ujar Iman dengan penuh semangat.

 

Selain mimpi, ada satu hal menarik yang mengiringi kesuksesan Iman adalah doa dan restu sang ibunda tercinta di samping restu dari Sang Kuasa tentunya. Ia bercerita, ia selalu meminta doa dan restu dari sang bunda dengan cara membasuh dan mencium kakinya. Menurutnya, saat itulah, saat di mana sang bunda menangis mendoakan dirinya, di situlah ada keajaiban. Betapa banyak malaikat yang mencatat dan mengaminkan doa-doa tersebut.