Tokoh Inspiratif

Oleh: Iqbal Ramdani () - 27 March 2019

Naskah: Silvy/Gia Foto: Fikar Azmy/Istimewa

“Go-Jek bukanlah bisnis melainkan revolusi sosial. Kami ingin menjadi penggerak yang mengubah bangsa”

 

Bukan hal yang mudah bertemu Nadiem Makarim, ‘motor utama’ di balik PT Go-jek Indonesia (Go-Jek). Ia larut mendedikasikan waktu dan pemikiran untuk menjaga Go-Jek sebagai revolusi sosial. Bersama ratusan tim di sampingnya, Nadiem menanamkan prinsip bahwa mereka adalah misionaris, bukan employee. “We see Go-Jek is social movement by technology. This action for making huge change. Kami berjuang untuk satu tujuan, yaitu mendukung moda transportasi publik Indonesia yang lebih besar, nyaman, terintegrasi, dan based on technology. Kami pun berharap pemerintah daerah di seluruh Indonesia mendukung GoJek. Kami adalah karya anak bangsa dan satusatunya perusahaan yang bergerak di bidang transportasi dan logistik,” ujar Nadiem bersemangat kepada Men’s Obsession.

 

Go-Jek adalah Revolusi Sosial

Nadiem tak pernah mengira bahwa industri transportasi yang ia bangun menjadi salah satu perusahaan teknologi terbesar di Asia Tenggara. Putra dari pasangan Nono Anwar Karim dan Atika Algadrie itu mengatakan, niat awal mendirikan Go-Jek lebih kepada keinginan untuk memperbaiki transportasi di Indonesia. Namun, dalam kurun waktu 6 tahun, lulusan magister bisnis administrasi Harvard tersebut mencatatkan dirinya dalam sejarah, yakni sebagai Unicorn pertama di Indonesia. Unicorn adalah usaha rintisan (startup) yang nilai valuasinya sudah melebihi USD1 miliar atau Rp14,3 triliun (USD1 =Rp14.369). Kini, di usianya yang menginjak 34 tahun, ia resmi menjabat sebagai CEO perusahaan dengan estimasi nilai valuasi mencapai USD5 miliar atau sebesar Rp71,8 triliun. 

 

Pada 2017 lalu, Go-Jek meraih penghargaan sebagai Top 10 Most Powerful Brand in Indonesia pada acara Brand Asia 2017. Selain itu, Go-Jek mendapatkan penghargaan dalam Bank Indonesia Awards sebagai Perusahaan Fintech Teraktif Pendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) Inklusi dan Edukasi Keuangan serta Pemberdayaan UMKM. Prestasi yang paling membanggakan adalah pada akhir tahun 2017, Go-Jek menjadi satu-satunya perusahaan asal Asia Tenggara yang masuk daftar 56 perusahaan yang mengubah dunia (Change the World) rilisan Fortune. Go-Jek berhasil menempati peringkat ke-17. Tahun 2016, Nadiem diganjar “Asian of the Year” sebagai individu paling berpengaruh di Asia. Penghargaan diberikan oleh media terkemuka asal Singapura, The Strait Times. Di tahun yang sama, ia juga meraih The First Asean Entrepreneur Award dari The World Knowledge Forum di Seoul. 

 

Segala pencapaian yang ditorehkan Nadiem, tak diraih dengan semudah membalikkan telapak tangan. Perjuangan, kerja keras, dan kegagalan, harus dilalui ayah dari Solara Franka Makarim itu. “Go-jek itu lahir dari frustrasi saya naik ojek di Jakarta,”tuturnya. Pria 34 tahun ini mengatakan, sebelum ia mendirikan Go-jek, ia terbiasa menggunakan jasa ojek pangkalan dalam melakukan aktivitasnya. “Dulu saya naik ojek ke mana-mana karena kalau naik mobil enggak akan nyampe,” ujarnya. Nadiem mengeluhkan ojek pangkalan yang dulu sering digunakannya kerap sulit dicari ketika dibutuhkan. Saat tidak dibutuhkan, justru banyak terlihat. “Alasan jujurnya (mendirikan Go-jek) karena saya butuh layanan tersebut,” aku suami dari Franka Franklin itu. Sulitnya menemukan ojek di pangkalan, membuat Nadiem pada akhirnya memutuskan untuk memiliki ojek langganan. “Saya suka ajak ojek langganan saya ngopi, sambil ngobrol,” kata Nadiem. 

 

Di momen ini, ia mengaku banyak bertanya pada ojek langganannya. Tingginya tarif ojek yang kerap diterimanya membuat banyak pertanyaan seputar ojek dan kesejahteraan pengemudinya muncul di benak Nadiem. “Harganya tinggi, bisa Rp50 sampai Rp60 ribu,” ungkapnya mengenang masamasa menggunakan Ojek pangkalan. Dalam perbincangannya dengan ojek langganannya, ia tersadar permasalahan tentang jasa ojek bukan hanya menjadi masalahnya. “Saya sadar ini adalah problem fundamental. Ada supply and demand yang enggak seimbang,” tutur Nadiem. Sebelum membangun Go-jek, Nadiem sempat melakukan “trust test” kepada ojek langganannya. “Saya minta antar barang, dianter dan aman,” kata Nadiem. Hal ini membuatnya yakin usaha yang akan dibangunnya dapat bergerak dengan baik ke depannya. Nadiem pun mulai melakukan riset, misalnya saat di pangkalan ojek, ia mengamati pengemudi ojek harus bergiliran dengan pengemudi ojek lainnya.

 

Di sisi lain para pengguna ojek juga merasa malas untuk berjalan mencari pangkalan ojek. Di kota-kota besar, orang lebih suka menggunakan taxi karena lebih mudah dicari. Berdasarkan riset tersebut, Nadiem mendapatkan ide awal untuk melakukan inovasi bagaimana cara menghubungkan pengendara ojek dengan calon pembelinya. Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan ponsel. Go-Jek dirintis pada tahun 2011 dengan menggunakan sistem yang masih sangat sederhana, yaitu calon penumpang menghubungi melalui telepon atau kirim sms. Berkat komitmen dan kreativitas pria kelahiran 4 Juli 1984 ini, Go-Jek yang waktu awal dirintis hanya memiliki 10 karyawan dan 20 pengemudi ojek. Kini, bersama co founder-nya, Michaelangelo Moran, Nadiem telah melaju dengan kecepatan tinggi sehingga Go-Jek menjadi moda transportasi yang aman, nyaman, dan memanfaatkan teknologi internet. Bahkan, menciptakan lapangan pekerjaan bagi jutaan orang di Indonesia. “Transportation is choice for everybody.

 

Masyarakat di perkotaan atau pedesaan bebas memilih moda transportasi mana yang lebih baik,” ungkap pria yang meraih gelar MBA di Harvard Business School ini. Pengalaman buruk mengalami kemacetan di jalan-jalan kota Jakarta mendorong intuisi Nadiem untuk berinovasi. Ia menciptakan solusi dari moda transportasi yang sudah ada, yaitu ojek. Keseriusan Nadiem untuk berkecimpung di dunia bisnis transportasi ditunjukkan dengan keputusan menanggalkan posisinya sebagai eksekutif di Zalora Indonesia, Kartuku, dan McKinsey & Company.

 

“Kami benar-benar mendorong pengemudi Go-Jek untuk memberikan layanan yang nyaman, aman, dan harga yang terjangkau. Dari segi harga, Go-Jek menetapkan harga terjangkau karena para pengemudi sudah pasti mendapatkan order. Standar layanan yang kami terapkan juga bermanfaat menambah skill, tingkat kedisiplinan, ketepatan waktu, dan melatih service level para pengemudi Go-Jek. Bisa dibilang, Go-Jek adalah masa transisi mereka ke tahap selanjutnya yang lebih besar. Banyak dari mereka sudah berencana membuka usaha sendiri dari hasil dari Go-Jek. Hal ini sejalan dengan visi bahwa Go-Jek bukanlah bisnis melainkan revolusi sosial. Kami ingin menjadi penggerak yang mengubah bangsa,” aku pria dengan pesona mata hijau kecokelatan yang tajam ini. “Ketika kami memulai bisnis ini, banyak orang yang mengatakan bahwa kami harus ahli dalam satu bidang. Jika kami tidak cukup luar biasa pada satu industri maka akan cepat dilupakan oleh industri lain yang lebih baik dalam hal teknologi maupun finansial,” imbuhnya. 

 

Ini pula yang kemudian mendasari Nadiem bahwa Go-Jek perlu mengembangkan bisnis pada industri antar makanan atau go-food, entertaintment, salon, dan lain sebagainya. Ia berpendapat Go-Jek harus memberikan solusi pada kebutuhan seharihari konsumen di Indonesia.  “Konsumen adalah mereka yang memiliki masalah hari demi hari dan kami menciptakan produk di mana Go-Jek dapat menembus ruang kosong tersebut,” ujarnya.  Dari sekian banyak keberhasilan yang dimiliknya, Nadiem mengaku masih lebih banyak kegagalan yang dialami. Tidak hanya dirinya, Go-jek pun banyak belajar dari kesalahan. “Tidak ada malapetaka yang bisa terjadi kepada kompeni teknologi belum terjadi di Go-jek. Bahkan, tidak hanya terjadi sekali,” tegasnya.

 

Malapetaka yang muncul tidak lantas dijadikannya sebagai beban dan membuat stres. Namun, dijadikan Nadiem sebagai bahan evaluasi untuk membawa Go-jek bisa menjadi lebih baik lagi. 

 

Decacorn Pertama dari Indonesia

Belum lama Nadiem ditasbihkan ke dalam daftar The Bloomberg 50 Tahun 2018. Daftar tersebut merupakan daftar 50 tokoh atau inovator yang telah mengubah lanskap bisnis global dengan strategi yang terukur dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Nadiem adalah satu dari dua pemimpin bisnis asal Asia Tenggara yang berhasil masuk ke dalam daftar tersebut. Menurut Bloomberg, pria berkacamata ini dinilai berhasil mentransformasi Go-Jek sebagai Super App asal Indonesia menjadi aplikasi yang kehadirannya dinantikan di pasar regional seiring dengan diumumkannya rencana ekspansi internasional perusahaan tersebut. Dalam satu tahun terakhir, layanan on-demand berbasis aplikasi terbesar di Indonesia ini telah berekspansi ke Vietnam dan Singapura. Bahkan, telah merambah pasar Thailand dengan meluncurkan GET.

 

“Perlu saya tegaskan, mesin dari inovasi yang dilakukan perusahaan adalah tim Go-Jek dengan kerja keras dan kreativitas mereka. Kami juga tidak akan bisa berada pada posisi kami saat ini, tanpa para mitradriver dan merchants Go-Jek. Platform kami yang sediakan, tapi merekalah yang bekerja keras untuk melayani para pengguna dan membawa manfaat dan kemajuan bagi masyarakat,” terang Nadiem. Go-Jek didirikan delapan tahun lalu sebagai perusahaan ride-hailing dan telah bertransformasi menjadi sebuah Super App yang menyediakan akses ke berbagai layanan termasuk transportasi, pembayaran, pesan-antar makanan, logistik, dan berbagai layanan on-demand lainnya.

 

Go-Send, layanan kurir dan pengiriman dari Go-Jek sukses menempuh total jarak lebih dari 339 juta km selama tahun 2018. Beragam layanan Go-Life juga turut mencatatkan figur yang menarik sepanjang tahun lalu, seperti misalnya Go-Clean, layanan kebersihan profesional yang telah membantu pengguna membersihkan tempat tinggal seluas 38.8 juta meter kubik. Sementara, layanan otomotif GoAuto menghemat hingga 8,2 juta liter air pada tahun 2018 melalui layanan cuci mobil waterless. Terakhir, para pengguna biasanya menutup hari dengan layanan pijat profesional Go-Massage secara total telah mendedikasikan waktu lebih dari 2,2 juta jam untuk memijat badan yang lelah, setara dengan melakukan pemijatan selama 252 tahun. Pekan pertama Februari 2019 lalu, Go-Jek mengumumkan finalisasi putaran pendanaan Seri F yang diperoleh dari beberapa investor, yakni Google, Tencent, dan JD.com. 

 

Tak hanya mengumumkan dana segar yang baru diperoleh, perusahaan ride-hailing ini juga mengklaim sebagai layanan mobile on-demand dan platform pembayaran terbesar di Asia Tenggara. Dilihat dari total nilai transaksi bruto (GTV) tahunan di semua pasar yang mencapai USD9 miliar (sekitar Rp126,7 triliun), sebagian besar memang disumpang oleh layanan pembayaran Go-Pay. Dari total GTV, transaksi ekosistem Go-Pay menyumbang 6,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp88,7 triliun. Sementara layanan pesan antar makanan, Go-Food meyumbang angka USD2 miliar atau sekitar Rp28,1 triliun. Nilai transaksi yang diperoleh Go-Food menjadikannya layanan pesanantar makanan terbesar di Asia Tenggara. “Go-Food telah menjadi layanan pesan antar makanan terbesar di regional (Asia Tenggara). Sementara Go-Pay, telah digunakan untuk memproses tiga perempat dari pembayaran mobile di Indonesia,” ujar Nadiem.

 

Menurut riset dari Financial Times Confidential Research akhir 2018 lalu, GoPay menjadi platform pembayaran digital terpopuler di Indonesia. Saat ini, Go-Jek mengaku memiliki hampir 300.000 merchant online maupun offline di Indonesia. Sebanyak 80 persen di antara pedagang makanan tersebut adalah UMKM, memposisikan GoJek sebagai pendorong pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah di Tanah Air. Sedangkan, Go-Pay telah bekerja sama dengan 28 lembaga keuangan untuk memberikan akses ke jutaan keluarga Indonesia. Inovasi yang dikembangkan di payment channel ini, yakni layanan untuk berdonasi di masjid, yayasan, dan lokasilokasi yang terdampak bencana melalui kerja sama dengan lembaga yang berwenang. Dari hasil kerja sama ini, total donasi dari pengguna Gopay yang telah disalurkan melalui lembaga berwenang ke pihak terkait yang membutuhkan di tahun 2018 mencapai Rp4,8 miliar. Saat ini, Go-Jek telah memperluas jaringan bisnis ride-hailing di Singapura, Vietnam, dan Thailand. 

 

Nadiem mengatakan masih ingin menambah negara-negara baru untuk memperluas jangkauan Go-Jek. “Kami sangat ingin memperluas visi kami ke lebih banyak negara dan di saat yang bersamaan menempatkan Indonesia pada peta sebagai pusat inovasi teknologi regional,” kata Nadiem dengan serius. Bersama afiliasinya, Nadiem menyebut bahwa Go-Jek telah beroperasi di lima negara dan 204 kota serta wilayah di seluruh Asia Tenggara. Ia mengatakan telah memiliki 2 juta mitra kemudi dan 400.000 merchant. Dari putaran pendanaan Seri F, Go-Jek dikabarkan mendapatkan suntikan dana sebesar 920 juta dollar AS (sekitar Rp13 triliun). Apabila angka ini benar maka valuasi Go-Jek ditaksir mencapai USD9,5 miliar (sekitar Rp132 triliun). Jika nantinya valuasi bisa menembus angka 10 miliar dollar AS maka Go-Jek akan menjadi startup “Decacorn” pertama dari Indonesia. Istilah “Decacorn” digunakan untuk perusahaan rintisan digital yang mencapai angka valuasi tersebut.

 

Ingin Go-Jek Melegenda

Pertumbuhan Go-Jek yang pesat saat ini, dipandang bersaing keras dengan Grab, yakni perusahaan Singapura yang didirikan oleh teman Nadiem juga, Anthony Tan. Namun, ia menggarisbawahi, tekanan yang ada justru membuatnya kini semakin maju.  “Hal ini benar-benar sulit ketika Anda sedang berada di fase persaingan ini, ketika segala hal beradu dan bersaing ketat. Namun ketika Anda melangkah lebih, Anda akan menyadari bahwa memang dibutuhkan suatu kompetisi untuk menciptakan skala dan membawa perubahan,” imbuhnya. Ia berharap keberadaan Go-Jek dapat menginspirasi Indonesia dan daerah besar lainnya bahwa teknologi dapat memperbaiki kehidupan banyak orang. 

 

“Go-Jek merupakan sebuah ekosistem unik yang tidak pernah tunduk pada status quo. Kami melihat berbagai masalah yang membuat masyarakat frustrasi, dan kami tahu bahwa satu-satunya cara menangkal rasa frustrasi tersebut adalah dengan melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Saya berharap bahwa bertahun-tahun dari sekarang, GOJEK akan dibicarakan sebagai perusahaan yang membuktikan bahwa teknologi adalah kunci untuk kemajuan ekonomi dan lompatan menuju tahap berikutnya dalam evolusi sosial,” tandas Nadiem.

 

Para Inspirator

Ketika ditanya siapa sosok inspirator, Nadiem segera menjawab, yaitu tim dan pengemudi ojek. “I think I’m huge fan of my own team and my drivers. I get inspired everyday by my BoD, my manager, my employee. So, I don’t look outside actually. Every day I get inspired by my team and my drivers. Tim kami adalah anak-anak muda dengan kreativitas dan pemikiran luar biasa. Everyone here not looking for money. We here have a purpose. That’s something you can’t buy from anywhere. Vice president- vice president kami usianya masih 25-26 tahun. Mereka sudah menjadi CEO multi huge business. Kami tidak memandang dari pengalaman dan usia, tetapi melihat dari drive, strong, and hunger to make a change,” jelasnya dengan ramah.

 

 

Mengaspal di Negeri Gajah Putih

Unit usaha Go-Jek di Thailand, Get resmi mengaspal di Bangkok pada 27 Februari 2019. Setelah fase beta yang dimulai pada bulan Desember 2018, GET telah memperluas jangkauan layanan hingga menjangkau 80 persen kota Bangkok dan memperkenalkan layanan pesan-antar makanan GET-Food. Selama perkenalan dengan fase beta, GET telah menyelesaikan dua juta perjalanan di kota Bangkok. Hal tersebut membuktikan tingginya permintaan konsumen di sektor industri ini.

 

Saat ini, ada tiga layanan yang kami tawarkan kepada masyarakat Bangkok, yaitu GET Win untuk layanan antar penumpang dengan motor, GET Delivery untuk pengiriman paket, dan GET Food untuk pesan antar makanan. Nadiem menguraikan kebanggaan atas kerja timnya di Thailand. “Respons positif yang kami terima dari ratusan ribu pelanggan, mitra driver dan merchants di Bangkok selama dua bulan fase beta menunjukkan bahwa kota ini membutuhkan lebih banyak pilihan,” ujarnya. Menurut Nadiem, peluncuran GET di negeri gajah putih tersebut merupakan pencapaian penting bagi GoJek.

 

“Dan kami berterima kasih terhadap dukungan yang diberikan para pemangku kepentingan termasuk pemerintah baik di Indonesia maupun di Thailand,” imbuhnya seraya tersenyum. Acara peluncuran GET ini dihadiri oleh Co-Founder dan Chief Executive Officer GET Pinya Nittayakasetwat, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Thailand Ahmad Rusdi, Wakil Menteri Masyarakat dan Ekonomi Digital Thailand Pansak Siriruchatapong, bersama ratusan tamu lain. Penggunaan nama GET untuk layanan Go-Jek di Thailand memiliki alasan khusus. Menurut Nadiem tidak digunakannya nama Go-Jek di Thailand karena mereka butuh nama yang lebih
familiar di mata penggunanya. “Alasan kenapa Go-Jek sebagai brand itu sukses banget karena benar-benar dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bukan hanya dari sisi nasionalis, tapi juga dari sisi familiarity dari ojek. Nah, tidak ada koneksi terhadap nama ojek di Thailand. Di mana bahasa dan kulturnya beda,” sambungnya. 

 

Ia pun memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada tim GET di Thailand untuk menentukan nama yang ingin mereka gunakan. Ia beralasan, tim dari Thailand lah yang memiliki wawasan lokal dan tahu branding seperti apa yang akan diterima oleh masyarakat. Pinya Nittayakasetwat menjelaskan asal-usul dipilihnya nama GET. Pria yang biasa disapa Kun Pan ini mengatakan bahwa pemilihan nama ini untuk menunjukkan bahwa GET bisa mendapatkan apa pun permintaan pengguna, baik itu layanan ojek atau antar makanan favorit pengguna. Bahkan, untuk menegaskan bahwa mereka bisa mengerti dan mendapatkan apa pun permintaan pengguna, GET juga mengusung tagline yang sangat catchy, yaitu ‘We Get You’. “GET adalah satu nama yang mudah diingat masyarakat Thailand.

 

Kami memahami Anda, apa yang ingin Anda lakukan, apa yang Anda perlukan. Itulah kenapa GET merupakan kata terbaik yang cocok untuk perusahaan kami,” jelas Kun Pan. Sementara Menkominfo Rudiantara mengungkapkan, dirinya bangga dengan apa yang telah dicapai Go-Jek saat ini. Menurutnya, Go-Jek sudah menjadi perusahaan Indonesia yang multinasional karena telah hadir di luar Indonesia. “Saya atas nama pemerintah itu bangga ada perusahaan Indonesia yang MNC (Multinational Company). (Go-Jek) Ada di Vietnam, Thailand, Singapore, soon mungkin di negara ASEAN lainnya. Itu juga menunjukkan sebenarnya betapa dipercaya perusahaan Indonesia,” katanya di sela acara peluncuran GET di Bangkok, Thailand. Rudiantara menambahkan, pemerintah Indonesia akan selalu membantu perusahaan rintisan apa pun untuk bisa ekspansi ke luar negeri, atau mengembangkannya menjadi startup bergelar Unicorn yang nilai valuasinya 1 miliar dolar AS. Regulasi sekarang disebutnya sudah mudah, ditambah adanya program 1000 Startup untuk mengumpulkan para pendiri startup agar diinkubasi alias dilatih sehingga perusahaannya akan semakin berkembang.