Prostitusi Antara Transaksi dan Konspirasi

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 24 May 2015
Dari sekian banyak cerita tentang perempuan penghibur yang menjadi agen spionase, kisah wanita bernama Margaretha Geertruida ‘Grietje’ Zelle alias Mata Hari adalah yang paling tragis.

Lahir pada 7 Agustus 1876, Margaretha merupakan putri dari pasangan pengusaha minyak Belanda yang sukses. Tentu saja masa remaja Margaretha penuh dengan kebahagiaan. Perpaduan darah antara Belanda dan Jawa, membuat dia tumbuh sebagai remaja dengan kecantikan dan tubuh nan eksotis.

Sampai kemudian, sang ayah bangkrut dan bercerai dengan ibunya di tahun 1889, membuat Margaretha terpukul. Kehidupannya berubah drastis saat dia dikeluarkan dari sekolah calon guru taman kanak-kanak karena terlibat skandal dengan kepala sekolahnya.

Di usia 18 tahun, Margaretha menikahi seorang pegawai militer Belanda, Rudolf John MacLeod, yang 20 tahun lebih tua. Ketika suaminya ditugaskan di Jawa, ia pun harus ikut ke negeri leluhurnya itu di Ambarawa, Jawa Tengah dan belajar tarian Jawa.

Namun lagi-lagi, cobaan menerpa hidupnya. Di Jawa, ia harus bercerai dengan suaminya sementara anak lelakinya meninggal dunia.

Ia pun melupakan kesedihannya dengan meninggalkan Jawa dan bermukim di Kota Paris, Perancis. Disini, ia menjadi pemain sirkus dan penari erotis. Semua itu ia lakoni dengan serius dan membuatnya sangat terkenal di seantero Eropa. Dengan kecantikannya, ia memikat pejabat militer, politisi, dan orang-orang berpengaruh di Perancis. Bahkan menjadi ‘simpanan’ putra mahkota Jerman saat itu.

Dalam perkembangannya kemudian, Mata Hari direkrut menjadi agen rahasia Jerman. Ia disebut-sebut menjalani pelatihan di sekolah mata-mata Jerman di Antwerp, Belgia dan memiliki kode intelijen ‘H21’.
Kedekatannya dengan sejumlah petinggi negara di Eropa, membuat lembaga intelijen Perancis juga merekrutnya sebagai agen intelijen Prancis. Mata Hari menerima tawaran itu demi uang agar bisa hidup bersama kekasihnya yang asal Rusia, Vladmir Masloff.

Mata Hari pun menjalani kehidupan sebagai ‘agen ganda’ Jerman dan Perancis. Sampai kemudian pada bulan Januari 1917, atase militer Jerman di Madrid mengirim pesan radio ke Berlin menggambarkan kegiatan mata-mata Jerman dengan kode nama H 21. Pesan itu disadap agen mata-mata Perancis sehingga terendus bahwa H 21 adalah Mata Hari. Aparat Perancis menciduknya pada 13 Februari 1917 dan menjebloskan Mata Hari ke penjara.

“Saya tidak bersalah,” kata Mata Hari saat diinterogasi. “Seseorang sedang mempermainkan saya - kontra spionase Perancis. Saya sedang dalam tugas mata-mata dan saya bertindak hanya dalam perintah itu,” kata dia, seperti dimuat laman www.mata-hari.com.

Tapi semua itu tak digubris pengadilan setempat. Hidup penari erotis itu pun berakhir tragis pada tanggal 15 Oktober 1917. Dengan berpakaian hitam-hitam, Mata Hari harus meregang nyawa dihadapan 15 algojo tembak yang memuntahkan peluru hingga menembus jantung dan telinganya. Tak ada orang yang mengakuinya, sehingga jasad sang Mata Hari harus berakhir di meja praktek fakultas kedokteran dan kepalanya yang disimpan di Museum Anatomi Paris diketahui hilang pada tahun 2000.