Prostitusi Antara Transaksi dan Konspirasi

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 24 May 2015
“Pelacur adalah mata-mata paling baik di dunia. Aku telah membuktikannya di Bandung. Kau tak dapat membayangkan betapa banyak manfaat yang bisa dilakukan para wanita ini,” ungkap Presiden RI I, Soekarno seperti tertulis dalam biografi ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’ yang ditulis Cindy Adams.

Bung Karno mengemukakan itu saat menceritakan awal ia bersama Partai Nasional Indonesia (PNI) menggelorakan nasionalisme dengan berbagai pidatonya. Aksi Bung Karno itu membuat pemerintah kolonial Belanda semakin memperketat pengawasan terhadap Soekarno. Rapat-rapat PNI selalu diawasi intel-intel Belanda. Tidak ada tempat aman lagi untuk bicara politik dan pergerakan nasional di Bandung sekitar tahun 1928. Tak kehabisan akal, Soekarno menggelar rapat di lokalisasi alias tempat pelacuran sehingga aman dari intaian.

Soekarno pun merekrut para pelacur untuk menjadi kader PNI. Ada 670 anggota PNI Bandung yang berprofesi sebagai pelacur ketika itu. Tugas mereka, mencari informasi rahasia dari para polisi dan pejabat Belanda serta melakukan teror dengan cara yang halus. Misalnya menyapa mesra pejabat Belanda saat ia berjalan dengan istrinya sehingga membuat marah sang istri kepada si pejabat tersebut. Bung Karno mengistilahkan tugas itu sebagai “perang urat saraf”.

Memang, memanfaatkan perempuan pekerja seks untuk urusan mata-mata atau spionase demi kepentingan kekuasaan dan politik, telah banyak terjadi di berbagai negara.

1. Christine Keeler di Inggris
Perempuan penghibur asal London, Christine Keeler pernah membuat geger Inggris tahun 1963 saat terungkap skandalnya dengan John Profumo, Menteri Perang Inggris di era Perdana Menteri Harold Macmillan. Pasalnya, selain dengan Profumo, Keeler juga melakukan affair dengan Yevgeny Ivanov, seorang Atase Angkatan Laut di Kedubes Uni Soviet di London. Padahal saat itu terjadi Perang Dingin antardua Negara. Sehingga Profumo yang sudah punya istri itu harus mundur pada 5 Juni 1963 dan pada Oktober tahun yang sama PM Macmillan juga mundur seiring bubarnya pemerintahan Partai Konservatif.

2. The Munsinger Affair
Dalam kurun waktu tahun 1963, Kanada digemparkan dengan skandal yang kemudian dikenal dengan sebutan The Munsinger Affair. Disebut begitu karena melibatkan seorang perempuan mata-mata Soviet (Rusia-red) bernama Gerda Munsinger. Skandal ini menjadi menarik karena Munsinger yang berkebangsaan Soviet melakukan skandal dengan pejabat Kanada. Sementara, Kanada dan Soviet ketika itu memiliki hubungan diplomatik yang tidak baik. Parahnya lagi, Munsinger tak hanya melakukan skandal dengan satu anggota kabinet tapi juga sejumlah menteri Kanada.

3. Anna Chapman alias Anya Kushchenko

Jauh sebelum menjadi presenter TV, model, dan pemilik fashion bermerk, Anna Chapman dikenal sebagai agen mata-mata perempuan Rusia. Ia dijuluki sebagai ‘femme fatale’ dan ditangkap oleh Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika Serikat karena menjadi mata-mata Rusia pada 27 Juni 2010. Perempuan cantik yang memiliki nama lain Anya Kushchenko, ini dituduh bekerja dalam program jaringan ilegal di bawah kendali badan intelijen luar negeri Rusia, SVR (Sluzhba Vneshney Razvedki) dan kemudian dibebaskan dalam pertukaran tawanan.

Tapi yang menjadi menarik tentang Anna Chapman adalah perkembangan terakhir dimana berkembang kabar yang menyebutkan kepala intelijen Rusia meminta Anna Chapman untuk merayu Edward Snowden, mantan analis di National Security Agency (NSA) yang membocorkan program pengintaian global yang dilakukan badan intelijen sinyal Amerika Serikat itu di seluruh dunia.

Konon, seperti dikemukakan oleh mantan agen KGB, Boris Karpichkov, seperti dilansir Sunday People, Anna Chapman diminta untuk menemani Snowden sehingga tetap berada di Moskow. Dengan begitu, Rusia bisa leluasa ‘menginterogasi’ Snowden. Namun, ayah mertuanya, Kevin Chapman membantah bahwa Anna adalah mata-mata. “Dia bukan seperti Mata Hari,” kata dia seperti dimuat laman Telegraph, 3 Juli 2010.

4. Won Jeong Hwa Gegerkan Korsel
Di akhir tahun 2008, Pengadilan Distrik Suwon, Korea Selatan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Won Jeong Hwa, seorang wanita Korea Utara yang dituduh sebagai mata-mata. Jaksa penuntut umum mendakwa Won telah menggunakan seks sebagai senjata dalam menjalankan misi spionasenya. Antara lain ia menjalin hubungan intim dengan seorang pejabat militer Korsel untuk memuluskan aksi. Sehingga Won mampu membocorkan informasi militer dan informasi pribadi pejabat Korea Selatan kepada Korea Utara. Bahkan, Won dalam aksinya juga berupaya membunuh agen intelijen Korsel dengan jarum beracun. Namun, rencana jahat ini urung dilaksanakan.

5. Cohen dan Mossad
Shulamit Arazi Cohen, perempuan bayaran dari Israel ini punya sejumlah nama antara lain “Shulamit Cohen Shik” atau “Chulamit Mayer Cohen” alias “Shula Cohen”. Namun apapun namanya, yang pasti ia adalah seorang pelacur Yahudi yang merangkap agen perempuan Dinas Rahasia Israel (Mossad) di Libanon. Tugasnya, mengorek sebanyak mungkin informasi dari pejabat tinggi di Libanon. Caranya, dengan memanfaatkan kemolekan tubuh, tentunya. Hebatnya, dia mengaku telah melakukannya dengan banyak pejabat tinggi Libanon. Hasilnya, ia sukses membuka kedai minuman keras dan rumah bordir di salah satu jalan Beirut. Melalui anak asuhannya itulah Shula Cohen mengorek banyak informasi intelijen berharga dari para pejabat tinggi Libanon. Bahkan pada tahun 1950, ia berhasil mencuri protokol keamanan antara Suriah dan pemerintah Libanon.

Selain aktivitas spionase, Shula juga terlibat di berbagai aksi pembobolan bank. Kedoknya terbuka pada 9 August 1961 ia pun ditangkap dan dihukum seumur hidup namun dibebaskan pada 1967, dalam pertukaran tawanan Perang Enam Hari. Hebatnya, Shulamit Arazi Cohen ini kemudian dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh Israel.

Selain Shula Cohen, ada nama Tzipi Livni, perempuan yang diberitakan beberapa kantor berita di Timur Tengah seperti Albawaba dan Al Diyyar sebagai agen intelijen Israel yang memberikan kemolekan tubuhnya kepada sejumlah pejabat Palestina. Yang menghebohkan, Livni memberikan itu semua saat ia menjabat chief negosiator Israel untuk Palestina. Livni yang juga mantan Menteri Luar Negeri Israel ini melakukannya untuk mendapatkan informasi penting terkait otoritas Palestina.

Konon, ia berani mengemukakan kisahnya itu setelah Rabbi utama di Israel, Ari Shefat mengatakan bahwa perempuan Israel bisa berhubungan seks dengan musuh untuk mendapatkan informasi. Namun, sejumlah kalangan di Israel membantah berita tentang Livni tersebut.