Ahmad Sahroni si Anak Priok Meraih Mimpi

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 13 August 2014
Baru tiga bulan sepuluh hari Roni melihat dunia, ia sudah ditinggalkan sang ayah yang pada saat itu menceraikan ibundanya. Otomatis, sejak bayi hingga sekarang, ia tak tahu bagaimana raut wajah dan rasa belaian ayahnya.

Bahkan saat remaja, ketika libur sekolah, Roni pernah mencari sang ayah hingga ke Medan, Sumatera Utara, tapi hasilnya nihil. Otomatis, sejak bayi hingga sekarang Roni dibesarkan sang bunda, Hernawaty yang dibantu nenek tercintanya.

Sebagai pedagang nasi Padang di pelabuhan Tanjung Priok, terbayang betapa sulitnya Hernawaty menjalani kehidupan ; mencari uang dengan berdagang nasi dan mengurus seorang bayi. Tak jarang, Roni bayi diajaknya serta berdagang. “Ibu cerita, ketika saya bayi saya ditaruh di gerobak dagangan, sementara ibu melayani pembeli. Kalau saya kepanasan ibu mengipasi dengan potongan kardus tebal,” kenang Roni.

Selepas senja, ibu dan anak itupun pulang ke rumah sempit tak berkamar dengan dinding tak berplester. Ketika malam menjelang, Roni dan adik tirinya Heri Susanto atau Iko pun tidur beralas kasur tipis yang digelar di ruang tamu merangkap ruang tidur. Kalau hujan, air pun merembes masuk dan banjir mengikuti.

Saat usia beranjak, keadaan belum berubah. Kesulitan tetap menjepit. Hiburan satu-satunya adalah numpang nonton televisi di rumah tetangga. Itupun kalau diizinkan, karena tak jarang juga mereka tak boleh masuk hanya untuk sekedar nonton film kartun.