Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 8): Berjalan Menuju Istana

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 16 June 2014
Siang pada 25 Oktober 2012. Ruang Pusat Penerangan Mabes TNI Cilangkap dipenuhi para perwira menengah dan tinggi. Waktu jelang pukul 13.00 Joko Widodo, kala itu baru saja sepuluh hari dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta datang. Ia didaulat oleh Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) tampil di Mabes TNI itu menjadi pembicara dalam bahasan kepemimpinan dan pelayanan publik. Lantas, ia tak serta-merta memasuki aula sudah dipenuhi hadirin.

“Saya mohon ijin untuk Zuhur dulu,” ujar Jokowi.

Seorang staf di Puspen mengajak Jokowi memasuki ruangan kerja Kapuspen. Jokowi mengambil wudhu lalu shalat di sajadah sudah dibentangkan. Segelas minuman disediakan di meja menanti Jokowi usai shalat. Begitu kelar menghadap Sang Khalik, ia bergegas memakai sepatu, setahu saya satu-satunya dipakai dan dibawa sejak masih menjadi Walikota Surakarta. Segelas aqua di meja tak disentuhnya.

Saya kala itu menjadi moderator acara. Saya perhatikan lebih satu setengah jam Jokowi bicara. Ia tak terlihat menenggak minuman disediakan. Saya tak bertanya, apakah Jokowi kala itu berpuasa? Namun dari mengenalnya sejak masih menjadi Walikota Solo, menurut kolega dekatnya, Jokowi rutin puasa.

Bahkan ada yang menyebutkan Jokowi sudah lebih 15 tahun puasa Nabi Daud; sehari puasa sehari tidak. Sejauh mana kebenarannya, saya tak pernah menanyakan kepada Jokowi, mengingat saya pahami ranah beragama dicamkan Jokowi adalah sisi personal.

Awal 2012, sebuah foto sosok Jokowi yang saya abadikan shalat Jumat di sebuah gang MHT, di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, pernah dipinjam untuk dimuat oleh Detikcom. Ketika itu saya sempat amati Jokowi ditawari untuk pindah masuk ke bagian dalam masjid. Namun sebagaimana jamaah Jumat lainnya agak terlambat datang, Jokowi tak masalah berstatus sama dengan warga kebanyakan. Ia tampak khusyuk mengikuti ibadah wajib itu berpanas dan bersebelah dengan got yang mengganggu hidung.

Dalam kesempatan dua kali bersama hendak ke luar kota, keduanya pas di jam shalat Magrib di Bandara Soekarno-Hatta. Sebelum menuju gate keberangkatan, langkah Jokowi tertuju bergerak ke sebelah kanan terminal keberangkatan dalam negeri itu. Tempat yang disasarnya mushalla. Jokowi mengantri mengambil wudhu di tempat umum. Satu dua jamaah ada yang saling cowel sesamanya dan berbisik, “Jokowi, Gubernur!” Begitulah.

Era sebelum nama Jokowi dicalon-presidenkan, hampir tak ada yang mengusik, bertanya tentang keislamian Jokowi. Namun begitu namanya menjadi Capres, beragam isu dihembuskan.

Mulai dari tidak bisa berwudhu, tidak mampu menjadi imam shalat, hingga belum pernah dan tidak paham haji. Intinya kampanye hitam ihwal keberagamaan Jokowi. Dan isu soal agamanya ini dimanfaatkan betul oleh lawan politik Jokowi.

Akan halnya ihwal haji itu, saya menemukan foto Jokowi naik haji pada awal 2003. Itu artinya ia belum menjabat sebagai walikota, apalagi gubernur. Dan salah satu rombongannya berhaji itu adalah Tantowi Yahya, presenter yang kini anggota DPR dari fraksi Golkar itu.

Dalam pemantauan saya kini, beberapa daerah, terutama dari asal saya Sumatera Barat, mendapatkan isu akan ketidak-jelasan keislaman Jokowi. Entah dari mana fakta empiriknya, dari apa yang saya amati, sebagaimana Anda baca di atas, berbeda sekali antara isu dengan faktanya.

Lebih jauh, saya berani mengatakan bahwa urusan keberagamaan Jokowi sudah melebihi lini batas ibadah rutin terlihat. Pengalaman saya, ketika suatu waktu, saya membaca ada seorang ibu melahirkan di jembatan penyeberangan Jatinegara, Jakarta Timur. Di sisi ibu yang mbrojol itu ada tiga anaknya yang masih kecil. Waktu jelang tengah malam. Beruntung ada warga yang menyaksikan urusan kemanusiaan itu. Sang ibu dibawa ke Puskesmas, Jatinegara.

Esok paginya saya membaca koran peristiwa itu. Serta-merta saya ke Balaikota DKI, menemui Jokowi. Saya sampaikan kepadanya peristiwa ibu mbrojol itu. Saya ajak Jokowi melihat sang ibu dan anaknya ke Puskesmas. Jokowi lantas mencek agendanya hari itu. Ajudan mengingatkan ada tamu dan rapat lain.

Saya beri alasan bahwa menjenguk si ibu yang melahirkan di tangga penyeberangan itu jauh lebih penting.

Maka serta-merta Jokowi memutuskan berangkat ke Puskesmas Jakarta Timur. Ia menemui sang ibu, memberikan perhatian dan bantuan. Momen di Puskesmas itu dimanfaatkan pula oleh Jokowi menanyakan ihwal pelayanan Kartu Sehat warga. Maka bagi saya, urusan ibadah dan beragamanya Jokowi, jika ada limit batas terlihat kasat mata, dapat disimak oleh orang kebanyakan, bagi saya dia sudah melewati labirin itu.

Sepadan Jokowi dalam beragama hanya ia dan Allah SWT yang paling mafhum. Akan halnya saya, termasuk Anda, hanya dapat menyimak, menyaksikan, mungkin juga mampu merasakan. Lain tidak.