Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 8): Berjalan Menuju Istana

Perjalanan menuju istana presiden tinggal hitungan bulan. Optimisme rakyat untuk mengiringinya menuju istana juga semakin besar, meski tak bisa dinafikan jika tantangannya pun luar biasa.
Betapa tidak, memasuki hari ketiga masa kampanye saja, pertarungan antara kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) justru semakin ketat.
Kampanye di dua kubu semakin dinamis. Ada yang normal dan wajar tapi juga ada yang menjurus kasar. Kampanye hitam dan kampanye negatif yang ditujukan pada pasangan Jokowi-JK semakin dahsyat. Sejak dideklarasikan tak sedikit kampanye gelap yang menghampiri Jokowi.
Terutama mengenai masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) khususnya di media sosial. Mulai dari isu kematian Jokowi yang menghebohkan dunia maya, baik melalui Facebook atau Twitter lengkap dengan foto Jokowi berupa iklan pengumuman kematian yang sering dimuat di surat kabar.
Foto itu menyebutkan bahwa jenazah Jokowi akan disemayamkan di kantor PDIP Lenteng Agung dan dikremasi pada 6 Mei 2014. Dan, hingga kini belum diketahui siapa yang pertama kali mengunggah foto itu.
Bagi Jokowi, itu merupakan kampanye hitam yang paling menyakitkan dibanding kampanye hitam lain yang pernah diterimanya. “Apa tidak ada cara yang lebih baik, melalui program misalnya,” kata Jokowi saat menghadiri Tanwir Muhammadiyah yang digelar di Hotel Mesra, Kalimantan Timur, pada Sabtu, 24 Mei 2014 lalu.
Lagi, soal huruf ‘H’ di depan nama Jokowi, dengan tegas ia mengatakan huruf H di depan namanya bukanlah Herbertus, melainkan haji. “Saya kan sudah haji, istri saya hajah. Seluruh keluarga saya juga sudah haji,” tegasnya.
Masih belum berhenti sampai disitu, pada awal Mei lalu, muncul tabloid “Obor Rakyat” dan beredar di pesantren-pesantren di penjuru Pulau Jawa. Berita di dalamnya, menuduh Jokowi sebagai keturunan Cina dan ingin melakukan deislamisasi.
Hal ini langsung dilaporkan Tim kuasa hukum Jokowi-JK ke Badan Pengawas Pemilu kemarin dan melaporkan redaksi Obor Rakyat ke Mabes Polri. “Dampak dari konten yang menistakan itu adalah terdegradasinya persepsi masyarakat terhadap posisi Jokowi sebagai calon presiden,” kata ketua tim hukum, Sirra Prayuna yang merasa khawatir jika persebaran tabloid ini akan memicu keresahan yang berujung ke konflik horizontal di daerah-daerah dengan basis massa islam.

Terlihat tanda tangan mirip tanda tangan Jokowi pada surat tertanggal 14 Mei itu dan isinya seolah-olah Jokowi meminta agar diberi penangguhan proses penyidikan sampai selesainya pemilihan presiden.
Namun, tak ada stempel resmi pemerintah DKI. Hal itu pun langsung dibantah Tim hukum Jokowi dan memastikan surat itu palsu. Pelaksana harian Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Khairul Amir, juga telah membantah lembaganya pernah mengeluarkan surat panggilan untuk Jokowi.
Namun yang paling menyedihkan adalah ketika isu SARA semakin menjadi-jadi. Sejak maju di pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, Jokowi memang sudah diserang serangkaian isu SARA. Isu itu antara lain menyebutkan Jokowi bakal menyuburkan organisasi Kristen, sebagai keturunan Cina hingga ada yang meragukan kemampuan Jokowi untuk shalat dan mengaji.
Padahal, Jokowi sudah jelas keislamannya. Ia selalu membacakan mukadimah dengan bershalawat dalam setiap pidatonya. Sampai-sampai Jokowi harus mengeluarkan pernyataan pers untuk itu.
“Saya Jokowi, bagian dari Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di Negara RI yang memegang teguh UUD 45. Bhinneka Tunggal Ika adalah rahmat dari Tuhan,” kata Jokowi dalam siaran pers yang dibagikan kepada wartawan, Sabtu (24/5/2014).
“Semua orang boleh ragu dengan agama saya, tapi saya tidak ragu dengan iman dan imam saya dan saya tidak pernah ragu dengan Islam agama saya,” ujarnya menambahkan.
Jokowi juga mengatakan dirinya bukan bagian dari kelompok yang mengaku Islam yang punya tujuan mewujudkan negara Islam. Dia pun menyatakan bukan bagian dari yang mengaku Islam, tetapi suka menebar teror dan kebencian. “Saya bukan bagian dari kelompok Islam yang sesuka hatinya mengafirkan saudaranya sendiri,” katanya.
Dalam setiap pertemuannya dengan para kyai di berbagai pesantren, Jokowi selalu meminta para kyai bisa membantu meluruskan serangan soal identitas Jokowi. “Saya minta para kiai sampaikan apa adanya. Saya kurus, wajah saya ndeso agar fitnah-fitnah yang berkembang bisa dipertimbangkan rakyat,” kata Jokowi saat menyambangi kantor DPC Nahdlatul Ulama di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/6).
“Bicarakan apa adanya. Jangan dilebih-lebihkan. Yang penting kalau sudah diberikan amanah. Insya Allah dijalankan,” pinta Jokowi.

“Ini harus dijelaskan. Kalau ndak, fitnah aja nanti. Dengan terpaksa saya agak sombong sedikit, riya’ (pamer) sedikit. Karena difitnah terus. Berapa kali saya umrah dan haji, saya sebarkan,” ujar Jokowi saat orasi kampanye terbuka di Lapangan Siaga, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/6).
Saat menyambangi kediaman Habib Abdullah di Jalan Masjid 2, Empang Raya, Bogor, Jawa Barat, Jokowi meminta nasihat dari sesepuh habib tersebut sebelum melaksanakan salat zuhur di Masjid Noer Alatas. Usai melakukan salat, Jokowi langsung berziarah ke makam habib yang berada di Yayasan Noer Alatas tersebut.
Ihwal keislaman Djokowi ini juga bisa dilihat ketika ia pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah dan mengunjungi sahabatnya, KH Abdul Karim, di Pondok Pesantren (ponpes) Al Quraniy Azzayadiy, Laweyan. Disambut lantunan salawat oleh ratusan santri ia melakukan temu kangen dengan Gus Karim, sapaan KH Abdul Karim.
Gus Karim mengatakan, dirinya kenal Jokowi sudah sejak mencalonkan diri sebagai walikota Solo periode pertama. Saat itu dirinya mau bergabung menjadi tim sukses lantaran mengetahui persis kepribadian Jokowi . “Lihat saja dulu pas deklarasi damai capres. Selesai berpidato, Jokowi disambut dengan shalawat. Yang satunya malah kata-kata yang tidak jelas. Itulah tandanya Jokowi itu orang baik, imbuhnya.
Gus Karim juga menambahkan bahwa Jokowi lah yang membuat acara Solo bershalawat. Beliau juga orang pertama yang punya ide shalat teraweh 23 rakaat di Loji Gandrung (rumah dinas walikota Solo).

“Sebab isu agama sangat mudah disalahgunakan dan memancing emosi, sehingga akal sehat sering dikalahkannya,” katanya.
Setali tiga uang, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi juga meminta kepada seluruh pihak yang bersaing dalam Pilpres agar menghentikan serangan atau manuver politik yang berbau SARA, terutama isu agama.
“Sudah harus berhenti, jangan lagi agama menjadi komoditas politik untuk dijadikan senjata saling menyerang satu sama lain,” kata Hasyim. Hasyim menegaskan “Islami itu bukan hanya soal sembahyang dan bukan hanya soal membaca kitab,” tegasnya.
Akhirnya, kebenaran itu pun terbuka. Isu SARA tampaknya tak lagi menjadi manuver yang menarik untuk menjatuhkan pasangan Jokowi-JK dalam pilpres tahun ini. Tengok saja dukungan kepada pasangan nomor 2 ini yang semakin hari semakin bertambah. Solid dan terus membesar.
Tak hanya ada PKB yang berbasis kaum NU saja yang konsisten mendukung pasangan ini, tapi juga sejumlah kekuatan akar rumput umat Islam pun banyak yang berbalik hati mendukung mereka seperti Komunitas Keluarga Besar Pencinta Kabah yang beranggotakan aktivis Islam lintas kampus, mahasiswa, pergerakan pemuda, dan kiai kampung, mendukung pasangan calon Joko Widodo dan Jusuf Kalla memenangi pemilihan presiden 2014. Rud