Yaqut Cholil Qoumas (Menteri Agama RI), Menjaga Marwah Agar Disegani

Oleh: Syulianita (Editor) - 24 September 2021

Soal Sertifikasi Halal: "Itu Sudah Mandatori"

Menjadikan Indonesia sebagai kiblat bagi produk halal adalah hal yang realistis dan rasional. Industri halal di negeri kita saat ini memang semakin mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Karena itu, sertifikasi halal bagi produk halal di Indonesia sudah menjadi mandatori. Berikut petikan wawancara dengan Menteri Agama terkait sertifikasi halal:

Bagaimana pendapat Bapak terkait sertifikasi halal untuk produk-produk halal di Indonesia?

Sertifikasi halal itu, kan, saat ini sudah menjadi mandatori, seiring dengan terbitnya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Regulasi ini kemudian disempurnakan dengan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mandatori sertifikasi halal ini dilaksanakan oleh pemerintah sejak 17 Oktober 2019. Praktiknya, ini dilaksanakan oleh BPJPH bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi ini sifatnya sudah mandatori. Kalau sebelum era UU 33/2014, sifatnya masih voluntary. Transformasi dari voluntary ke mandatori ini sejatinya merupakan penguatan dan penyempurnaan proses sertifikasi halal, baik dari sisi regulasi maupun proses bisnis pelaksanaan. 

 

Mekanisme kewenangannya bagaimana?

Kewenangan administratif penyelenggaraan JPH dijalankan oleh pemerintah melalui BPJPH. Adapun pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk dijalankan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Adapun penetapan fatwa halal produk tetap menjadi kewenangan ulama, dengan MUI sebagai otoritasnya. Kerja sama tiga pihak penyelenggara sertifikasi halal ini bersifat interdependensi, di mana satu sama lain saling membutuhkan dan saling menguatkan.

 

Bagaimana implementasi pemerintah dalam mendukung pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk dapat menyediakan produk halal?

Pemerintah selalu berusaha memberikan afirmasi kepada UMK dalam konteks penyelenggaraan sertifikasi halal. UU Cipta Kerja mengatur beberapa hal, di antaranya percepatan layanan sertifikasi halal, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal bagi UMK, penataan kewenangan dan kesempatan peran serta masyarakat, kepastian hukum, serta upaya mendorong pengembangan ekosistem halal di Indonesia.

Sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal memuat sejumlah klausul penting tentang kemudahan sertifikasi halal khususnya bagi UMK, pembiayaan, di samping pengaturan tentang lembaga pemeriksa halal dan auditor halal. Salah satu hal yang menonjol dari regulasi ini adalah opsi kepada pelaku UMK untuk melakukan sertifikasi halal melalui pernyataan pelaku usaha atau populer disebut self-declare.

Terkait biayanya?

Ya, kemudahan sertifikasi halal bagi pelaku UMK lainnya adalah terkait pembiayaan. PP 39 mengatur bahwa permohonan sertifikat halal yang diajukan tidak dikenai biaya atau nol rupiah. Dilihat dari perspektif positif, pembiayaan gratis kepada pelaku UMK ini merupakan bagian dari strategi akselerasi untuk penguatan UMK di bidang ekonomi. Dalam konteks pandemi Covid-19 sekarang ini, kebijakan tersebut tentu sangat relevan. Bangkitnya UMK yang merupakan pilar penting perekonomian nasional diharapkan akan mendorong program Pemulihan Ekonomi Nasional kita.

 

Bagaimana dengan adanya harapan agar Indonesia menjadi kiblat bagi produk halal?

Itu sebenarnya harapan yang realistis dan rasional. Industri halal saat ini memang semakin mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Sertifikasi halal sebagai salah satu syarat wajib bagi produk untuk dapat diterima di negara-negara tujuan ekspor, khususnya negara berpenduduk mayoritas muslim, seperti negaranegara anggota OKI, merupakan potensi strategis bagi produk halal nasional.

Berdasarkan data OIC Economic Outlook 2020, di antara negara-negara anggota OKI, Indonesia masih menjadi eksportir produk muslim terbesar kelima dengan proporsi 9,3%. Dengan berbagai potensi dan modal halal yang dimiliki, kita patut optimis untuk menjadi peringkat pertama. Terlebih, saat ini BPJPH bersama dengan Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai juga tengah melakukan koordinasi pembenahan kodifikasi produk halal nasional. Kementerian Agama melalui BPJPH juga terus melakukan akselerasi menyiapkan infrastruktur mendukung terwujudnya Indonesia sebagai pusat produsen produk halal dunia pada 2024, sebagaimana telah dicanangkan Bapak Wakil Presiden sebagai Ketua Harian KNEKS pada Oktober 2020 yang lalu.

Bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, BPJPH harus bekerja keras mensinergikan potensi yang dimiliki Indonesia untuk mendukung pengembangan industri halal nasional yang berorientasi global. Karena itu, integrasi layanan sertifikasi halal mutlak dilakukan. Apalagi penyederhanaan proses sertifikasi halal dan limitasi waktu pengurusan menjadi 21 hari, mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam layanan sertifikasi halal mesti melakukan langkah-langkah pembenahan secara terukur.

Soal lain, terkait eksistensi lahirnya bank syariah dan harapan terhadap perekonomian syariah saat ini bagaimana?

Seperti kita tahu, awal Februari 2021, Presiden Joko Widodo telah meresmikan secara virtual berdirinya PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk sebagai hasil penggabungan tiga bank syariah Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), di Istana Negara, Jakarta. Saya turut hadir dalam acara tersebut. Atas nama pribadi dan selaku Menteri Agama Republik Indonesia, saya menyambut baik lahirnya PT Bank Syariah Indonesia Tbk yang merupakan penggabungan dari BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah. Kementerian Agama sebagai salah satu stakeholder penting perbankan syariah, turut bergembira atas penggabungan ini.

Saya berharap keberadaan PT Bank Syariah Indonesia Tbk dapat memperkuat profesionalisme dalam pelayanan dan memberi stimulasi bagi pertumbuhan industri perbankan syariah. Semoga kita dapat meraih Bank Syariah Indonesia yang bersatu dalam hasanah, bersatu membawa faedah, dan Insya Allah menjadi berkah untuk Indonesia yang bersatu.