M. Fanshurullah Asa, Mengawal BBM Satu Harga

Oleh: Syulianita (Editor) - 10 May 2019

 

Pemerintahan saat ini tengah melakukan upaya percepatan pembangunan infrastruktur jaringan Gas (Jargas) agar ketersediaan energi dapat diakses oleh masyarakat kecil secara langsung sekaligus mendukung program diversifikasi energi dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap import bahan bakar bersubsidi APBN (BBM dan LPG 3 KG) untuk beralih ke penggunaan alternatif gas bumi untuk sektor rumah tangga dan transportasi. Keseriusan pemerintah ini telah dituangkan dalam sasaran Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) untuk pemenuhan kebutuhan energi final sektor rumah tangga sesuai dengan membangun jaringan gas kota bagi 4,7 juta sambungan rumah tangga (SR) pada tahun 2025, hingga akhir tahun 2018 pembangunan jargas telah mencapai 325.773 SR yang tersebar ke 45 wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan pasal 46 ayat 3 UU Migas 22/2001 dan PP 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Pasal 9 ayat (1) huruf d bahwa BPH Migas memiliki tusi untuk pengaturan atas pelaksana pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa meliputi menetapkan harga Gas Bumi untuk Rumah Tangga (RT) dan pelanggan kecil (PK) dengan mempertimbangkan nilai keekonomian dari Badan Usaha serta kemampuan dan daya beli masyarakat.

 

Penetapan harga jual gas bumi yang diberlakukan pada Jargas melalui pipa yang dibangun dengan pembiayaan APBN maupun investasi dari Badan Usaha sendiri dan dikelola Badan Usaha operator penugasan dari Pemerintahan untuk kategori konsumen Rumah Tangga (RT) dan Pelanggan Kecil (PK). Prosedur penetapan harga jual gas RT dan PK untuk Jargas melalui mekanisme Rapat Komite, survei daya beli masyarakat, public hearing, dan Sidang Komite BPH Migas sesuai ketentuan Peraturan BPH Migas No. 22/P/BPH Migas/VII/2011.

 

Pada 25 Februari 2019, Jakarta, melalui Sidang Komite BPH Migas yang dipimpin oleh Ifan telah ditetapkan harga jual Gas Bumi Melalui Pipa Distribusi untuk 7 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara (Kalimantan Timur), Kabupaten Musi Rawas (Sumatera Selatan), Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara), Kabupaten Serang (Banten), Kabupaten Aceh Utara (Aceh), Kota Lhokseumawe (Aceh), dan Kota Medan (Sumatera Utara).

 

Dalam menetapkan harga jual gas, BPH Migas berprinsip mewujudkan keseimbangan antara Badan Usaha yang wajar, kemampuan daya beli masyarakat dan usaha kecil dengan harga jual gas yang terjangkau dan kebijakan Pemerintah untuk pengembangan pengelolaan Jargas yang berkesinambungan serta diversifikasi energi dari konsumsi LPG ke Jargas. Penetapan harga jual gas untuk 7 Kabupaten/Kota pada jaringan gas untuk RT-1 dan PK-1 sebesar Rp4.250/M3 lebih murah dari pada harga pasar Gas LPG 3 KG (Berkisar Rp5.013, - Rp6.266,-/M3).

 

Sedangkan, untuk RT-2 dan PK-2 sebesar Rp6.250,- lebih murah dari pada harga pasar Gas LPG 12 KG (Berkisar Rp9.085,- s.d Rp11. 278,-). Dengan diterbitkanya Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2019 bahwa Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil bukan hanya dilaksanakan oleh BUMN Migas melalui penugasan Pemerintah, tapi dapat juga oleh BUMD, swasta, dan koperasi. Diharapkan ini dapat menstimulasi pengembangan Jargas melalui penetrasi market RT-2 dan PK-2. Namun, mengutamakan kebutuhan Rumah Tangga seperti dijelaskan pada pasal 20 Perpres 6 Tahun 2019. Ditegaskan pada Pasal 27 bahwa penetapan harga jual untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil tersebut adalah menjadi kewenangan BPH Migas.

 

Pembangunan Jargas Berskema KPBU

Di sisi lain, Ifan mendorong agar pembangunan jargas menggunakan skema KPBU. Skema tersebut dinilai bisa mempercepat pembangunan jargas daripada hanya mengandalkan dana APBN. “Kalau konsepnya menggunakan APBN itu akan lama tercapai. Kami harapkan dengan skema KPBU maka bisa lebih cepat prosesnya,” ujar Ifan.

 

KPBU merupakan skema pembayaran secara berkala oleh penanggung jawab proyek kerja sama (PJPK) kepada badan usaha pelaksana (BUP) atas ketersediaan layanan infrastruktur sesuai dengan kualitas yang ditentukan dalam perjanjian.

 

Menurut Ifan, pembangunan jargas merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 dengan tujuan memenuhi kebutuhan energi yang murah, bersih, ramah lingkungan, dan efisien. Dalam RPJMN tersebut ditargetkan 1,2 juta rumah tersambung jargas. Namun, hinga saat ini realisasinya masih jauh dari target. “Baru terealisasi di bawah 300.000. Padahal itu amanah Nawacita juga,” imbuhnya. Bagi Ifan, jargas cukup strategis untuk menekan impor elpiji yang bisa mencapai 60 persen di tengah kenaikan harga minyak dunia dan lemahnya nilai tukar rupiah.