M. Fanshurullah Asa, Mengawal BBM Satu Harga

Oleh: Syulianita (Editor) - 10 May 2019

Upaya  menjalankan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga JBT dan JBKP Secara Nasional, terus menunjukkan hasil yang signifikan dengan semakin bertambahnya titik penyaluran. Peningkatan titik penyaluran ini tentunya tak lepas dari keseriusan BPH Migas dalam menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Sub Penyalur dalam rangka percepatan BBM Satu Harga secara nasional yang dilakukan di beberapa daerah 3T.

 

BPH Migas tentu tidak bisa bekerja sendiri karena ada banyak faktor yang membutuhkan eksistensi institusi lainnya khususnya dalam hal pengawasan dari pemerintah daerah dan aparat keamanan agar penyaluran BBM Satu Harga tepat sasaran. Karena itulah, salah satu langkah yang dilakukan BPH Migas adalah membangun kerja sama dengan Markas Besar Polri untuk menyukseskan program BBM Satu Harga dalam sebuah Memorandum of Understanding (MoU).

 

Diakui Ifan, potensi penyelewengan tersebut sangat besar. “Ketika dari depot masuk ke SPBU, itu banyak peluang penyimpangan. Apakah itu melalui kapal, mobil tangki, dan sebagainya,” ujarnya. Sementara, sambungnya, BPH Migas punya keterbatasan SDM dan itu pun hanya ada di Pusat. “Jadi, kami sangat membutuhkan bantuan khususnya dari kawan-kawan kepolisian yang memiliki personel hingga di daerah-daerah. Baik di desa-desa, kecamatan, dan seterusnya,” lanjutnya. Sinergi dan koordinasi lintas intansi ini tentu diperlukan guna menekan terjadinya praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi. Hal ini karena sumber daya manusia di BPH Migas masih terbatas. Pengawalan dari Polri dibutuhkan untuk memastikan distribusi BBM tepat sasaran dan tidak diselewengkan. Berbagai hal yang menjadi kesepakatan antara BPH Migas dengan kepolisian, meliputi tukar menukar data dan informasi, pengawasan, pemberian kesadaran hukum, pengamanan penegakkan hukum, hingga peningkatan kapasitas serta kualitas SDM.

 

Menekan Penyelewengan BBM

 

Banyaknya potensi penyimpangan dalam distribusi BBM menjadi tantangan berat bagi BPH Migas dalam menjalankan tugasnya. BPH Migas juga melakukan langkah inovatif dengan pemanfaatan teknologi dalam menekan angka penyelewengan.

 

Bersama stakeholder lainnya, BPH Migas telah menguji coba penyaluran BBM di SPBU dengan teknologi digital. Perangkat tersebut dipasang mulai dari dari tangki penyimpanan BBM di SPBU sampai kran penyaluran BBM (nozzle) di dispenser. Dengan teknologi ini, data penyaluran BBM bersubsidi dan non subsidi akan lebih akurat. Selain itu, pembayaran subsidi Pemerintah ke Badan Usaha akan lebih tepat seiring dengan keakuratan data penyaluran BBM bersubsidi.

 

Terkait tudingan disparitas harga antara BBM  bersubsidi dan non subsidi sebagai celah terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi, memang masih menjadi tantangan besar untuk segera dicarikan solusi. Misalnya, disparitas harga antara solar bersubsidi dan non subsidi yang masih jelas terlihat, yakni bisa mencapai Rp5.000 per liter. Solar bersubsidi digunakan untuk angkutan umum dan mobil pribadi. Sedangkan, non subsidi digunakan industri, seperti perkebunan dan pertambangan.