M. Fanshurullah Asa, Mengawal BBM Satu Harga

Oleh: Syulianita (Editor) - 10 May 2019

Dalam upaya menjamin ketersediaan BBM dan distribusinya secara merata hingga mampu menyentuh masyarakat terutama di daerah yang sulit terjangkau khususnya di daerah pedalaman seperti Papua, satu hal yang perlu mendapatkan perhatian dan dukungan adalah keberadaan sub penyalur BBM. Saat ini, total jumlah penyalur di Indonesia sebanyak 7.251 penyalur; (Pertamina 7.011 penyalur dan BU lain 240 penyalur). Penyalur yang dimiliki oleh Pertamina atau disebut SPBU COCO hanya 135 penyalur.

 

Sementara, NKRI terdiri dari 514 kab/ kota, tentunya jumlah tersebut masih jauh dari optimal. Apalagi untuk membangun SPBU baru membutuhkan investasi yang cukup besar dan itu pun tak serta merta mudah lantaran harus memperhatikan berbagai hal juga pertimbangan. Membangun SPBU, memang harus melihat sisi keekonomiannya terlebih di daerah terpencil seperti Papua, dianggap tidak ekonomis bagi sebuah badan usaha.

 

Untuk mengisi yang kosong itulah BPH Migas, membuat sub penyalur-penyalur tambahan yang legal khususnya di Papua. Sehingga, penerapan BBM satu harga bisa berlangsung dengan lancar dan aman. “Karena sektor Migas harus dikelola secara efektif, efisien, dan transparan sesuai dengan salah satu poin Nawacita Presiden Jokowi, yakni membangun Indonesia dari pinggiran sesuai ketentuan daerah-daerah,” imbuh Ifan.

 

Eksistensi sub penyalur tentu mampu membantu pemerintah mewujudkan program membangun Indonesia dari pinggiran. Apalagi, sebagian besar daerah yang disasar oleh program sub penyalur ini, lebih banyak di daerah 3 T. Bagi BPH Migas, implementasi sub penyalur BBM dilakukan dalam rangka mendukung percepatan BBM satu harga dalam agenda nasional pemerintah. Betapa tidak, di beberapa daerah keberadaan SPBU masih menjadi masalah karena jarak yang saling berjauhan.

 

Misalnya saja kalau di daerah Jawa, jarak antara penyalur (SPBU) dengan penyalur lainnya sudah di bawah 10 kilometer. Sementara, di wilayah Sumatera sendiri jaraknya masih berkisar di level 200 kilometer. Untuk wilayah timur Indonesia, masih sangat memprihatinkan. Sebab, jarak antara satu penyalur dengan penyalur lainnya bisa mencapai 2.300 kilometer. Jarak yang terlalu jauh tersebut, menyisakan berbagai masalah, seperti rawan disalahgunakan dan akses yang sulit terjangkau.

 

Karena jarak yang tak cukup ideal tersebut, tak heran harga BBM melambung tinggi menjadi Rp25.000 per liternya di daerah yang jauh dari SPBU penyalur karena harus menanggung ongkos distribusi. Bahkan, sebelum pemerintah mengulirkan program BBM Satu Harga, harga premium melampaui angka Rp50.000 per liternya.

 

Untuk itu, BPH Migas akan bekerja keras dalam memberikan akses energi kepada masyarakat di pelosok-pelosok daerah di Indonesia, khususnya di pedalaman Papua. Terbukti sudah ada 16 sub penyalur yang terbangun dan tahun ini ada sedikitnya 230 sub penyalur yang telah mengajukan izin ke BPH Migas. “Sebanyak 16 sub penyalur yang sudah existing di 25 provinsi dari target 230-an di seluruh Indonesia. Di Papua baru ada dua dan itu akan terus ditingkatkan jumlahnya,” tegas Ifan.

 

Testimoni dari Papua

Sukses program BBM Satu Harga mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan, khususnya warga Papua yang paling merasakan dampaknya. Pengamat ekonomi Universitas Cendrawasih Ferdinand Risamasu menilai, program ini berdampak positif bagi perekonomian wilayah di Papua dan Papua Barat. Itu terasa pada sektor logistik, usaha, dan membantu kelancaran transportasi warga terutama yang berada di wilayah pegunungan.

 

Manfaat program ini juga dirasakan petani bawang di Desa Raekore, Sabu Barat, Sabu Raijua, NTT. Salah satunya, Octovianus Alexander Rajariwu. Ia menuturkan, sebelum ada program BBM Satu Harga, para petani bawang di desanya, harus berpikir dua kali untuk membajak sawah. Selain harga BBM mahal, untuk mendapatkannya penuh perjuangan dengan jarak tempuh hingga 6 kilometer (km). “Harga bensin kisaran Rp100.000 sampai Rp200.000 per liter. Kami dijatah 1,5 liter seukuran botol air mineral, tetapi sejak BBM Satu Harga sudah masuk di wilayah kami. Harga bensin sudah sama dengan di Jawa Rp6.450 per liter,” kisahnya. Tak hanya panen yang meningkat, kemudahan mendapatkan bahan bakar melalui program tersebut, membuat masyarakat mendapatkan harapan baru untuk menggarap sawah dan ladangnya.