Merindukan Zaken Kabinet

Oleh: Andi Nursaiful (Administrator) - 21 July 2014

Naskah: Andi Nursaiful/berbagai sumber  Foto: Istimewa

Dua pasang calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla berkomitmen akan membentuk kabinet ahli jika kelak terpilih. Mungkinkah itu?

Sebab, kombinasi sistem presidensial dan sistem multipartai di Indonesia tidak mendukung terciptanya pemerintahan efektif dan stabil. Yang dibutuhkan adalah koalisi partai yang ramping, disiplin, dan mengikat, serta sosok presiden yang kuat.


Dunia mengenal dua sistem pemerintahan yang berkembang saat ini, presidensial dan parlementer. Namun keduanya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Biasanya, setiap negara lebih dulu memahami karakteristik negaranya sebelum menerapkan sistem pemerintahan yang dianut, agar dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak menemui kendala yang bisa menghambat tujuan menyejahterakan rakyat.

Sistem presidensial memiliki sejumlah kelebihan, seperti, menteri tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen karena bertanggung jawab kepada presiden. Pemerintah leluasa bekerja karena tidak ada bayang-bayang krisis kabinet. Badan-badan eksekutif lebih stabil kedudukannya sebab tidak tergantung pada parlemen. Penyusunan program kerja kabinet pun lebih mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatan yang sudah pasti. Jabatan-jabatan eksekutif dapat diisi oleh para ahli di bidangnya yang bisa saja tidak berasal dari partai.

Meski demikian, sistem pemerintahan presidensial memiliki sejumlah kelemahan. Antara lain, pengawasan rakyat lemah, pengaruh rakyat dalam kebijakan politik negara kurang mendapat perhatian, dan kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat memunculkan kekuasaan mutlak. Akhirnya, sistem pertanggungjawaban menjadi kurang jelas.  

Dalam sistem parlementer, pengaruh rakyat terhadap politik sangat besar sehingga suara rakyat sangat didengarkan oleh parlemen. Dengan parlemen sebagai perwakilan rakyat, maka pengawasan pemerintah berjalan dengan baik. Pembuatan kebijakan bisa ditangani secara cepat sebab mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Ini lantaran kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. 

Tapi sistem parlementer juga memiliki kelemahan. Kabinet sering dibubarkan karena mendapatkan mosi tidak percaya oleh parlemen. Keberhasilan sangat sulit dicapai jika partai di negara tersebut sangat banyak, atau menganut sistem multipartai. Parlemen pun menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.
Salah satu faktor utama permasalahan efektivitas dan stabilitas pemerintah di Indonesia dalam dekade terakhir disebabkan oleh kombinasi sistem pemerintahan dan sistem kepartaian yang kita anut saat ini. Sistem presidensial dan multipartai, faktanya tidak mendukung terciptanya sebuah pemerintahan yang efektif dan stabil.
 
Problem serupa sebetulnya juga dialami negara-negara lain yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Scott Mainwaring, dalam Presidensialism, Multy Party Systems, and Democracy : The Difficult Equation, menyebut hanya ada empat negara penganut sistem presidensial yang berhasil ...