Sultan Baktiar Najamudin (Ketua DPD RI), All Out untuk Demokrasi dan Penguatan DPD

Oleh: Syulianita (Editor) - 05 November 2024

”Tidak Ada Superman, yang Ada Super Team”

Di ruang kerja yang nyaman dan dihiasi dengan koleksi buku serta fotofoto momen penting, Ketua DPD RI Sultan Najamudin menyambut hangat tim dari Men’s Obsession. Senyumnya yang ramah menciptakan suasana akrab, membuat para jurnalis merasa seperti rekan lama.

Dalam perbincangan yang berlangsung, Sultan memaparkan visinya untuk membawa DPD menjadi lembaga yang lebih kolaboratif, inklusif, dan inovatif. Ia menekankan pentingnya kerja sama antara DPD dan berbagai elemen masyarakat dalam mengatasi isu-isu yang dihadapi bangsa. “Kita harus mendengarkan suara daerah dan menjadikannya bagian dari pengambilan keputusan,” ujarnya dengan semangat.

Namun, tidak hanya isu-isu serius yang dibahas. Dalam suasana yang santai, Sultan juga berbagi cerita personal. Sultan mengungkapkan hobi-hobinya serta bagaimana cara ia menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

 

Sebelumnya kami mengucapkan selamat atas terpilihnya Bapak sebagai Ketua DPD RI periode 2024 – 2029. Dengan track record Bapak, kenapa harus DPD lagi?

Terima kasih banyak atas ucapannya. Saya sangat bersyukur dengan amanah yang diberikan kepada saya. Saya percaya hidup itu mengalir seperti air, penuh ketidakpastian, dan kadang kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Beberapa bagian dari perjalanan hidup mungkin direncanakan, tetapi banyak juga yang terjadi secara kebetulan. Jadi, saya lebih memilih untuk menjalani semuanya dengan santai.

Ketika ditanya, ‘Kenapa DPD?’ saya merasa memiliki tanggung jawab moral sebagai orang daerah. Ada pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan. Saya berasal dari daerah, dan sudah sepatutnya harus memperjuangkan aspirasi serta kepentingan masyarakat di sana.

Tentunya, perjalanan ini bukan hanya tentang melanjutkan perjuangan, tetapi juga menyelesaikan banyak tugas yang belum tuntas. Dan tentang pilihan politik, saya lebih memilih untuk tidak terjebak dalam urusan partai. Di DPD, saya bisa bersikap independen, tanpa terpengaruh oleh warna politik tertentu. Yang terpenting adalah kepentingan daerah. Apapun daerahnya, dan siapapun partai politiknya, kita semua memiliki tujuan yang sama.


Masih banyak orang yang merasa bahwa peran dan fungsi DPD belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat. Apakah Bapak memiliki rencana atau program khusus yang akan dilaksanakan untuk mengubah pandangan tersebut?

Saya termasuk orang yang selalu optimis. Secara struktur ketatanegaraan, DPD sebenarnya adalah lembaga parlemen yang ideal dan kuat. Jika kita membandingkannya dengan senat di negara-negara demokrasi, seperti Amerika, kita bisa lihat bahwa senat mereka memiliki kekuatan yang luar biasa. Sistem mereka memang dirancang dengan model bicameral yang kokoh, dengan dua lembaga: senat dan DPR, yang saling mengawasi dan seimbang.

Di sana, kekuasaan dan kewenangan senat bisa jadi lebih besar, bahkan memiliki hak veto. Saya percaya kita juga akan sampai di sana. Mengapa? Karena tuntutan dan aspirasi masyarakat daerah yang terus mengalir memaksa lembaga ini untuk berdaya dan berfungsi dengan baik.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa kewenangan kita lemah, tetapi perlu diingat bahwa DPD baru berusia hampir 20 tahun. Ibarat bayi, di saat DPR sudah berdiri jauh lebih lama. Wajar jika kami masih dalam proses pembelajaran dan pengembangan.

Namun, saya yakin bahwa pada waktunya nanti, DPD akan menjadi lembaga yang kuat dan berpengaruh, seiring dengan meningkatnya dukungan dari masyarakat dan kebutuhan untuk mewujudkan aspirasi daerah.

 

Bagaimana akselerasi, transformasi, dan inovasi yang Bapak lakukan agar peran DPD RI lebih dapat dipahami oleh masyarakat luas?

Sejak awal, saya ingin membawa transformasi yang segar dengan mengusung tagline ‘Parlemen yang Kolaboratif, Inovatif, dan Inklusif.’ Saya berkomitmen untuk mengembangkan DPD menjadi lembaga parlemen yang sesungguhnya, yang tidak hanya berpikir untuk kepentingan internal, tetapi juga membuka diri untuk berkolaborasi.

Kami bukan oposisi yang selalu berusaha menantang eksekutif. Sebaliknya, jika ada kebijakan baik dari presiden, menteri, atau gubernur, kami akan mendukungnya. Namun, jika ada hal yang dirasa kurang tepat, kami siap mengingatkan dengan konstruktif.

Kami tidak ingin terjebak dalam pola pikir oposisi. Dengan semangat ‘Parlemen yang Kolaboratif, Inovatif, dan Inklusif,’ saya ingin memastikan bahwa DPD benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat daerah. Ini adalah langkah menuju masa depan di mana kita semua bisa saling mendukung demi kebaikan bersama.

Dalam waktu singkat, hanya 1-2 minggu, kami sudah memulai berbagai inisiatif. Saya berdiskusi dengan presiden, rekan-rekan di DPR, beberapa kepala daerah, dan hampir semua pemangku kepentingan. Respons mereka sangat positif. Mereka menyukai pendekatan ini karena tidak ada lagi yang bersikap oneman show. Semuanya terlibat, dan itu adalah semangat yang kami inginkan.


Jadi tidak ada lagi superman?

Super team yang ada.

 

Lalu, menurut Bapak apakah selama ini DPD sudah maksimal dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah?

Sudut pandang masyarakat bisa bervariasi. Ada yang merasa senator dari provinsi atau daerahnya sudah berperan maksimal, sementara yang lain mungkin menganggap sebaliknya. Namun, secara keseluruhan, kami telah berupaya sebaik mungkin dalam menjalankan tugas, meski kewenangan kami masih belum sepenuhnya optimal. Hal ini juga terkonfirmasi melalui survei— hasil kepuasan terhadap DPD cukup menggembirakan.

 

Seperti diketahui, dalam UU No 22 Tahun 2003 dengan tegas dinyatakan tentang fungsi legislasi dan pengawasan DPD yaitu ikut membahas dan mempertimbangkan penyusunan RUU dan pelaksanaan UU, menurut Bapak apa yang perlu ditingkatkan agar peran legislasi DPD dapat diperkuat?

Saya ingin kembali menekankan pentingnya kolaborasi. Kolaborasi yang efektif dan produktif dengan rekan-rekan di DPR dan eksekutif adalah kunci untuk memaksimalkan peran legislasi kita.

Fungsi pengawasan kami sudah cukup kuat. Namun, untuk mencapai target besar terkait kewenangan legislasi, kita perlu melibatkan banyak pihak. Melaksanakan amanat legislasi bukanlah hal yang mudah—kita harus meyakinkan berbagai partai politik. Dengan kolaborasi yang solid, saya percaya kita dapat meningkatkan fungsi legislasi kita secara signifikan.

 

Bagaimana dengan usulan agar penguatan lembaga DPD harus diperjuangkan melalui perbaikan sistem politik ketatanegaraan?

Jika kita ingin mengambil peran besar dalam penataan sistem ketatanegaraan, terutama posisi DPD, kita harus melaksanakan amanat dengan sebaikbaiknya. Ini adalah tantangan tertinggi yang harus kita hadapi. Namun, saya percaya ada banyak jalan menuju Roma. Kita tidak harus selalu mengikuti struktur dan fungsi yang ada secara kaku. Dengan inovasi dan kolaborasi yang baik, kita bisa mencapai tujuan kita.

Secara parsial, kita bisa mulai dengan memaksimalkan fungsi legislasi kita berdasarkan UU MD3 yang ada. Saat ini, kita terikat oleh UU MD3 yang mengatur MPR, DPR, dan DPD. Saya sudah mulai berdiskusi dengan teman-teman di DPR dan MPR mengenai pentingnya memiliki UU DPD yang terpisah. Jika ini terwujud, kita akan menciptakan kejelasan dan tidak saling mengganggu—langkah yang sebenarnya tidak terlalu sulit.

Selanjutnya, kami juga akan memperkuat UU P3 DPD, yang mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan. Di sini, kami akan memastikan ada porsi untuk DPD. Selain itu, kami juga akan melakukan langkahlangkah konstitusi, seperti judicial review terhadap UU tertentu, untuk memastikan bahwa suara DPD didengar.

Apa yang Bapak lakukan agar DPD periode 2024-2029 menjadi pembaharu dengan meletakkan dirinya sebagai periode transisi ke arah DPD yang ideal?

Transformasi kelembagaan, inovasi, dan kolaborasi adalah langkah-langkah yang saya ambil untuk membangun kepercayaan di kalangan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat daerah bahwa DPD adalah tempat yang tepat untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Kerja sama dengan semua pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah, menjadi kata kunci dalam proses ini.

Dengan kolaborasi yang baik, kami dapat meningkatkan efektivitas kewenangan dan memastikan kerjakerja politik semakin mendapat tempat di hati masyarakat. Kami ingin masyarakat tahu bahwa kami ada untuk mereka. Ketika kami menyampaikan aspirasi mereka ke DPR, meskipun kami belum dapat mengambil keputusan akhir terhadap RUU, yang terpenting adalah perjuangan dan aspirasi mereka dapat tersampaikan.

 

Terkait hal personal, apa yang Bapak lakukan di waktu senggang?

Waktu senggang saya sebenarnya terbatas, tetapi setiap kali ada kesempatan, saya selalu berusaha untuk berolahraga. Saya mencoba berbagai jenis olahraga yang berbeda. Selain itu, saya juga sering menghabiskan waktu untuk berdiskusi—baik dengan staf maupun teman-teman. Saya sangat menikmati momen berkumpul dan berbagi ide di mana pun kami berada. Tak ketinggalan, saya juga suka menonton dan membaca. 

 

Lalu, adakah hobi yang Bapak gemari?

Saya memiliki banyak hobi, tetapi salah satu yang paling saya gemari adalah mengumpulkan buku; saya memiliki perpustakaan pribadi dengan sekitar 25 ribu judul buku. Selain itu, saya juga sangat suka berolahraga dan terus mencari hal-hal baru yang menarik untuk dipelajari. Setiap hobi memberi warna tersendiri dalam hidup saya!

 

Pertanyaan penutup Pak, boleh tahu siapa sosok inspiratif bagi Bapak?

Almarhum ibu saya. Ia adalah seorang petani, tetapi juga merupakan anak tunggal dari seorang raja pada masanya. Meski dipinggirkan, ia adalah anak tunggal dari ketua presidium pendiri Bengkulu, daerah kelahiran Ibu Fatmawati, penjahit Sang Saka Merah Putih. Bagi saya ibu adalah sumber energi terbesar dalam hidup, tindakan dan kasih sayangnya membentuk karakter saya secara mendalam.