DR. H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH., MH. (Founder Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners)

Oleh: Syulianita (Editor) - 31 May 2021

Pendidikan di Atas Segalanya

 

Mohon jelaskan kapan Bapak menyelesaikan S3 bidang hukum dan apa yang menjadi motivasi Bapak mengambil pendidikan tersebut?

Saya menyelesaikan S3 Program Doktor Hukum pada bulan Oktober 2019 di Universitas Trisakti. Di S3 hukum ini mungkin saya mahasiswa paling tua di angkatan. Namun, motivasi saya adalah saya ingin menjadikan keluarga saya sebagai keluarga terpelajar. Oleh karena itu, saya harus memberikan contoh terlebih dahulu menyandang predikat sebagai orang yang ‘sangat terpelajar’, sehingga saya harap hal tersebut akan menjadi motivasi bagi anak-anak dan cucu-cucu saya.

Ketika menempuh S2, usia saya memang saat itu sudah di atas 60 tahun dan ketika meneruskan pendidikan S3 meraih gelar doktor dalam Ilmu Hukum sudah berusia 65 tahun. Hai itu mengandung makna bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar dan terus belajar. Sehingga saya berharap akan ini menjadi motivasi bagi generasi muda bangsa untuk tetap menuntut ilmu dan mengesampingkan kata terlambat.

Apa judul disertasi yang Bapak ambil dan mengapa judul itu yang Bapak ambil untuk disertasi?

Disertasi saya berjudul “Politik Hukum Pencegahan Korupsi: Analisis Penguatan Legislasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” lulus dengan predikat Cum Laude. Saya mengambil judul tersebut karena berdasarkan penelitian saya bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia tidak akan pernah selesai atau dengan kata lain korupsi akan selalu ada meskipun hampir setiap hari dilakukannya penegakan hukum atau penangkapan, penahanan, kemudian diadili, serta dihukumnya orang-orang yang melakukan tindak pidana korupsi. Hal itu karena masih banyaknya peluang dan masih banyak orang baik pelaku usaha maupun penyelenggara negara yang bermental korup dan/ atau berorientasi pada materi serta tidak memiliki integritas moral. Untuk mengurangi, kalau tidak dapat dikatakan menghilangkan budaya korupsi saya menemukan pola yaitu dengan melakukan pencegahan dalam hal ini penguatan terhadap legislasi guna menutup berbagai peluang korupsi secara konsepsional dan sistematis. Selain itu, dibutuhkan moral yang baik dalam melaksanakan amanah.

 

Apa pesan yang Bapak ingin sampaikan dengan pengambilan gelar doktor ini padahal Bapak sudah dalam kondisi karier yang sudah mapan?

Sebagaimana telah saya katakan tadi bahwa dengan menyandang predikat sebagai orang yang ‘sangat terpelajar’ terlebih lagi lulus dengan predikat Cum Laude, saya berharap agar keluarga saya, baik anak-anak maupun cucu menjadi keluarga yang terpelajar. Saya berharap generasi muda bangsa lebih mengedepankan pendidikan daripada mengejar materi.

Selain itu, saya ingin menyampaikan bahwa tidak ada kata terlambat dalam belajar. Sebagai orang Islam, kita mengetahui ayat pertama yang turun dalam kitab suci kita berbunyi ‘Iqra’ artinya bacalah, yang mengajarkan kita untuk belajar. Bahkan ada yang mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, artinya tugas atau kewajiban kita untuk belajar sebenarnya tidak ada istilah berhenti. Memang secara formal, setelah mencapai gelar doktor tidak ada sekolahnya lagi. Tetapi bukan berarti hanya cukup puas sampai di situ. Karena hukum berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Sementara kita lihat saat ini seiring percepatan teknologi, hukum menjadi tertinggal, untuk menghindari itu maka kita harus belajar. Tidak hanya di bidang hukum, baik dari disiplin ilmu apa pun harus fokus dan profesional.

 

Seperti kita ketahui, putra Bapak juga mengambil profesi sebagai pengacara dan mengambil gelar doktor pada waktu yang bersamaan dengan Bapak. Bagaimana Bapak menilai hal ini?

Ketiga anak saya, Tika, Adhit, dan Aga memilih profesi sama dengan saya sebagai advokat. Walaupun saya tidak pernah menganjurkan atau meminta mereka untuk menjalankan profesi tersebut, itu adalah pilihan mereka sendiri. Saya tidak tahu apa alasannya, namun saya bangga karena mereka memilih profesi advokat sebagai Officium Nobile atau profesi yang mulia. Dalam hal kuliah bersamaan satu angkatan dengan anak-anak, bagi saya sebenarnya itu mengandung makna kami saling memotivasi satu sama lain, sehingga masing-masing menjadi motivasi bagi yang lain.

Masing-masing mempunyai kekhawatiran agar tidak tertinggal dengan yang lain. Begitu pula mereka yang kadang khawatir saya lulus sedangkan mereka tidak. Karena itu, kami masing-masing saling berlomba agar mendapatkan nilai tidak di bawah yang lain. Kami saling memacu dan membuktikan bahwa kerja keras tidak akan pernah sia-sia. Ketika saya lebih dulu lulus, mereka semakin termotivasi lagi hingga sampai di sidang tertutup maupun sidang terbuka. Tim penguji pun bisa meyakini bahwa mereka layak mendapatkan predikat dengan pujian berdasarkan temuan hasil penelitian mereka masing-masing. Hal itu cukup membanggakan.

Bagaimana cara Bapak memberikan dukungan dan memotivasi putra-putri agar menjadi penegak hukum yang profesional?

Saya tidak sekadar memberikan dukungan kepada mereka, tapi juga memberikan contoh atau keteladanan untuk menjadi advokat yang memiliki integritas moral, bukan sekadar seorang yang profesional. Saya selalu menekankan kepada mereka, agar jujur dalam profesi serta menjadi advokat yang bermartabat, bersahabat dengan sesama advokat maupun dengan mitra penegak hukum lainnya, serta kepada semua orang. Saya mengingatkan pula agar tidak menawarkan diri atau hunting klien, tidak memberikan ‘angin surga’ apalagi memberikan janji kepada klien bahwa perkaranya pasti menang atau janji-janji lain yang dapat membuat calon klien menjadi tertarik. Satu hal yang betul-betul saya garis bawahi adalah tidak memberikan suap dalam menangani perkara. Bahkan saya ajarkan pula agar mereka tidak menerima uang dari klien yang akan diberikan kepada pihak lain sebagai suap. 

Kepada anak-anak, saya lebih fokus pada memberikan keteladanan. Karena menurut saya satu keteladanan masih akan lebih baik daripada seribu wejangan. Kedua putra saya sudah melekat dengan pekerjaan profesi. Setiap hari kami di kantor menangani perkara bersama, sidang-sidang di pengadilan mana pun hingga ke luar kota juga kami lakukan bersama-sama. Saya memberikan contoh kepada mereka tentang bekerja keras dalam hal totalitas dan pengabdian pekerjaan secara profesional. Jadi adakalanya misalnya hari Senin sidang di Medan, Selasa sidang di Ambon, dan seterusnya. Saya bisa melihat mereka bekerja keras walaupun tampak kelelahan. Saya katakan, beginilah cara bekerja, kita harus terus mengabdi. Tiga hal yang perlu dipegang selalu, yaitu jujur, ikhlas, dan berani lelah. Karena saya juga sering menyampaikan, lelahmu itu adalah bagian dari ibadahmu.

 

Apa yang selalu Bapak pesankan kepada putra-putri dalam menjalankan tugas sebagai advokat?

Pesan yang selalu saya katakan kepada anak-anak saya dalam bertugas, selain seperti yang saya sampaikan tadi adalah agar dalam menjalankan tugas profesi harus secara profesional dan berkeadilan. Saya berharap agar kelak mereka menjadi advokat yang jujur, profesional, juga bermartabat. Saya juga mengatakan kepada mereka, “Papa sekarang mengajari bukan lagi soal ilmu hukum, karena kalian sudah mempelajarinya. Tetapi untuk menambah ilmu, papa bisa mengajarkan bagaimana caranya menjadi advokat yang jujur juga bermartabat sehingga kita disenangi dan disayangi baik oleh kawan maupun ‘lawan’.” Dalam dunia advokat memang terkadang kita memasuki wilayah yang ‘keras’, sehingga kita pada waktunya harus ditakuti, tidak cukup disegani. Maka jadilah laki-laki sejati. Itulah yang saya sampaikan.

 

Di luar itu, bagaimana Bapak melihat penegakkan hukum nasional saat ini?

Secara umum saya melihat penegakan hukum di Indonesia saat ini masih sering terjadi ketidakadilan, yaitu masih banyak terjadi transaksi baik dalam proses perdata ataupun pidana, baik di peradilan umum maupun peradilan tata usaha negara dan peradilan lainnya. Itu yang menjadi kegusaran saya, sehingga terkadang dalam kecewa saya marah.

 

Apa saja yang masih perlu ditingkatkan?

Saya berpendapat bahwa sebaik-baiknya peraturan perundang-undangan dan berbagai regulasi lainnya, tidak menjamin akan terjadi penegakan hukum untuk memperoleh keadilan yang baik dan bermartabat apabila dilakukan oleh penegak hukum yang tidak bermartabat. Demikian sebaliknya, saya memilih peraturan perundang-undangan dan berbagai regulasi dengan segala kekurangannya, tapi mampu dilaksanakan oleh orang-orang yang bermartabat.

Namun demikian saya percaya masih banyak hakim, jaksa, polisi, dan instansi terkait yang jujur, walaupun masih banyak oknum yang kurang berintegritas. Adapun yang dapat saya sampaikan, janganlah memberikan keluarga rezeki dari hal yang tidak baik. Jangan pula mengambil hak orang lain. Oleh karenanya, kita perlu meningkatkan integritas moral dari para penegak hukum dan semua pihak terkait dengan pemberian keadilan yang merupakan hak dasar setiap orang.