Ahmad Yohan (Anggota DPR RI Fraksi PAN) - Dari Kampung untuk Kampung

Oleh: Syulianita (Editor) - 30 November 2020

Wakil Rakyat yang Egaliter

Masyarakat yang toleran dan kesadaran gotong royong yang tinggi adalah pelajaran yang jarang ditemukan Yohan dalam kurikulum politik. Politik selalu membicarakan kepentingan dengan beragam faksinya. Sementara masyarakat, selalu mempraktekkan kebersamaan dengan kesadaran etik yang terikat oleh kearifan lokalnya. Keberterimaan masyarakat NTT terhadapnya di beberapa kabupaten yang ia datangi, bukan karena kelasnya sebagai caleg DPR RI, tapi karena pertautan budaya, keterikatan masalah lalu para leluhur, dan tua adat. Selama kurang lebih tiga puluh menit, Yohan pun membagikan kisah alasannya memilih jalur politik untuk membangun NTT, bagaimana ia merangkul konstituennya yang sebagian besar kristiani, hingga obsesi terbesarnya sebagai wakil rakyat. Berikut petikannya.

 

Ada hal menarik dari sosok Pak Yohan, di mana sebelumnya tidak tertarik untuk menjadi wakil rakyat. Lalu, apa yang mendorong Bapak untuk membaktikan diri sebagai legislator?

Saya cuma anak kampung yang memiliki cita-cita menjadi guru agama. Bahkan, selepas lulus dari IAIN saya bercita-cita menjadi guru di Madrasah. Pada tahun 1998 saya bertemu dengan momentum reformasi. Saya pun menjadi aktivis dan mendapat kesimpulan bahwa untuk mengabdi kepada bangsa ini banyak pilihan, salah satunya melalui politik. Kemudian ketika Pak Amien Rais mendirikan PAN pada 23 Agustus 1998, saya bergabung. Inilah partai pertama dan terakhir saya. Apapun gelombang di partai ini, saya tetap bersama PAN.

Sehingga, saya pernah menolak tawaran nyaleg di Kota Yogyakarta. Sikap saya ini sampai membuat saudara Ahmad Mumtaz Raiz datang kepada saya dan bilang, Mas Yohan untuk apa kamu menjadi aktivis parpol, disuruh nyaleg di kotamu tidak mau. Kalau kamu tidak punya uang, saya Mumtaz Rais siap membantumu. Lalu saya menjawab, politik ini kan soal pengabdian, pilihan, kalau Mas Mumtaz dan Pak Amien ingin saya berbakti dan memberi manfaat yang luas bagi bangsa ini jangan taruh saya di Yogya, melainkan di kampung halaman saya agar saya bisa pulang ke kampung dan membangun kampung dengan perjuangan politik ini.

Apa yang Bapak lakukan sehingga Bapak yang seorang Muslim dapat terpilih sebagai wakil rakyat mereka yang mayoritas Kristiani?

Saya berusaha untuk bersilaturahmi. Contohnya, menggelar pertemuan dengan masyarakat secara terbuka maupun khusus dan sebisa mungkin saya mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat. Kadang saya nongkrong dengan anak muda, bermain kartu yang kalah dijepit kupingnya. Mereka senang sekali dan bilang, ini saatnya kita mengalahkan bapak dewan, kita bisa siksa dia. Terkadang meski kartu saya bagus, saya pura-pura kalah. Kemudian, kuping saya dijepit dan mereka yang menyaksikan tertawa.

Saya mau menggambarkan ke mereka bahwa kita ini sama, bisa duduk bersama, bermain, dan yang terpenting kita bisa bersinergi untuk yang bermanfat. Karena, tidak mudah juga berbicara dengan masyarakat bawah. Tidak mungkin saya bercerita kepada mereka bagaimana caranya membentuk UU, nanti mereka pusing. Tapi, saya bicara dengan apa yang mereka pahami, inginkan, dan harapkan tentang bagaimana mereka ke depan lebih baik.

 

Bisakah digambarkan realitas toleransi kehidupan beragama di NTT dalam pandangan Bapak?

Orang yang tidak mengenal NTT sering memplesetkan NTT itu Nasi Tahu Tempe, Nanti Tuhan Tolong, Nasib Tidak Tentu, tapi bagi kami NTT adalah Nusa Terindah Toleransi. Di sana suku dan agama lengkap, tapi kami bisa hidup berdampingan dengan penuh kekeluargaan. Nah, nama saya sendiri adalah Ahmad Yohan, yakni penggabungan dua nama dari Mekkah dan Roma. Berbeda dengan nama kakak-kakak dan adik kandung saya yang sangat islami. Nama ini ada sejarahnya. Dulu waktu ibu akan melahirkan saya, beliau masuk ke sebuah rumah sakit di Kabupaten Ende. Ibu ditangani oleh suster baik hati, mereka merawat dengan luar biasa, ikut mencuci pakaiannya, datang memberi makan seperti saudara sendiri, hingga saya lahir dalam keadaan sehat.

Peristiwa yang luar biasa ini diceritakan oleh ibu kepada ayah. Kemudian, ayah merasa perlu memberikan ucapan terima kasih kepada suster yang baik hati itu, seorang suster dari Madiun yang bertugas di Santa Ursula. Lalu, saya diberi nama Ahmad Yohan. Yohan sendiri diambil dari nama suster tersebut, Suster Yohana. Setiap tanggal 26 Agustus, Suster Yohana selalu menyempatkan diri untuk datang ke rumah sembari membawa kue tart dan menyanyikan lagu Happy Birthday.

Tanggal lahir saya juga istimewa karena bertepatan dengan lahirnya Mother Theresia, suster luar biasa dari Kalkuta. Itu yang sering diceritakan oleh kedua orangtua saya dan mungkin itulah yang membentuk karakter saya sejak kecil, bisa hidup berdampingan dengan semua anak kampung saya tanpa membedakan suku, agama, golongan, bahkan di NTT banyak satu keluarga yang anggotanya memeluk keyakinan berbeda. Santun dan saling menghormati menjadi budaya kami yang lekat.

 

Apa Obsesi Bapak untuk membangun dan memajukan NTT?

NTT masuk ke dalam kategori 3 provinsi yang tingkat pendidikannya paling buruk di Indonesia, NTT masuk ke dalam kategori 3 provinsi yang tingkat kemiskinannya paling buruk di Indonesia, dan NTT masuk ke dalam kategori 3 provinsi yang tingkat kesehatannya paling buruk di Indonesia. Namun, kami orang NTT tak pernah berkecil hati. Sebagai anggota DPR RI tentu saya ingin berjuang dengan segala potensi, kemampuan, juga kewenangan yang saya miliki untuk bersama-sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah daerah, bahu-membahu menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing agar NTT bisa terlepas dari stigma miskin, bodoh, dan tidak sehat. Itulah obsesi saya sebagai anggota DPR RI.

 

Lantas apa obsesi Bapak sebagai pucuk pimpinan BM PAN?

Saya bercita-cita agar BM PAN menjadi basis regenerasi kepemimpinan PAN. Setidaknya, dengan penataan kelembagaan, memperkuat sistem kaderisasi serta memiliki social networking yang kuat, BM PAN bisa menjadi rahim bagi reproduksi kepemimpinan PAN ke depan.

 

Tips sukses untuk generasi muda?

Saya selalu berpesan ke yang muda- muda bahwa kita adalah apa yang kita pikirkan. Kalau yang kita pikirkan besar dan baik, insya Allah kita akan dekat dengan yang besar dan baik itu. Tapi, kalau kita hanya berleha-leha, berpangku tangan, putus asa, hanya ingin diberi, maka yang kita terima adalah kekecewaan. Sebagai anak muda harus berjuang dan bekerja keras dengan segala potensi yang kita miliki. Mulailah dari hal kecil, yakinlah bahwa itu akan mengantarkan kita kepada perubahan yang hebat.