Ahmad Yohan (Anggota DPR RI Fraksi PAN) - Dari Kampung untuk Kampung

Oleh: Syulianita (Editor) - 30 November 2020

Naskah: Gia Putri Foto: Sutanto/Istimewa

Sebagai seorang legislator ia terus berusaha menjalankan perannya di bidang pengawasan, legislasi, dan budgeting. Namun begitu, ia tak pernah lupa akan kampungnya. Karenanya, sebagai wakil rakyat yang mewakili Flores, Alor, dan Lembata, ia selalu terobsesi untuk terus menerus membangun kampung yang telah membesarkan dirinya. Kampung yang menjunjung tinggi nilai pluralisme.

Ahmad Yohan begitu cinta dengan tanah kelahirannya, Nusa Tenggara Timur. Betapa tidak, saat wawancara eksklusif dengan Men’s Obsession ia memilih lokasi di Anjungan NTT, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Ia pun mengenakan baju adat. “Ini merupakan kebanggaan tersendiri sekaligus saya ingin mempromosikan NTT,” ungkapnya sembari tersenyum.

Wawancara kurang lebih selama tiga puluh menit pun mengalir deras. Ahmad Yohan dilahirkan pada 26 Agustus 1975 di pusat Kota Ende. Kota tempat pembuangan presiden pertama RI Soekarno. Kota yang menyimpan sepenggal kisah dan jejak sejarah bahwa di sanalah The Founding Father bangsa ini melahirkan pemikiran besar Pancasila.

Nama Ahmad Yohan disematkan oleh seorang suster Katolik bernama Yohana. Nama itu seakan menjadi titipan kekerabatan yang meratakan sekat teologi. Yohan yang tumbuh dan besar dalam atmosfer sosial masyarakat NTT umumnya yang multikultural.

Sang ayah merupakan alumni pondok pesantren modern Gontor. Seorang da’i kharismatik dari Lamakera Flores Timur, Pulau Solor, NTT. Sebuah pulau kecil yang sudah mencetak banyak tokoh penting di NTT bahkan di tingkat nasional.

Sejak kecil, Yohan ditempa pendidikan agama di Pasantren Wali Songo Ende. Masalah-masalah keislaman sudah terpatri dalam otaknya sejak dini. DNA pendakwah sang ayah pun menurun pada dirinya. Pasca lulus IAIN, ia sering didaulat menyampaikan tausiah di berbagai tempat.

Kendati kultur keagamaan keluarganya yang kental tersebut, Yohan dan keluarga menunjukkan sikap pluralisme. Sekolah Dasar Yohan ditamatkan di SD Katolik Bajawa-NTT. Lalu, dilanjutkan ke MTs Ende, MAN Kupang, dan menamatkan jenjang perguruan tingginya di IAIN Sunan Kalijaga. Selepas lulus S1, ia lantas melanjutkan ke program magister di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dengan konsentrasi Ilmu politik.

“Saya cuma anak kampung yang memiliki cita- cita menjadi guru agama. Bahkan, setamat IAIN saya bercita-cita menjadi guru agama di Madrasah,” ungkap pria ramah ini.

Pada tahun 1998, Yohan bertemu dengan momentum reformasi, sehingga ia belajar menjadi aktivis dan menghadiri berbagai seminar untuk mendengarkan para tokoh berbicara tentang Indonesia. Dari sinilah ia mendapat kesimpulan bahwa untuk mengabdi kepada bangsa ini banyak pilihan, salah satunya adalah berjuang lewat jalur politik.

“Kemudian, saya mulai tertarik dengan politik dan Alhamdulillah ketika Pak Amien Rais mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) saya bergabung dan saya meniti karier di politik dari bawah,” kisah ayah tiga anak ini.

Di PAN, ia ditempa di sekolah politik KIBAR, salah satu lembaga edukasi politik PAN sekaligus laboratorium pencetak embrio kader-kader PAN berkualitas. Pada tahun 2009, ia pun diamanahkan sebagai Wakil Kepala Sekolah KIBAR. Dengan modal sebagai mantan aktivis mahasiswa, mengantarkannya masuk ke belantika politik di Yogyakarta pada 2005 sebagai Sekretaris DPW Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) DIY.

Dua tahun berselang, dinamika internal BM PAN DIY kemudian menuntun Yohan ke kursi Ketua DPW BM PAN DIY. Perlahan ia mulai memikul amanah baru yang lebih berat. Dari jenjang inilah ia berproses dan berakselerasi hingga ke atmosfer perpolitikan nasional.

Pada Kongres IV BM PAN 2011 di Yogyakarta, ia turut meramaikan bursa kandidat Ketua Umum BM PAN. Namun, mundur menjelang pemilihan dan mengalihkan pemilihnya ke Yandri Susanto. Koalisi manis di kongres itu pun mengantarkannya menjadi Sekretaris Jenderal DPP BM PAN. Dan pada Kongres V BM PAN di Jakarta, ia terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum BM PAN periode 2016-2021.

Perjalanan karir Yohan seperti menaiki anak tangga. Menanjak dari titik terbawah ke posisi puncak. Setiap etape perjalanan karir politik itu, mengisi pengalaman dan watak politiknya.

Itu yang membuat tipikalnya tidak grasak-grusuk. Baginya berpolitik laiknya memetik dawai dengan notasi yang tepat dan lantunan suara yang berirama. Perjalanan politik pendukung klub Inggris Manchester United (MU) ini terbilang gemilang.

“Memang tidak mudah, tetapi sejak awal saya memulai karir di PAN saya bertekad inilah partai pertama dan terakhir saya. Apapun gelombang di partai ini, saya tetap bersama PAN. Sehingga, saya pernah menolak tawaran nyaleg di Kota Yogyakarta. Sikap saya ini sampai membuat saudara Ahmad Mumtaz Rais datang kepada saya dan bilang, Mas Yohan untuk apa kamu menjadi aktivis parpol, disuruh nyaleg di Kota Yogja tidak mau. Kalau kamu tidak punya uang, saya Mumtaz Rais siap membantumu,” kenang Yohan.

Dengan lugas Yohan mengatakan, “Politik ini kan soal pengabdian, pilihan, kalau Mas Mumtaz dan Pak Amien ingin saya berbakti dan memberi manfaat yang luas bagi bangsa ini jangan taruh saya di Yogya, melainkan di kampung halaman saya agar saya bisa pulang ke kampung dan membangun kampung dengan perjuangan politik ini.”

Singkat cerita, ketika memutuskan untuk menjadi caleg, ia langsung mendatangi sang ayah untuk meminta restu dan ada diskusi panjang tentang hal ini. “Ayah saya berpesan, Yohan sebersih apapun kamu, masuk ke dunia politik itu seperti seorang ustadz yang pakai kopiah putih, jubah putih, sorban bersih, tetapi kalau masuk ke sebuah gudang yang banyak debunya kamu bisa terkena imbas debu-debu itu. Saya tidak ingin melihat itu,” Yohan mengisahkan.

Namun, Yohan meyakinkan sang ayah kalau tidak ada orang baik yang mau mengambil jalur politik, maka akan banyak kebijakan politik yang tidak berpihak kepada rakyat kecil, kaum papa, daerah NTT yang menurutnya pembangunan belum merata sebagaimana di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan sebagainya. “Alasan inilah yang membuat ayah merestui saya terjun ke dunia politik,” terangnya.

Pada Pemilu 2014 oleh DPP PAN ia ditempatkan sebagai caleg DPR RI dari daerah pemilihan NTT I nomor urut dua. Sejak itu, ia bergumul dalam ketertinggalan masyarakat sana.

Jalan rusak dan terputus dari satu kampung ke kampung lain, mengisolasi warga pada sarana publik, seperti pendidikan dan kesehatan adalah ketimpangan keadilan yang menampar idealismenya sebagai seorang pentolan aktivis. Kerja keras dan seluruh keterbatasan itu mengukuhkan nama dan ketokohannya. Perolehan suara 17 ribu pada Pemilu 2014, bukanlah angka mati, melainkan sebuah ukuran nilai yang terus hidup dalam dirinya.

“Waktu itu yang terpilih adalah Pak Laurens Bahang Dama. Saya tetap bersyukur karena bisa menyumbangkan 17 ribu sehingga PAN mendapatkan satu kursi. Kemudian, ada peristiwa yang membuat kami terpukul karena Pak Laurens dipanggil oleh Yang Maha Kuasa sebelum beliau dilantik untuk periode kedua. Berdasarkan keputusan PAN di tingkat pusat karena kursi ini ditinggalkan sebelum beliau dilantik maka dibagi dua untuk dua kader peraih suara terbanyak, salah satunya saya,” tutur Yohan. Dengan jargon Pulang Kampung Bangun Kampung, maka setelah dilantik sebagai anggota DPR PAW pada tahun 2018, Yohan tancap gas dengan program bantuan masyarakat. Progam ini benar-benar dibuktikan secara konkret.

Awal-awal di DPR, ia memilih komisi IV. Membidangi sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan. Pilihan ini sesuai dengan kondisi geoekonomi masyarakat NTT di Dapil I, yakni kabupaten Alor, Flores, dan Lembata.

Bila kita lihat dari sisi data GDP regional NTT menurut 17 lapangan usaha utama di 10 kabupaten yang berada di Dapil I NTT, mayoritas PDRB menurut lapangan usaha, lebih banyak dikontribusi oleh sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan. Ini sektor andalan. Kendati demikian, produktivitas hasil pertanian, perikanan, atau peternakan misalnya, masih sangat kecil dan belum benar-benar berorientasi perdagangan (trade-off) dan nilai tambah (value added) karena belum disokong teknologi di sektor pertanian, perikanan, dan peternakan sehingga produktivitasnya masih rendah.

Untuk itu, pada periode awal di DPR komisi IV, melalui program kemitraan, ratusan alat dan mesin pertanian ia turunkan ke dapil melalui mitranya di Kementerian Pertanian. Termasuk bantuan irigasi, pupuk organik, dan bibit tanaman untuk petani.

Di sektor perikanan, ia juga memberikan bantuan pada masyarakat nelayan di dapil sekaligus mendorong bertumbuhnya UMKM nelayan melalui bantuan permodal. Demikian pula di bidang peternakan, juga mendorong distribusi bantuan hewan ternak pembibitan pada masyarakat di dapil melalui program- program aspirasi bersama mitra komisi IV, yakni pemerintah.

Setelah dari Komisi IV DPR, Yohan kemudian ditempatkan Fraksi PAN di Komisi XI; membidangi keuangan, perbankan, lembaga keuangan non bank, dengan mitra utama Kementerian keuangan, BI, dan OJK. Dari sini, selain program pengawasan, melalui program dengan skema APBN seperti memberi bantuan DAK afirmasi per sekolah Rp250 juta untuk sekolah-sekolah di dapil.

Sepanjang periode 2018-2020, Yohan telah menurunkan program atas kerja sama bersama mitranya di DPR sebesar Rp50 miliar. Baik dalam bentuk barang dan uang. Baik program-program di komisi IV DPR dan komisi XI.

Kerja nyatanya tersebut berbuah manis, pada Pemilu 2019-2024, ia terpilih kembali sebagai anggota DPR di Dapil I dengan mendulang suara di atas 50 ribu dan kembali ke komisi XI dengan berbagai program dan agenda Pulang Kampung Bangun Kampung.