Obsession Awards 2020; Best University Leaders

Oleh: Syulianita (Editor) - 16 April 2020

Naskah: Suci Yulianita Foto: Sutanto/Dok. UNIKOM

 

Mendengar nama Universitas Komputer Indonesia atau UNIKOM tak bisa dilepaskan dari sosok sang founder yang sekaligus menjabat rektor UNIKOM, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T. Sebagai seorang entrepreneur andal sekaligus tokoh pendidik, Prof. Eddy tahu betul bagaimana memimpin UNIKOM hingga menjadi besar seperti saat ini.

Baru berdiri pada tahun 2000 lalu, nama UNIKOM telah bersinar hingga skala internasional. Hal itu tak lain berkat kreativitas, inovasi, serta segudang prestasi yang ditorehkan, baik oleh para dosen maupun mahasiswa UNIKOM. Berkat jiwa leadership entrepreneur yang dimilikinya, Prof. Eddy mampu memotivasi dan menggerakkan sistem di UNIKOM menjadi Perguruan Tinggi ternama di Tanah Air dalam waktu relatif singkat.

 

Dalam memimpin, posisinya sebagai seorang entrepreneur membuatnya berani mengambil keputusan tanpa harus dihambat birokrasi dan aturan yang mengganggu. Prof. Eddy mencontohkan bagaimana UNIKOM bisa mengungguli Perguruan Tinggi senior/ besar yang sudah puluhan tahun lebih dahulu berdiri.

 

Misalnya, UNIKOM masuk 100 Perguruan Tinggi Terbaik Nasional 2019 oleh Kemenristekdikti, masuk Klaster Utama PT Nasional 2019, Top 10 PTS Nasional untuk Karya Ilmiah Internasional 2020. Semuanya mengalahkan beberapa Perguruan Tinggi Swasta lainnya yang lebih dahulu hadir di Indonesia. 

 

Tak hanya itu, prestasi lainnya yang ditorehkan UNIKOM, antara lain Juara Asia Pasific ICT Award (APICTA) 2019 di Vietnam, 2 Juara 1 Nasional ICT Skill Competition 2019, Juara Nasional Kontes Roket Indonesia 2019, Juara Nasional Microsoft 2019, serta sukses menyelenggarakan INCITEST dan ICOBEST.

 

“Yang terbaru pada 2019 lalu kita menjadi juara dunia kompetisi ICT, World Skill Competition, di Kazan, Rusia. Prestasi ini tentu membanggakan bagi UNIKOM, warga Jawa Barat dan tentu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Semua ini kita syukuri dan menjadi pemacu untuk lebih baik lagi di tahun- tahun mendatang. Faktor kreativitas dan inovasi harus selalu diterapkan guna membangun keunggulan dan menghasilkan value added melalui sinergi antara pimpinan UNIKOM, dosen-dosen, karyawan, serta mahasiswa kita,” ungkap Prof. Eddy kepada Men’s Obsession.

 

Selain itu, UNIKOM juga menjadi langganan juara dunia kontes robot di Amerika Serikat. Bahkan pada 2007 lalu, UNIKOM menjadi Perguruan Tinggi pertama dari Indonesia yang dikirim ke negara Paman Sam tersebut untuk mengikuti kompetisi robot. “Setelah itu berturut-turut. Sudah 9 tahun menjadi juara dunia kontes robot, sudah 10 tahun juara nasional kontes roket, 7 tahun juara Indonesia ICT Award, INAICTA, sudah 4 tahun juara nasional microsoft. Bahkan UNIKOM adalah salah satu Perguruan Tinggi yang memenangkan 2 kategori kompetisi microsoft yang dikirim ke Amerika Serikat. Satu memperoleh penghargaan 100 juta dan satunya 50 juta,” Prof. Eddy menjelaskan.

 

Apa yang menjadikan UNIKOM begitu spesial pada bidang ICT dan selalu menjadi langganan juara di bidang ini adalah karena Prof. Eddy mewajibkan empat mata kuliah dasar untuk seluruh program studi tanpa terkecuali guna mendukung ilmu ini. Yang pertama adalah perangkat lunak komputer atau software, kedua, perangkat keras komputer atau hardware, ketiga, animasi multimedia, dan keempat, mata kuliah entrepreneurship atau kewirausahaan.

Dan karena UNIKOM menjadi Perguruan Tinggi berbasis ICT, maka ia mewajibkan mata kuliah ICT selama 7 semester untuk seluruh prodi di UNIKOM tanpa terkecuali. Dan, karena dasar keilmuan seluruh mahasiswa UNIKOM ini adalah pada bidang ICT, maka Prof. Eddy mengembangkan lagi dengan inovasi-inovasi pada bidang teknologi tinggi, serta berkreasi menciptakan produk-produk yang kemudian menjadi unggulan dan kebanggaan bangsa Indonesia. Seperti di bidang robotika, bidang roket, kemudian berbagai bidang yang terkait dengan konten digitalisasi, terbukti meraih prestasi membanggakan baik skala nasional maupun internasional.

 

Tak hanya mahasiswa yang gencar berinovasi dan berkreasi sehingga menghasilkan prestasi membanggakan. Lebih dari itu, Prof. Eddy juga mendorong para dosen untuk mampu berkarya menghasilkan suatu publikasi internasional terindeks scopus. Selain itu, prestasi-prestasi yang berhasil diraih UNIKOM ini juga karena penerapan budaya UNIKOM yang telah disusun dan dijalankan sejak awal berdirinya UNIKOM, yaitu budaya PIQIE (Profesionalism, Integrity, Quality, Information Technology, and Excellence).

 

“Budaya tersebut harus dijalankan oleh seluruh dosen dan karyawan UNIKOM, mereka harus bekerja secara profesional, memiliki integritas diri yang baik, kualitas pekerjaan harus bagus, wajib menggunakan IT dalam proses aktivitas sehari-hari, kemudian harus menghasilkan karya unggul yang bisa menghasilkan prestasi Nasional dan Internasional,” tandas Prof. Eddy.

 

Sebagai seorang entrepreneur, juga sebagai guru besar di bidang entrepreneur, Prof. Eddy mengakui ia memiliki kewajiban moral untuk bisa menghasilkan entrepreneur- entrepreneur baru atau start up-start up baru berwawasan Global melalui kampusnya, terutama entrepreneur di era digital 4.0 yang berbasis ICT atau technopreneur. Dengan demikian, UNIKOM dapat memberikan andil dalam meningkatkan jumlah entrepreneur baru di Indonesia yang saat ini baru sekitar 3,1% dari minimal 4% dari total populasi penduduk Indonesia yang 267 juta jiwa di 2019, sesuai saran Bank Dunia. Menyikapi hal itu maka sejak tahun 2007 UNIKOM sudah mewajibkan Entrepreneurship menjadi mata kuliah wajib untuk seluruh program studi yang ada di UNIKOM.

 

Prof. Eddy Soegoto berharap Indonesia bisa semakin maju dengan banyaknya entrepreneur yang lahir, termasuk dari UNIKOM. Untuk itu, menurutnya, akselerasi jumlah Entrepreneur di Tanah Air akan terjadi apabila Perguruan Tinggi di Indonesia mewajibkan mata kuliah entrepreneurship pada seluruh program studi. Karena, seorang entrepreneur sejatinya bisa dihasilkan dari program studi apapun.

 

Pada tahun 2020, UNIKOM kembali mendapat APTISI AWARDS 2020 yang diserahkan langsung oleh Menkopolhukam Prof. Mahfud MD di Surabaya.