Dr. Henry Yosodiningrat S.H., M.H. (Founder of Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners)

Oleh: Syulianita (Editor) - 25 December 2019

Beberapa waktu lalu, Men’s Obsession diterima Henry di law firm-nya yang berada di bilangan Jakarta Barat. Kami diperkenalkan dengan ketiga buah hatinya yang ternyata memiliki passion yang sama di bidang hukum sebagai advokat. Namun, yang tak kalah menarik adalah perbincangan kami dengan pria yang masih tampak prima di usianya yang sudah menginjak kepala enam. Kurang lebih selama 45 menit perbincangan kami mengalir deras, bukan hanya cerita inspiratifnya dalam mengabdi pada bangsa dan negara ini yang seakan mengingatkan bahwa hidup itu harus lebih dari sekadarnya. Ia juga menguntai untuk menjadi bahagia itu tidak perlu dengan hal-hal yang mewah saja karena bahagia itu sederhana. Berikut petikan wawancaranya. 

 

 

Setelah Bapak mengabdi sebagai Wakil Rakyat, Bapak kembali fokus sebagai Ketua Umum Granat dan advokat, ada target ke depannya?

Saya sudah mengabdi sebagai wakil rakyat selama 5 tahun. Saya pikir pengabdian kepada rakyat harus terus saya lanjutkan, tidak harus di DPR, banyak cara yang bisa dilakukan. 20 tahun sudah, saya menggagas, mendirikan, dan menjadi Ketua Umum DPP Granat. Upaya yang dilakukan oleh Granat adalah membantu pemerintah dengan segala upaya secara konsepsional dan sistemastis dalam 4, yakni mencegah masuknya narkoba ke wilayah NKRI, memberantas peredaran gelap narkoba, mencegah terjaidnya penyalahgunaan di semua kalangan, dan menanggulangi korban, dengan berkeliling ke daerah-daerah dan pelosok-pelosok Tanah Air.

Selain itu, kini saya kembali menata law firm saya dan mencetak advokat-advokat muda yang profesional dan bermartabat, yang menyadari profesi advokat adalah officium nobile, profesi yang mulia, sehingga kelak dikemudian hari mereka menjadi advokat yang berintegritas, bangga dengan profesinya, bukan menjadi advokat yang berorientasi untuk mencari kekayaan, tetapi menjadi advokat yang betul-betul memperjuangkan keadilan.

 

Saat ini, jenis narkoba sudah semakin beragam, bahkan para pengedarnya sudah menggunakan cara-cara baru, misalnya menjual secara online. Bagaimana Bapak menyikapinya?

Kita sudah jauh tertinggal. Perkembangan hukum itu, mengikuti perkembangan masyarakat, teorinya begitu. Sekarang dalam tindakan pidana narkotika, khususnya perkembangan masyarakat sangat cepat. Sementara, perkembangan hukum kita lambat, Indonesia masih tetap menggunakan UU 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Di dunia sudah tercipta berapa ribu turunan narkotika dengan berbagai jenis. Sedangkan di Indonesia, masih diatur dan dimasukan dalam daftar lampiran oleh Menteri Kesehatan. Ketika Menkes membuat daftar hari ini bertambah 10 jenis, minggu depan muncul jenis baru lagi.

Apa yang harus kita lakukan? Revisi undang-undangnya, itu salah satu contoh yang sangat sederhana, orang awam pun paham, misalnya pasal tentang menggunakan benda atau zat yang menimbulkan dampak yang sama sebagaimana diatur pada pasal sebelumnya diancam pidana. Selain itu, kewenangan BNN harus ditambah supaya mereka mempunyai power yang strong untuk melakukan hak-hak mereka.

 

Apa sikap Bapak ketika mendengar wacana BNN akan dibubarkan karena dinilai gagal?

Saya tidak setuju, saya bersama teman- teman di Granat akan berada pada barisan terdepan untuk mencegah hal itu terjadi. Kami siap berdiskusi untuk menjelaskan, misalnya BNN dinilai tidak mampu menutup pintu masuk, padahal tahu enggak pintu masuk ke republik ini ada sejuta pintu?

Terlebih, banyaknya pintu masuk dari luar Indonesia. Sehingga, tidak mungkin personel BNN yang jumlah sedikit bisa menjaga jutaan pintu masuk ilegal ke Indonesia. Supaya diketahui, panjang garis pantai kita, pelabuhan pintu masuk kita. Sementara berapa personil BNN, Polri, ini kan kejahatan jaringan internasional, sifatnya sistematis, dan modusnya berubah- ubah, BNN sudah mengerahkan semua kemampuannya. Nah, kalau ada orang ngomong bubarkan BNN lihat dulu anatomi kejahatannya ini seperti apa.

Saya sayangkan pernyataan itu. Seharusnya, DPR memperkuat lembaga BNN bukannya malah mengancam akan membubarkan. Intinya saya menganggap teman-teman yang ngomong gagal paham anatomi narkotika. Justru seharusnya tambah penguatan. Kita kan bisanya cuma ngoceh darurat narkoba, kita tahu di lapas isinya mayoritas narapidana narkoba, pengendalian narkoba di lapas, kenapa bukan itu yang sorot?

 

Bapak juga mendirikan Granat Fighting Club untuk mewadahi anak-anak muda menyalurkan hobi dan bakatnya?

Sekarang juga sudah ada Granat Judo Fighting Club. Saya ini bukan petarung, tapi saya menjadikan anak-anak muda menjadi petarung dan juara dalam bertarung. Salah satu anak didik saya, Fajar menyumbangkan medali emas untuk Indonesia di cabang olahraga (cabor) Sambo pada SEA Games 2019. Begitu juga di ajang One Pride
MMA Indonesia TVOne, anak-anak didik saya banyak yang muncul menjadi juara.

Saya menginginkan mereka fokus pada olahraga, kemudian menjadi duta anti narkoba, jadi mereka bisa bicara, mau sehat dan menjadi juara seperti saya, jangan pakai narkoba. Membentuk mereka menjadi fighter itu membutuhkan biaya yang banyak, mulai dari menyiapkan training program, membayar pelatih, tetapi karena beladiri sudah menjadi hobi saya sejak SMP, saat ini saya Karateka Sabuk Hitam DAN V, saya tidak mempermasalahkan meskipun harus merogoh uang cukup besar karena sebuah kebanggaan sendiri bisa mencetak fighter yang bisa mengharumkan nama bangsa.

 

Bagaimana Bapak membagi waktu agar work life balance?

Saya selalu menyempatkan diri untuk berolahraga, seperti berenang atau jalan cepat di pekarangan rumah. Hobi saya melepas penat juga sederhana, saya datang ke villa
di Lampung, membaur dengan penduduk sekitar, kadang mereka tidak mengenali saya karena saya pakai celana training dan topi.

Meskipun saya memiliki cottage di pinggir laut, saya lebih memilih menggelar tikar di bawah pohon kelapa, rebahan sembari membaca buku.

Di tempat tinggal saya di Jakarta, saya juga ciptakan suana seperti di hutan, ada ikan arapaima dari Amazon, ada pohon yang saya beli dari Madagaskar, hingga pohon yang sudah berusia 100 tahun dari Kediri. Bahagia itu sederhana, menikmati suasana alam, mendengar suara burung-burung dan jangkrik yang saling bersahut. 

 

Apa legacy Bapak, baik sebagai advokat, Ketua Umum Granat, dan seorang ayah?

Saya hanya ingin ketika orang berbicara tentang dunia advokat, identik bicara tentang Henry Yoso. Saya juga tidak memiliki pamrih apa-apa, cukuplah orang mengenal saya, “Oh Pak Henry yang gencar memberantas narkoba itu ya.”

Saya berharap kelak anak bangsa betul-betul bersih dari narkoba. Sehingga, ketika menghadapi Indonesia emas tahun 2045, kita betul-betul diisi oleh generasi emas juga, jangan sampai generasinya keropos. Saya berdoa semoga Tuhan tidak mencabut usia saya sebelum menyelesaikan PR besar ini.

Sementara, mimpi saya sebagai seorang ayah adalah ingin mengantarkan anak bungsu saya menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Alhamdulillah, ketiga kakaknya sudah S2 dan kini tengah mengambil S3. Saya berharap Tuhan memanjangkan usia saya.

 

 

“Saya Sudah Mempersiapkan Kematian.”

 

Mati itu pasti, hanya saja setiap insan manusia tidak tahu kapan akan dicabut nyawanya oleh Sang Pencipta. Menyadari hal ini, Henry pun telah menyiapkan kematian. “Mungkin tidak banyak orang yang sudah menyiapkan kematian seperti saya. Saya sudah menggali liang lahat, yakni di pendopo rumah saya. Saya lagi mencari batu kali yang ketika saya tiada tinggal dituliskan di sini dimakamkan Dr. H. Henry Yosodiningrat, S.H., M.H.,” ujar Henry lirih.

 

Ia menjelaskan, ketika ia mengembuskan nafas terakhirnya, ia tidak mau merepotkan orang, “Masih cari di mana dikuburkan, menggali kuburan, dimakamkan di mana. Bahkan, saya berpesan pada anak-anak dan istri saya, bapak minta kalau nanti meninggal di manapun, kecuali sedang menunaikan ibadah Haji di Tanah Suci, bawa jenazah pulang, tolong di semayamkan di pendopo di rumah Lampung. Setelah itu, pasang karpet merah menuju makam saya,” tuturnya.

 

Karena Henry sadar dan siap suatu ketika Tuhan memanggilnya, terlebih pekerjaannya dalam melawan sindikat narkotik secara terang-terangan, terbuka, tentu sangat rentan bahaya. “Karena mungkin saja, nyawa atau kepala saya disayembarakan. Jadi, setiap ke luar rumah, saya sudah menyiapkan hati akan kembali atau tidak,” tandasnya.