Anies Baswedan, Ph.D Turun Tangan Menyalakan Pelita

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 06 June 2016

Tampaknya sulit mencari waktu luang untuk sekadar wawancara dengan Anies Baswedan. Sekalipun itu hari Minggu. Akhirnya, Men’s Obsession yang sudah diagendakan wawancara secara khusus di hari libur itu tak berkutik ketika pria yang dinobatkan dalam “500 Muslim Berpengaruh Dunia” oleh Royal Islamic Strategic Centre, Yordania ini harus mempersiapkan diri ke Bandara Soekarno-Hatta karena ada kunjungan dinas yang harus dilakukannya.


Akhirnya, waktu dua jam cukuplah bagi kami untuk mewawancarai dan mengambil gambar secara eksklusif. Berikut salah satu petikan wawancara Men’s Obsession  dengan peraih Gerald S. Maryanov Fellow dari Northern Illinois University dan 100 Intelektual Dunia versi Majalah Foreign Policy ini.

 

Ujian Nasional tahun ini berlangsung lancar dan sukses, bagaimana pendapat Bapak?
Ya jadi saya menyadari bahwa salah satu hal yang paling disorot adalah Ujian Nasional karena di masa lalu ujian nasional penuh dengan masalah, mulai dari keterlambatan soal, tertukar soal, hingga keterlambatan cetak. Jadi saya katakan kepada semua, saya ingin itu jadikan pelajaran sejarah, bukan berita. Itu dibacanya di buku sejarah saja, jangan di koran. Jadi saya sampaikan pada semua, ada tiga hal yang harus kita lakukan, satu perencanaan, dua perencanaan, tiga perencanaan.

 

Kalau perencanaan itu betul maka keempat baru eksekusi. Akan jauh lebih mudah. Karena Ujian Nasional itu tidak lebih dari menyiapkan soal, mencetak, mendistribusi, melaksanakan. Simpel sekali dan dikerjakan setiap tahun kenapa harus ada masalah? Tahun lalu kita mulai dengan disiplin. Jadi saya tongkrongin sendiri itu persiapannya. Lalu tahun lalu juga kita mulai dengan komputer, karena tidak mungkin kita menyelenggarakan ujian nasional seperti ini terus.

 

Kalau ujian nasional menggunakan kertas, maka soalnya hanya bisa pilihan berganda, peserta 7,3juta orang. Kalau tidak pilihan berganda kapan selesai ceknya. Tapi kalau menggunakan komputer, kita langsung tahu dan cepat, efisien, tidak perlu distribusi soal, tidak perlu lagi ada kebocoran soal pula. Jadi alhamdulillah dengan dikerjakan disiplin, dicek sampai di ujung paling bawah. Lancar. Jadi sebetulnya kita bisa kok dikerjakan dengan baik, yang penting serius. Dan saya minta kepada seluruh penyelenggara, ini hajatan besar.

 

Mungkin yang kelihatan di depan hanya Pak Menteri, tapi saya katakan pada semua, sebenarnya yang bekerja luar biasa itu mereka ini semua. Dari mulai di puspendik, pusat penilaian pendidikan, sampai yang menjadi pengawas dan yang membagikan soal. Jam setengah 4 pagi guru guru itu sudah datang di rayon rayon, nggak ada yang lihat. Kita belum bangun jam segitu, mereka belum sholat subuh, mereka sudah ambil soal, mereka masukan ke tas masing masing.

 

Saya datang itu pagi pagi, mereka masukan ke ransel, mereka lihat ada tulisannya rahasia negara, dimasukan ke ransel. Sebagian ranselnya di taruh depan, untuk memastikan bahwa ini soal buat anak anak. Saya katakan merekalah yang ujung tombaknya ujian nasional. Dan kita harus mengatakan kepada mereka, kita harus berterimakasih, karena mereka yang menjaga, dan ini lebih dari soal ujian, ini amanat, dipakai untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar anak anak kita. Nah kita harus kembalikan nyawa pendidikan, bahwa ada rasa di pendidikan itu ada nyawanya, ada semangatnya, ada spirit-nya. Pendidikan bukan soal SOP, bukan soal menjalankan proses, dan itulah yang membuat kenapa guru-guru bangun dini hari.

 

Jadi itu saya rasa satu manajemen yang baik, dua mengembalikan spirit dalam proses yang ketiga apresiasikan pada semua bahwa ini adalah kerja kolosal, tidak ada pekerjaan  masal serempak kecuali Pemilu dan UN. Di bawah pemilu itu ya UN tidak ada yang lainnya, yang serempak yah, di jam yang sama. Dan alhamdulillah sukses.


Hebatnya lagi, ujian berbasis komputer juga meningkat ya Pak ?
Iya, tahun lalu itu kita ada sekitar 107 ribu, sekarang 921 ribu, hanya dalam setahun. Saya sering mengatakan kepada teman-teman. Izinkan republik ini mengecewakan orang orang yang pesimis pada Indonesia, orang orang yang menganggap kita nggak mampu, lihat kita berubah itu kaget. Dan kemudian bisa ya indonesia, luar biasa. Dan apa yang terjadi. Ketika kita melihat, misalnya kemarin waktu SMP ujian berbasis komputer banyak sekali yang mengeluh ujian matematikanya sulit, dengan adanya komputer kita sudah tahu hasilnya sore. Jadi besoknya saya panggil, bagaimana itu hasilnya karena anak-anak komplain katanya soalnya susah sebab soal ujiannya memang dinaikan dengan ditambah komponen analitical thinking. Tahu apa yang terjadi, ketika kita lihat, 10% soal paling sulit, dan 10% soal paling mudah lalu kita bandingkan, mana yang lebih banyak salah? Ternyata soal yang mudah. Soal yang sulit itu justru lebih banyak benarnya dibanding soal yang mudah. Jadi anak anak bisa saja merasa sulit tapi justru serius mengerjakannya dan malah benar.  


Jadi ini seperti statistik kecelakaan itu, kecelakaan kendaraan bermotor itu paling banyak justru di sekitar rumah. Karena merasa familiar dengan lingkungan sekitarnya, sementara di tempat yang jauh, dia hati-hati. Nah itu juga, soalnya gampang malah nggak hati-hati. Soal yang sulit malah hati-hati dan ternyata benar. Nah kemudian saya suka dengan satu daerah yang seluruh sekolahnya sudah menggunakan komputer, itu di Surabaya. Jadi di sana itu, bu Risma (Walikota Surabaya-red) cerita “wis mas, kita nggak pake jaga jaga soal, nggak ada gudang penyimpanan soal, nggak ada itu jam 4 pagi pada kumpul. Semua sudah di komputer, guru guru datang jam 6 pagi, seluruhnya”. Nah kalau kota-kota kita yang lainnya mulai begitu, tenang kita. Hasilnya juga ada.


Bicara soal guru, Pak, khususnya mengenai kesejahteraan guru bagaimana pandangan Bapak?  
Sekarang begini, kenapa kok banyak sekali orang ingin menjadi guru ya? Kenapa kok animo menjadi guru tinggi sekali, sekolah guru tambah banyak, honorer yang mau jadi guru tambah? Kok bisa, nggak mungkin kalau pekerjaan itu gajinya rendah orang berbondong-bondong mau menjadi guru. Sekarang ini kondisi guru sudah lebih baik. Sekarang itu ada gaji guru, ada tunjangan profesi guru, lalu ada tunjangan dari pemda lagi, apalagi kalau guru bertugas di tempat jauh, ada namanya tunjangan khusus. 


Bagaimana dengan guru honorer?
Nah ini lain lagi ini. Guru honorer itu adalah guru yang diangkat Pemda atau kepala sekolah. Berhak nggak sih mereka angkat guru? Yang angkat guru kan Kemenpan. Nah jadi kita ini juga ingin sampaikan, tolong kalau sekolah nggak butuh guru, jangan angkat honorer. Dalam 15 tahun ini, jumlahnya  naik sampai 860%. Nah sekarang gini yah, kalau kita lihat rasio, barangkali mungkin butuh yah di indonesia butuh guru, oke tapi lihat rasio. Rasio guru SD tahun 1999 – 2000, 1 : 21, sekarang 1 : 14, artinya nambah sekali gurunya. Kalau dulu satu guru untuk 21 sekarang 1 guru untuk 14. Ini belum masuk guru honorer loh sudah segitu, terus 1 : 13, ini liat nih yang SMA swasta nih.