Prof. Ojat Darojat Dip.Mgt., M.Bus., Ph.D. (Rektor Universitas Terbuka)

Oleh: Syulianita (Editor) - 02 October 2023

Kemajuan di Usia 39 Tahun

Di usia 39 tahun ini, banyak kemajuan dan prestasi yang telah dicapai UT. ”Pertama misalnya ketika UT mencoba membangun institusi ini berdasarkan pada kualitas. Pada tahun 2001-2004, pimpinan saat itu menetapkan Gelora SIMINTAS atau Gelora Sistem Penjaminan Kualitas. Menurut saya itu sangat bagus. Artinya ketika kita ingin tumbuh dan berkembang menjadi perguruan tinggi yang hebat, maka semua itu harus dilandasi atau diberikan arah, dijalankan berdasarkan kualitas. Maka kualitas harus dijadikan satu-satunya pilihan hidup yang kita lakukan,” tuturnya.

Pada saat itu dibuatlah yang disebut sebagai internal quality assurance system atau sistem penjaminan kualitas. UT punya SIMINTAS UT, sehingga semua hal yang dilakukan termasuk program studi, layanan mahasiswa, pelaksanaan ujian, atau lainnya, semua dikerjakan dan dieksekusi pada aturan serta ketentuan yang sama. Dibuat kebijakan mutu pada setiap area kualitas dalam berbagai macam hal. Bila ada 10 area kualitas, kesepuluhnya ada pernyataan kualitas yang dirinci lagi lebih kecil, yang disebut kebijakan mutu pada setiap area.

“Untuk memastikan kebijakan-kebijakan mutu setiap area itu bisa diimplementasikan di lapangan, tanpa menimbulkan banyak diskualitas, maka kami mengembangkan Standard Operating Prochedure (SOP). Tahapan berikutnya kami lengkapi dengan work instruction atau petunjuk kerjanya. Itu sangat penting,” beber akademisi kelahiran Sumedang, Jawa Barat ini. 

Dengan menerapkan itu, UT pun melibatkan quality ISO dan ICDE atau International Council for Open and Distance Education untuk melihat apakah pelaksanaan atau penyelenggaraan jarak jauh yang dilaksanakan UT sudah sesuai dengan kaidah-kaidah jarak jauh yang diadopsi oleh ICDE atau tidak. Karena ICDE adalah badan yang paling kompeten untuk melihat atau melakukan reviu atas penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di mana pun.


”Kemudian yang juga sangat penting adalah ketika UT menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH) ini. Sekarang sudah berubah menjadi PTN BH sejak Oktober 2022 lewat PP No 36 tahun 2022. Ini merupakan loncatan penting bagi UT, karena artinya perguruan tinggi ini sudah dikelola sebagai lembaga yang lebih otonom dibandingkan sebelumnya. Tentu itu akan memberikan ruang gerak yang lebih hebat bagi UT,” tambahnya.

Prof. Ojat memaparkan, banyak pencapaian kecil yang diraih UT, seperti kepercayaan yang pernah diberikan oleh pemerintah kepada UT untuk menyelenggarakan program Bank Dunia. ”Pada tahun 2005 sampai 2010 ketika pemerintah mengeluarkan undang-undang guru dan dosen no. 14 tahun 2005, yakni setiap guru dari TK sampai SMA kan harus S1. Tidak ada pilihan bagi mereka yang di daerah-daerah, hanya UT pilihannya. Tonggak yang lebih penting adalah ketika UT awal didirikan tahun 1984, komunikasi masih surat menyurat. Jika ada surat yang tidak sampai ke mahasiswa akan kembali ke UT. Itulah yang disebut correspondent education,” jelasnya.

Di era awal UT didirikan, Prof. Ojat menyebut banyak orang yang mengeluh. Namun, ketika teknologi kian maju, seperti saat mulai ada CMC (Computer-Mediated Communication) saat itulah UT bergerak naik. Karena memang UT amat didukung perubahan teknologi. Ketika internet semakin masif dan semua orang punya smartphone, jika ada kakek berusia 82 tahun mau kuliah di UT pun tidak ada masalah. Dengan bantuan teknologi yang selalu terus maju, maka masyarakat semakin akrab dengan teknologi, UT pun semakin berkembang. Informasi UT akan kian diterima masyarakat.


“Masyarakat sekarang relatif lebih well-informed tentang UT, makanya sekarang mahasiswa UT “loncat” lagi. Ketika kami diinfokan jumlah mahasiswa sudah 525.360 orang, itu rasanya luar biasa, kami menggelar tasyakuran. Silakan cari perguruan tinggi lain, tidak akan ada yang sama. Hanya UT satu-satunya. Karenanya, UT dikenal bukan sebagai Universitas Terbuka, tapi Universitas Terbesar,” ucapnya bangga.

Setelah target 500 ribu mahasiswa aktif tercapai, UT siap menantang diri dengan menetapkan target baru, yaitu 1 juta mahasiswa aktif pada 2025. Namun, Prof. Ojat menegaskan ini tak sekadar mengejar angka, yang terpenting kualitas.

Di era milenial pun, UT semakin eksis dan menjadi pilihan di kalangan anak-anak muda. ”Saya sering mengatakan jangan mengaku milenial kalau kuliahnya masih di kampus konvensional. Kalau milenial itu belajar harus online, friendly dengan digital transformation. Itulah ciri-ciri generasi milenial dan gen Z. Kalau kuliah tatap muka mah biasa. Sekarang kuliah itu tidak harus pergi ke kampus, tidak harus pergi ke kota besar. Kuliah bisa di rumah, bisa juga di tempat kerja,” pungkasnya.

Ibarat seorang nakhoda di sebuah kapal besar, Prof. Ojat berharap UT semakin menjadi pilihan bagi masyarakat sehingga mampu melaksanakan mandat dari pemerintah untuk menjadi solusi bagi bangsa. Ia tidak ingin ada anggota masyarakat yang mengeluh atau termajinalkan karena tidak punya kesempatan masuk ke Perguruan Tinggi, akan menjadikan UT sebagai solusi.