H. Satono S.Sos.I., M.H. (Bupati Sambas), Membangun Fisik dan Spiritual untuk ‘Sambas Berkemajuan’

Oleh: Syulianita (Editor) - 15 April 2023

Berdakwah Sampai ke Aceh

Di sela-sela kesibukannya sebagai bupati, Satono masih menyisihkan waktu untuk berdakwah. Kemampuan dakwahnya tak lepas dari pendidikan formal yang didapatnya. Ya, Satono yang menyelesaikan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir tahun 2004, ini juga mengawali sekolah keagamaannya di Madrasah Aliyah Gerpemi Tebas (1996-1997) lalu mengenyam di Pondok Pesantren Ibnu Taimiyah, Singkawang (1997-1999).

Karena itulah peraih Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura juga dikenal sebagai da’i. Bahkan ia memberikan kuliah umum di Markaz Dewan Dakwah Aceh, pada tanggal 11 Oktober 2022. Ia memberikan  Kuliah umum dengan judul “Dakwah Melalui Jalur Politik”, yang diikuti oleh pengurus Dewan Dakwah Aceh, civitas akademika Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh, mahasiswa-mahasiswi ADI Aceh, dan undangan lainnya.

Kepiawaiannya dalam bidang agama Islam, menjadikan Satono dipercaya menduduki sejumlah jabatan di organisasi. Di antaranya, Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Kota Singkawang (2004-2007), kemudian dilanjutkan sebagai Ketua PITI Kabupaten Sambas (2007-2008).  

Tak hanya itu, Satono juga sempat menjabat Sekretaris Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Kabupaten Sambas (2008-2015), setelah itu menjabat sebagai Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Kabupaten Sambas (2015- 2020). Ia juga pernah terpilih sebagai Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kabupaten Sambas (2015-2020). Selain berdakwah di luar, Satono juga tak melupakan melakukan penanaman nilai-nilai keislaman dalam lingkungan keluarga.

Dalam konteks itu ia lebih banyak melakukan dakwahnya dengan perbuatan secara langsung. “Antara lain memberikan keteladanan atau memberi contoh dengan pembiasaan yakni mengulang-ulang, memberikan nasihat, menyampaikan petuah tentang kebaikan-kebaikan, hubungan antara manusia dengan pencipta, juga dengan sesama manusia dan lingkungan,” pungkasnya.

Malam Tujuh Likor dan Kue Pasong

Keakrabannya dengan masyarakat membuat Satono paham betul  akan tradisi yang umum dilakukan rakyat Sambas. Karena ia kerap mengikuti tradisi-tradisi tersebut dan memberikan support yang luar biasa. Misalnya dalam bulan suci Ramadhan serta jelang hari raya Idulfitri ia ikut memberikan dukungan peringatan tradisi yang dinamakan ‘malam tujuh likor’. Acara itu merupakan salah satu tradisi unik masyarakat Sambas, Kalimantan Barat, dalam menyambut  Idulfitri, di mana malam ini dihitung pada malam 27 sebelum Idul Fitri.

“Tradisi Malam tujuh likor ini merupakan bentuk dari peringatan turunnya malam Lailatul Qadar, yaitu malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir. Kebiasaan masyarakat Sambas saat malam tujuh likor biasa membuat kue pasong yang nantinya dibawa ke masjid dan dimakan bersama. Nah, kue pasong ini memiliki filosofi tentang dibelenggunya syaitan pada Bulan Suci Ramadhan” ia menjelaskan.

“Sedangkan untuk tradisi menyambut Bulan Idulfitri di Sambas hampir sama dengan kebanyakan masyarakat Indonesia lainnya, seperti ziarah kubur, silaturahmi ke rumah keluarga saat hari Idulfitri pertama dan kami mensupport setiap kegiatan keagamaan yang ada di Kabupaten Sambas” tutupnya.