Deepfake, Tipuan Meyakinkan

Oleh: Syulianita (Editor) - 19 October 2020

Naskah: Sahrudi/dari berbagai sumber Foto: Istimewa

Teknologi deepfake ini benar- benar bikin takjub peserta di acara TED Talk tahun 2019. Awalnya, seorang pembicara ahli teknologi, Suparsorn Suwajanarkom mempresentasikan empat layar besar. Masing-masing layar menampilkan pidato Presiden Barack Obama dengan sesi dan latar belakang berbeda-beda dari Obama. Ekspresi wajah dan gerak kepala Obama juga berlainan dalam empat video itu.

Tapi anehnya, empat video Presiden Obama sedang berpidato menyampaikan pesan yang sama persis bunyi dan kata per kata. Gerak mulut, ekspresi wajah, gelengan kepala Obama sangatlah alami. Satu pesan yang sama dalam durasi sekitar 1-2 menit, tapi keluar dari empat video Obama yang berbeda. Pembicara bertanya kepada audience. Di antara empat video pidato Obama di atas, yang manakah yang asli? Publik terdiam. Sulit menjawab. Keempat video di atas sama meyakinkan. Pembicara memberi tahu.

Tak satu pun video di atas asli. Keempat video itu palsu walau suara yang terdengar persis suara Obama. Walau gerak mulut dan wajah Obama seolah memang menyatakan hal itu. Audience tertawa tercengang. Mereka pun bertepuk tangan. Konon itu “kerjaan” sutradara kawakan Amerika Serikat, Jordan Peele. Teknologi deepfake sendiri sebenarnya bukan

hal yang baru. Sudah ada sejak kurang lebih tiga tahun lalu. Kemudian, menjadi heboh ketika pidato itu sendiri sempat membuat gaduh situasi politik dalam negeri Paman Sam tersebut. Padahal pidato tersebut tidak pernah ada. Ya, begitulah teknologi deepfake bekerja membuat video palsu.

Nah, kini, teknologi itu mulai dilirik oleh masyarakat karena begitu mudah dibuat dan mudah dibagikan. Entah untuk sekadar lucu-lucuan atau bahkan menjadi hal yang lebih serius, yakni kepentingan politik! Yang jelas itu akan menjadi sesuatu yang bermasalah. "Karena, deepfake dapat dibuat oleh siapa saja dengan komputer, akses internet, dan keinginan dalam mempengaruhi orang lain,” kata John Villasenor, profesor di UCLA yang fokus pada kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan keamanan siber.

Dalam pemilihan umum, misalnya. Entah itu pemilihan level nasional atau daerah, alat ini bisa dimungkinkan penggunaannya bagi penyebaran informasi palsu untuk mempengaruhi pemilih. Karena diyakini akan membuat orang percaya bahwa video itu nyata. “Padahal tidak pernah ada,” ujar Peter Singer, ahli strategi keamanan internet di lembaga think tank New America. Intinya adalah dapat digunakan untuk merusak reputasi seorang kandidat politik dengan membuat kandidat itu tampak mengucapkan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah benar-benar terjadi. Ini tentu saja menjadi peringatan penting bagi yang akan ikut berkontestasi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di beberapa daerah di Indonesia pada penghujung 2020. ini. Jadi, hati-hatilah!

Awas, Foto pun Bisa Jadi Video

Teknologi yang terus berkembang ternyata telah melahirkan teknologi yang lebih canggih dari deepfake. Adalah para peneliti dari Samsung Artificial Intelligence (AI) serta Institut Sains dan Teknologi Skolkovo di Moskow yang menemukan teknologi membuat video tampak realistis, tapi palsu dengan hanya menggunakan foto saja plus teknologi AI. Bandingkan dengan deepfake yang harus mengombinasi video dan audio.

Dalam makalah yang diterbitkan kepada arXiv, sebuah layanan pra-cetak akademik online dan dilansir CNN para peneliti itu cukup menggunakan satu foto dengan sistem kecerdasan buatan yang terlatih sehingga dapat menghidupkan satu atau beberapa foto orang dengan terlebih dahulu melatih sistem AI pada set data video, sehingga dapat mempelajari tentang poin-poin penting pada wajah. Sehinggga, dapat menghasilkan video yang menampilkan close up seseorang tengah bicara.

Memang, penelitian ini menggunakan teknik AI yang sama dengan deepfake, tapi di sini sistem AI hanya dilatih untuk membuat kepala, leher dan beberapa bahu seseorang. “Kelemahannya adalah, tanpa data yang memadai, kualitas sintesis terbatas,” kata Direktur Laboratorium Visi Komputer dan Pembelajaran Mesin di University at Albany SUNY, Siwei Lyu.

Dengan semakin majunya teknologi yang bisa memanipulasi adalah wajar saja ketika BuzzFeed membuat iklan layanan masyarakat yang mengingatkan warga net lebih berhati-hati terhadap apa yang dilihat di internet.