Tantangan dan Pencapaian Kabinet Indonesia Maju-II

Oleh: Syulianita (Editor) - 21 September 2020

Percepatan Investasi

Presiden Jokowi telah mengeluarkan instruksi resmi kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk mendorong peningkatan investasi. Instruksi tersebut tertuang dalam beleid Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha. Instruksi pertama dan paling banyak ditujukan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Presiden meminta BKPM untuk mengoordinasikan langkah- langkah perbaikan dalam rangka peningkatan peringkat Ease of Doing Business (EODB).

Presiden juga meminta BKPM mengevaluasi pelaksanaan perizinan berusaha dan pemberian fasilitas investasi yang dilakukan dan diberikan oleh kementerian dan lembaga (K/L). Nantinya, rekomendasi hasil evaluasi tersebut juga disampaikan kepada masing-masing menteri dan kepala lembaga. BKPM juga diminta memfasilitasi dan memberikan layanan kepada pelaku usaha dalam pengurusan perizinan berusaha dan pemberian fasilitas investasi.

Dari proses itu kemudian lahirlah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau RUU Cipta Kerja. RUU ini dianggap pemerintah bisa melakukan reformasi ekonomi. Sebab, saat ini regulasi terkait bisnis dan investasi terlalu rumit. Sehingga, aturan untuk mempermudah investasi perlu diatur kembali dengan tidak mempersulit, tapi memudahkan. Tiga negara Vietnam, Malaysia, dan Thailand sudah melakukan hal yang sama. Sejak 2010 Vietnam telah mengeluarkan aturan baru untuk memperbaiki perekonomian nasional, sehingga berhasil memangkas 30 persen biaya penyelenggaraan bisnisnya.

Keberadaan Omnibus Law Cipta Kerja ini begitu diharapkan oleh pelaku usaha dan investor karena diyakini akan membawa dampak positif bagi masyarakat dan perekonomian negara. Terutama bisa membuka seluas- luasnya lapangan kerja. Meski begitu, RUU ini juga banyak dikritik karena dianggap hanya menguntungkan investor. Bahkan, perserikatan buruh pun ada yang menolak. Karena masih dalam perdebatan yang panjang, RUU ini belum juga disahkan menjadi UU. Sedangkan, Jokowi terus meminta agar kran investasi dipermudah. 

Demokrasi dan Penegakan Hukum

Pemerintahan Jokowi kerap dituding oleh kelompok yang berseberangan sangat kental dengan praktik otoritarianisme. Narasi demokrasi mati, penegakan hukum mandul terus digaungkan oleh mereka yang sejak awal memang tidak suka dengan Pemerintahan Jokowi. Namun, tuduhan itu dibantah oleh pemerintah. Jokowi sendiri menyatakan, pemerintah terbuka menerima kritik dari masyarakat, selagi kritik itu sifatnya membangun.

Bukan kritik yang mencaci atau menuduh tanpa dasar. Itulah yang selalu ditekankan oleh Presiden Jokowi. Sebab, kritik cacian tanpa dasar itu hanya akan memicu permusuhan. Pemerintah pun terbuka dengan kritik dan masukan.

Misalnya terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang ramai ditentang masyarakat. Meski itu bukan RUU inisiatif pemerintah, melainkan DPR. Tapi, pemerintah kemudian tegas menolak semua isi RUU tersebut. Banyak RUU yang sampai saat ini di-pending karena masih menunggu dan menimbang masukan dari semua pihak. Termasuk kebijakan atau program pemerintah, seperti Kartu Pra Kerja dan Program Organisasi Penggerak Kemendikbud.

Pihak-pihak yang selama ini mengkritik pemerintah juga tetap dibiarkan bebas, tidak ditangkap atau dipenjarakan. Ini artinya tuduhan pemerintah Jokowi otoriter dan membungkam demokrasi perlu dikaji ulang. Demikan juga soal penegakan hukum. Isu ini paling banyak disorot oleh masyarakat karena dianggap sangat lemah. Meski diakui masih banyak kekurangan. Namun, komitmen Jokowi dalam penegakan hukum terus ia tekankan. Jokowi sendiri meminta agar penegak hukum tidak menggigit orang yang tidak bersalah. Penangkapan, buronan koruptor kelas kakap Djoko Sugiarto Tjandra oleh jajaran Bareskrim Polri menjadi salah satu prestasi dari komitmen Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi.

Penangkapan pria yang tersangkut kasus pengalihan hak tagih Bank Bali itu merupakan instruksi langsung Presiden Jokowi. Pasalnya, pelaku telah merugikan negara lebih dari setengah triliun rupiah dan buron selama 11 tahun. Pemerintah juga berhasil menangkap Maria Pauline Lumowa, salah satu tersangka pelaku pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.